Home / Romansa / Obsesi Setelah Rapat Malam / Pengakuan dan Rahasia

Share

Pengakuan dan Rahasia

Author: Lembayung
last update Last Updated: 2025-10-05 15:35:33

Pagi berikutnya, Nara tiba lebih awal. Ia merasa seperti kriminal yang baru saja meninggalkan lokasi kejahatan. Seluruh tubuhnya tegang, menunggu isyarat pertama dari Alex Kael.

Ia menyiapkan Americano di meja Alex. Dingin. Itu adalah perintah yang tidak logis, melanggar kebiasaan Alex, tetapi ia mematuhinya. Perintah itu adalah pengakuan dan kode rahasia mereka.

Ketika Alex masuk pukul 07.50, ia tampak lebih kaku. Ada garis gelap di bawah matanya, tanda kurang tidur. Ia bahkan tidak membalas sapaan Nara, hanya mengangguk dingin dan berjalan lurus ke ruang kerjanya. Pintu kaca buram tertutup, kembali menjadi pembatas.

Nara menarik napas lega. Kontrol kembali.

Namun, beberapa menit kemudian, bel interkom berbunyi.

"Masuk," suara Alex terdengar datar.

Nara masuk, membawa tablet jadwal. Matanya secara naluriah mencari cangkir kopi dingin itu. Cangkirnya kosong. Alex sudah menghabiskannya.

Alex duduk di kursinya, membaca laporan. Ia tidak mendongak.

"Saya ingin kamu membatalkan rapat dengan Tuan Hardiman siang ini," kata Alex, suaranya tenang. "Berikan alasan masalah logistik Eterna. Jadwalkan ulang untuk akhir pekan. Hari Sabtu."

Nara mencatat, sedikit terkejut. Alex tidak pernah bekerja di akhir pekan. "Baik, Pak. Hari Sabtu jam berapa? Di kantor?"

"Pukul sepuluh pagi. Dan bukan di kantor," jawab Alex, akhirnya mendongak. Mata cokelat gelapnya bertemu dengan mata Nara. Tatapan itu cepat, tetapi penuh muatan. "Di apartemen saya."

Nara merasakan jantungnya tersentak, tetapi ia mempertahankan ekspresi profesional. Ini adalah pelanggaran kedua norma, dan ia tahu ini disengaja. Alex sedang menguji sejauh mana batas kerahasiaan mereka.

"Apartemen Anda di Prive Tower?" tanya Nara.

"Ya. Siapkan semua dokumen Eterna. Kita akan bekerja maraton tanpa gangguan."

"Baik, Pak. Apakah ada hal lain?"

Alex bersandar di kursi. "Ya. Kamu tampak lelah, Nara. Tidur yang cukup."

"Terima kasih atas perhatiannya, Pak. Saya baik-baik saja."

"Tidak. Kamu tidak baik-baik saja," potong Alex, suaranya kembali pada nada pribadi yang serak. "Aku bisa melihatnya. Itu juga bukan hal yang profesional. Istirahatlah. Ambil waktu kosong di tengah hari."

Nara merasa pipinya memanas. Ini adalah tarik ulur yang kejam. Alex menuntut profesionalisme, tetapi ia menyeretnya ke dalam intimasi personal.

"Saya akan tetap di kantor, Pak. Saya perlu menyiapkan laporan Cikarang."

"Terserah kamu," Alex mengalah. Ia kembali ke laporannya, tetapi sebelum Nara berbalik, Alex berkata lagi, suaranya hampir berbisik. "Kopi dingin itu... bagus."

Itu adalah validasi kecil, pengakuan tersembunyi. Nara meninggalkan ruangan itu, menyadari bahwa ia baru saja menerima undangan ke lokasi terlarang: benteng pribadi Alex. Rapat hari Sabtu adalah kedok. Dan ia, entah mengapa, tidak ingin menolaknya.

Setelah panggilan dari Ruang Direksi, Nara menghubungi Tuan Hardiman dan sekretarisnya. Ia memberikan alasan logistik yang meyakinkan. Sepanjang proses itu, ia merasa tatapan dingin dari Vira, sekretaris junior, terarah padanya.

Vira, yang ambisius dan iri pada posisi Nara, menghentikannya.

"Nara, ada apa dengan Tuan Alex?" tanya Vira, nadanya terlalu santai. "Tadi dia sangat dingin saat rapat. Tapi kemudian, dia tiba-tiba membatalkan makan siang penting hanya untuk 'masalah logistik yang sepele'."

Nara menatap Vira, memegang kendali penuh. "Tuan Alex tidak pernah menganggap logistik sepele, Vira. Apalagi ini menyangkut akuisisi terbesar tahun ini. Kita harus memastikan semuanya bersih."

"Tentu saja," Vira tersenyum sinis. "Hanya saja... dia terlihat terganggu sejak kemarin. Dan kenapa dia tiba-tiba meminta kopi dingin? Dia tidak pernah menyentuh kopi dingin."

Nara merasakan dingin merayap. Alex telah menggunakan kopi dingin sebagai kode, dan kini kode itu menarik perhatian. "Itu permintaan pribadinya. Mungkin dia sedang jetlag mental setelah kunjungan mendadak ke pabrik. Fokuslah pada tugasmu."

