Share

Pelanggaran total

Author: Lembayung
last update Last Updated: 2025-10-05 15:32:28

Alex memiringkan kepalanya, ciuman itu menjadi lebih terampil dan berani. Tangan Alex bergerak turun ke punggungnya, menarik tubuh Nara dengan paksa ke tubuhnya yang hangat dan keras. Nara bisa merasakan Alex sepenuhnya, sensasi yang memabukkan dan menghancurkan.

Hari ini Alex kembali dari Cikarang sedikit lebih awal, sekitar pukul 16.00. Wajahnya tampak lebih lelah. Namun, bukannya langsung istirahat, ia langsung masuk ke ruang kerjanya dan membanting pintu.

Nara tahu ada sesuatu yang tidak beres. Alex Kael tidak pernah membanting apa pun. Ia mengetuk pintu, membawa sebotol air mineral dingin.

"Masuk," suara Alex terdengar tegang.

Ketika Nara masuk, Alex sudah melonggarkan dasinya dan melepaskan jasnya. Ia berdiri di dekat jendela, memandangi kota.

"Pabrik di sana bermasalah," kata Alex, tanpa menoleh. "Masalah teknis yang seharusnya sudah selesai. Ada kelalaian besar. Mereka pikir saya tidak akan datang dan melihat sendiri."

"Bagaimana tindakan Anda, Pak?" tanya Nara, menaruh botol air di meja.

Alex akhirnya berbalik. Ekspresinya adalah campuran amarah profesional dan kelelahan pribadi. "Saya memecat manajer operasional di tempat, dan memberikan waktu 24 jam untuk laporan perbaikan. Tidak ada yang luput dari pengawasan saya, Nara. Tidak ada." Kalimat terakhir itu terasa seperti bukan hanya peringatan untuk karyawannya, melainkan juga pengingat bahwa kontrol adalah segalanya bagi Alex.

Nara memproses informasi tersebut. "Baik, saya akan siapkan surat PHK dan surat teguran untuk HRD. Rapat investor akan dimulai dalam dua puluh menit."

Alex mengangguk, lalu berjalan ke mejanya. Saat berjalan, ia tiba-tiba berhenti. Ia mengambil handuk kecil yang ia gunakan untuk mengeringkan keringat di lehernya dan meletakkannya di meja.

"Bisakah kamu lihat ini?" tanya Alex, menunjuk ke bahunya. "Sepertinya ada noda oli."

Nara mendekat, jarak profesional mereka kini tinggal sejengkal. Aroma keringat, bau pabrik, dan cologne mahal Alex berbaur, menciptakan keharuman yang aneh, kasar, namun intim.

Nara mendekatkan pandangannya. "Iya, ada sedikit noda, Pak. Anda harus ganti kemeja sebelum rapat."

Alex menoleh, dan wajahnya kini begitu dekat dengan wajah Nara. Matanya menangkap tatapan Nara. Kelelahan di matanya telah berganti dengan sesuatu yang gelap dan menantang.

"Saya tidak punya kemeja ganti di sini," bisik Alex. Suaranya rendah dan serak.

"Saya akan menghubungi"

"Tidak perlu," potong Alex. Tiba-tiba, ia mengangkat tangannya dan menyentuh sisi pipi Nara dengan ibu jarinya. Sentuhan itu tidak kasar, tetapi sangat panas dan pasti. "Lupakan kemeja itu."

Tangan itu bergerak cepat dari pipi ke belakang leher Nara, menariknya. Tindakan itu adalah pelanggaran aturan, pelanggaran segalanya. Nara tidak sempat bereaksi selain merasakan napasnya tercekat.

Bibir Alex mendarat. Ciuman itu adalah manifestasi dari lelah, amarah, dan obsesi yang terlarang. Alex menciumnya dengan kekuatan seorang pria yang baru saja kehilangan kendali di tempat kerjanya dan memutuskan untuk mengambil kembali kontrol dengan menaklukkan Nara.

Nara membalasnya dengan intensitas yang sama. Ia merasakan Alex mendorongnya mundur perlahan, hingga punggungnya menyentuh dinding kaca yang dingin, membiarkan tubuh Alex menjadi satu-satunya sumber kehangatan. Tangan Alex kini menangkup wajah Nara, seolah ingin memastikan bahwa Nara ada di sana, nyata.