Vira mengangguk, tetapi matanya tetap mengawasi Nara.

Kembali ke mejanya, Nara menyadari bahwa kerahasiaan mereka adalah ilusi rapuh. Setiap kebiasaan yang dilanggar akan menjadi bukti.

Nara lantas mengirim email kepada Alex, menggunakan bahasa formal.

Perihal: Konfirmasi Rapat Eterna (Sabtu, Prive Tower)

Pak Alex, saya telah mengkonfirmasi jadwal baru. Mengenai rapat di hari Sabtu, saya membutuhkan kode akses untuk masuk ke gedung dan unit apartemen Anda, mengingat ini adalah pertemuan yang bersifat sangat private.

Tidak sampai tiga puluh detik, balasan dari Alex masuk. Balasannya hanya sebuah attachment terenkripsi berisi kode digital untuk lift pribadi dan unit apartemennya. Di bagian bawah email, Alex menambahkan satu baris lagi:

Pastikan tidak ada yang melihatmu masuk. Dan jangan pernah, dalam keadaan apa pun, membicarakan kopi dingin lagi.

Nara membaca pesan itu, merasakan campuran ketakutan dan rasa mendebarkan. Alex memperjelas risiko itu; ia menyadari bahwa mata sedang mengawasi mereka, dan ia memutuskan untuk menggandakan taruhan memindahkan pertemuan terlarang mereka ke benteng pribadinya.

Sepanjang sore, hubungan kerja mereka kembali dingin. Alex hanya berkomunikasi melalui interkom atau email formal. Namun, saat Nara masuk untuk menyerahkan file terakhir, sebuah kejadian kecil terjadi.

Alex mengambil file itu, dan dengan sengaja, ibu jarinya mengusap punggung tangan Nara selama setengah detik. Itu adalah sentuhan penuh kesadaran, disengaja untuk memicu reaksi.

Nara menarik tangannya, jantungnya berpacu. Ia mendongak, dan untuk pertama kalinya, ia melihat Alex tersenyum kecil senyum tipis yang hanya menggerakkan sudut bibirnya. Itu adalah senyum seorang pria yang mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Kamu bisa pulang lebih awal hari ini, Nara," kata Alex, suaranya tenang. "Dan pastikan istirahatmu cukup sebelum hari Sabtu. Kita punya pekerjaan banyak."

"Baik, Pak," jawab Nara, buru-buru berbalik. Ia tahu 'pekerjaan' yang dimaksud Alex jauh melampaui dokumen Eterna. Dia tahu dia telah terjerat dalam permainan obsesi atasan yang mengendalikan segalanya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Bayangan di Pesta Pertunangan

    Setelah dua bulan menenggelamkan diri dalam pekerjaan dan membangun perusahaannya, Nara kembali ke Jakarta. Bukan untuk menetap, melainkan untuk memenuhi hukuman terakhir yang ia tetapkan sendiri: menyaksikan Alex Kael terikat selamanya.Pesta pertunangan resmi Alex dan Eliza diadakan di Grand Ballroom yang mewah, menjadi puncak dari sandiwara yang telah mereka rancang. Nara tidak lagi datang sebagai 'tamu bisnis'. Ia datang sebagai pemilik perusahaannya sendiri, membawa aura kesuksesan yang dingin dan tak terbantahkan.Nara mengenakan gaun velvet berwarna hijau zamrud yang elegan dan jauh lebih mewah daripada gaun hitam di acara sebelumnya. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, memancarkan kepercayaan diri yang brutal. Di lehernya, ia mengenakan kalung sederhana namun berkelas, tanpa perhiasan mencolok, ia membiarkan kesuksesannya menjadi satu-satunya aksesorisnya.Nara melangkah masuk ke ballroom yang ramai. Seketika, ia merasakan perubahan atmosfer yang familier—perhatian terf

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Sebuah Sandiwara

    Eliza, yang haus akan pengakuan dan stabilitas, terbius oleh penampilan Alex yang meyakinkan. Ia merasa Alex akhirnya serius. Sandiwara itu kembali berjalan, tetapi bagi Alex, setiap senyuman yang ia berikan pada Eliza adalah pengkhianatan yang ia bayar dengan rasa sakit Nara.Sementara Alex terperangkap dalam kemewahan palsunya, Nara kembali ke apartemen kecilnya di Zürich. Nara melakukan hal yang sama: memulai sandiwara baru untuk dirinya sendiri. Sandiwara kemandirian.Nara tahu, ia tidak bisa mengalahkan pengaruh Aldebaran dengan uang atau kekuasaan. Ia harus mengalahkan mereka dengan kreativitas dan inovasi. Nara mulai menggunakan laptop barunya untuk membangun jaringan profesionalnya di Eropa. Ia tidak melamar pekerjaan; ia mulai merancang proyek konsultasi independen sebuah ide brilian yang ia kembangkan saat bekerja untuk NovaTech.Proyeknya adalah tentang analisis risiko strategis untuk perusahaan-perusahaan start-up teknologi di Eropa, sebuah area yang jauh dari jangkauan Al