Nara menggenggam kemeja Alex erat, menariknya maju, menuntut lebih. Dalam waktu kurang dari satu menit, semua ketegasan dan profesionalisme yang mereka bangun selama dua tahun hancur lebur di ruang direksi yang dingin itu.

Ciuman itu semakin dalam, semakin menuntut. Itu adalah ledakan emosi terpendam.

Nara merespons dengan keberanian tak terduga. Ia menarik-narik sedikit kemeja Alex yang basah oleh keringat. Sentuhan kasar itu bau oli dan keringat, berpadu dengan cologne mahal adalah gairah yang otentik dan terlarang.

Alex melepaskan ciuman, hanya untuk beralih ke leher Nara. Ia menyusuri tulang selangka Nara dengan ciuman basah dan hisapan lembut. Tangan Nara secara naluriah mencengkeram rambut di tengkuk Alex, menariknya lebih dekat.

"Nara..." desah Alex. Namanya terdengar penuh kerentanan dan obsesi total.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Bayangan di Pesta Pertunangan

    Setelah dua bulan menenggelamkan diri dalam pekerjaan dan membangun perusahaannya, Nara kembali ke Jakarta. Bukan untuk menetap, melainkan untuk memenuhi hukuman terakhir yang ia tetapkan sendiri: menyaksikan Alex Kael terikat selamanya.Pesta pertunangan resmi Alex dan Eliza diadakan di Grand Ballroom yang mewah, menjadi puncak dari sandiwara yang telah mereka rancang. Nara tidak lagi datang sebagai 'tamu bisnis'. Ia datang sebagai pemilik perusahaannya sendiri, membawa aura kesuksesan yang dingin dan tak terbantahkan.Nara mengenakan gaun velvet berwarna hijau zamrud yang elegan dan jauh lebih mewah daripada gaun hitam di acara sebelumnya. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, memancarkan kepercayaan diri yang brutal. Di lehernya, ia mengenakan kalung sederhana namun berkelas, tanpa perhiasan mencolok, ia membiarkan kesuksesannya menjadi satu-satunya aksesorisnya.Nara melangkah masuk ke ballroom yang ramai. Seketika, ia merasakan perubahan atmosfer yang familier—perhatian terf

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Sebuah Sandiwara

    Eliza, yang haus akan pengakuan dan stabilitas, terbius oleh penampilan Alex yang meyakinkan. Ia merasa Alex akhirnya serius. Sandiwara itu kembali berjalan, tetapi bagi Alex, setiap senyuman yang ia berikan pada Eliza adalah pengkhianatan yang ia bayar dengan rasa sakit Nara.Sementara Alex terperangkap dalam kemewahan palsunya, Nara kembali ke apartemen kecilnya di Zürich. Nara melakukan hal yang sama: memulai sandiwara baru untuk dirinya sendiri. Sandiwara kemandirian.Nara tahu, ia tidak bisa mengalahkan pengaruh Aldebaran dengan uang atau kekuasaan. Ia harus mengalahkan mereka dengan kreativitas dan inovasi. Nara mulai menggunakan laptop barunya untuk membangun jaringan profesionalnya di Eropa. Ia tidak melamar pekerjaan; ia mulai merancang proyek konsultasi independen sebuah ide brilian yang ia kembangkan saat bekerja untuk NovaTech.Proyeknya adalah tentang analisis risiko strategis untuk perusahaan-perusahaan start-up teknologi di Eropa, sebuah area yang jauh dari jangkauan Al

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pelucutan Terakhir

    Alex berdiri di hadapan Nara, tubuhnya menjadi perpaduan sempurna antara ancaman dan gairah. Nara telah memaksanya meninggalkan sandiwara dan tunangannya di pegunungan, hanya untuk menghadapi kebenaran di kota yang dingin ini."Apa yang kamu inginkan, Nara?" desak Alex lagi, suaranya serak. "Kamu memanggilku ke sini dengan ancaman risiko hukum. Itu adalah kebohongan. Kamu memanggilku karena kamu ingin menghukumku.""Saya memanggil Anda ke sini karena saya butuh penutupan," balas Nara, suaranya mantap. Ia tidak berteriak; ia berbicara dengan ketenangan yang menghancurkan. "Anda menghancurkan karir saya, Alex. Anda membuat saya aset yang tidak dapat dipekerjakan di mana pun di dunia. Saya datang untuk menuntut kompensasi terakhir.""Kompensasi finansial?" tanya Alex, ia mengeluarkan kartu hitam dari dompetnya. "Ambil. Ambil semua yang kamu mau. Tapi pergi!""Bukan uang," potong Nara, menatap kartu itu dengan jijik. "Uang Anda menjijikkan. Saya menuntut kebenaran. Saya menuntut Anda

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Kebebasan yang Dingin

    Nara tiba di Zürich, Swiss. Ia memilih kota itu karena keterasingannya dari jaringan bisnis Alex dan keterkenalannya akan kerahasiaan tempat yang sempurna untuk menyembunyikan kebenaran yang berat.Udara Zürich terasa dingin dan bersih, sebuah kontras nyata dengan kekacauan yang baru saja ia tinggalkan di Jakarta. Nara menyewa sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, jauh dari kemewahan suite yang Alex hibahkan. Ia ingin menghapus semua jejak kendali Alex dari hidupnya.Minggu pertama Nara dipenuhi dengan kesibukan yang terpaksa. Ia belajar bahasa lokal, mencari informasi tentang pasar kerja internasional, dan yang paling penting, memproses perpisahan yang brutal yang ia alami. Flash drive yang berisi semua bukti pengakuan obsesi Alex setiap kode, setiap chat, dan speech lamaran tersimpan aman di sebuah kotak tersembunyi. Itu adalah senjata pamungkasnya, yang ia harap tidak perlu digunakan.Nara tahu, Alex pasti sudah menyadari kepergiannya dan penolakan untuk dihubungi. Keheningan d

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Awal Kehancuran

    Pagi harinya, suasana di suite pertunangan terasa dingin dan beku. Alex keluar dari ruang kerjanya. Wajahnya pucat, tetapi topeng CEO telah dipasang kembali—lebih keras dan lebih tak bernyawa dari sebelumnya.Eliza sudah menunggunya di ruang tamu. Ia mengenakan gaun tidur sutra, tetapi tatapan matanya tajam dan penuh perhitungan."Apa yang terjadi tadi malam?" tanya Eliza, nadanya menuntut. "Kau tidak menyentuhku. Kau mengurung diri di ruang kerja. Dan kau menyebut wanita lain saat kau sedang mabuk champagne."Alex berjalan ke minibar dan menuangkan air dingin. "Aku lelah, Eliza. Tekanan dari Ayahku dan Dewan Direksi sangat besar. Wanita yang kau maksud hanyalah asisten yang aku pecat. Aku memikirkannya karena dia adalah aset yang hilang, dan itu merugikan Aldebaran.""Bohong," balas Eliza. "Kau tidak hanya memikirkan aset. Kau marah. Kau terobsesi pada wanita itu. Dan aku melihatnya, Alex. Aku melihat bagaimana kau memegang pinggulnya saat di ballroom itu bukan sentuhan formal. I

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Neraka Sang Pengantin

    Nara pergi, tetapi kehadirannya tertinggal di ballroom itu, menari di antara gemerlap kristal dan senyuman palsu. Alex berdiri membeku di sudut ruangan. Lengan yang baru saja ia gunakan untuk menarik Nara terasa dingin dan hampa.Tuan Kael Senior segera mendekat, matanya menyala marah. "Apa yang baru saja kau lakukan, Alex? Kau membiarkan asistenmu menghinaku dan merusak suasana! Dan kenapa dia begitu berani menolak tawaranku?""Ayah, Nona Nara Anjani adalah aset penting NovaTech," jawab Alex, suaranya tenang, tetapi terasa datar. "Aku tidak bisa memaksa staf perusahaan mitra kita. Ini adalah protokol bisnis yang baru.""Protokol omong kosong!" geram Tuan Kael Senior. "Wanita itu adalah masalah, Alex. Aku tidak percaya kau tidak menyadari betapa berbahayanya dia. Dia memancarkan rasa tidak hormat!""Dia adalah Kepala Strategi Operasional, Ayah. Dia hanya profesional," Alex menimpali, ia memaksakan dirinya untuk mempertahankan sandiwara itu. Ia tahu, setiap kata yang ia ucapkan adalah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status