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pelucutan Terakhir

    Alex berdiri di hadapan Nara, tubuhnya menjadi perpaduan sempurna antara ancaman dan gairah. Nara telah memaksanya meninggalkan sandiwara dan tunangannya di pegunungan, hanya untuk menghadapi kebenaran di kota yang dingin ini."Apa yang kamu inginkan, Nara?" desak Alex lagi, suaranya serak. "Kamu memanggilku ke sini dengan ancaman risiko hukum. Itu adalah kebohongan. Kamu memanggilku karena kamu ingin menghukumku.""Saya memanggil Anda ke sini karena saya butuh penutupan," balas Nara, suaranya mantap. Ia tidak berteriak; ia berbicara dengan ketenangan yang menghancurkan. "Anda menghancurkan karir saya, Alex. Anda membuat saya aset yang tidak dapat dipekerjakan di mana pun di dunia. Saya datang untuk menuntut kompensasi terakhir.""Kompensasi finansial?" tanya Alex, ia mengeluarkan kartu hitam dari dompetnya. "Ambil. Ambil semua yang kamu mau. Tapi pergi!""Bukan uang," potong Nara, menatap kartu itu dengan jijik. "Uang Anda menjijikkan. Saya menuntut kebenaran. Saya menuntut Anda

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Kebebasan yang Dingin

    Nara tiba di Zürich, Swiss. Ia memilih kota itu karena keterasingannya dari jaringan bisnis Alex dan keterkenalannya akan kerahasiaan tempat yang sempurna untuk menyembunyikan kebenaran yang berat.Udara Zürich terasa dingin dan bersih, sebuah kontras nyata dengan kekacauan yang baru saja ia tinggalkan di Jakarta. Nara menyewa sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, jauh dari kemewahan suite yang Alex hibahkan. Ia ingin menghapus semua jejak kendali Alex dari hidupnya.Minggu pertama Nara dipenuhi dengan kesibukan yang terpaksa. Ia belajar bahasa lokal, mencari informasi tentang pasar kerja internasional, dan yang paling penting, memproses perpisahan yang brutal yang ia alami. Flash drive yang berisi semua bukti pengakuan obsesi Alex setiap kode, setiap chat, dan speech lamaran tersimpan aman di sebuah kotak tersembunyi. Itu adalah senjata pamungkasnya, yang ia harap tidak perlu digunakan.Nara tahu, Alex pasti sudah menyadari kepergiannya dan penolakan untuk dihubungi. Keheningan d

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Awal Kehancuran

    Pagi harinya, suasana di suite pertunangan terasa dingin dan beku. Alex keluar dari ruang kerjanya. Wajahnya pucat, tetapi topeng CEO telah dipasang kembali—lebih keras dan lebih tak bernyawa dari sebelumnya.Eliza sudah menunggunya di ruang tamu. Ia mengenakan gaun tidur sutra, tetapi tatapan matanya tajam dan penuh perhitungan."Apa yang terjadi tadi malam?" tanya Eliza, nadanya menuntut. "Kau tidak menyentuhku. Kau mengurung diri di ruang kerja. Dan kau menyebut wanita lain saat kau sedang mabuk champagne."Alex berjalan ke minibar dan menuangkan air dingin. "Aku lelah, Eliza. Tekanan dari Ayahku dan Dewan Direksi sangat besar. Wanita yang kau maksud hanyalah asisten yang aku pecat. Aku memikirkannya karena dia adalah aset yang hilang, dan itu merugikan Aldebaran.""Bohong," balas Eliza. "Kau tidak hanya memikirkan aset. Kau marah. Kau terobsesi pada wanita itu. Dan aku melihatnya, Alex. Aku melihat bagaimana kau memegang pinggulnya saat di ballroom itu bukan sentuhan formal. I

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Neraka Sang Pengantin

    Nara pergi, tetapi kehadirannya tertinggal di ballroom itu, menari di antara gemerlap kristal dan senyuman palsu. Alex berdiri membeku di sudut ruangan. Lengan yang baru saja ia gunakan untuk menarik Nara terasa dingin dan hampa.Tuan Kael Senior segera mendekat, matanya menyala marah. "Apa yang baru saja kau lakukan, Alex? Kau membiarkan asistenmu menghinaku dan merusak suasana! Dan kenapa dia begitu berani menolak tawaranku?""Ayah, Nona Nara Anjani adalah aset penting NovaTech," jawab Alex, suaranya tenang, tetapi terasa datar. "Aku tidak bisa memaksa staf perusahaan mitra kita. Ini adalah protokol bisnis yang baru.""Protokol omong kosong!" geram Tuan Kael Senior. "Wanita itu adalah masalah, Alex. Aku tidak percaya kau tidak menyadari betapa berbahayanya dia. Dia memancarkan rasa tidak hormat!""Dia adalah Kepala Strategi Operasional, Ayah. Dia hanya profesional," Alex menimpali, ia memaksakan dirinya untuk mempertahankan sandiwara itu. Ia tahu, setiap kata yang ia ucapkan adalah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status