Home / Romansa / Obsessed with You / Bab 6. Basement

Share

Bab 6. Basement

Author: Nafish Grey
last update Last Updated: 2025-01-31 23:16:52

Mobil La Rose Noire Droptail berwarna merah itu berhenti di depan Ivy. Pintunya terbuka dan menampilkan sepatu kulit mahal dari sang pemilik.

Daniel Forrester berdiri di hadapan Ivy dengan tangan terulur padanya. "Aku datang menjemput pengantinku." Ia menunggu sampai Ivy menerima uluran tangannya. Dalam sekali sentakan, pria itu menarik Ivy ke dalam pelukan hangat.

"Daniel ...." Ivy terkesiap.

"Kau bisa menangis di dadaku." Dengan perlahan, pria tampan itu menepuk punggung Ivy.

Rahang Ivy berkedut, menahan gejolak emosi. Air matanya tak bisa dibendung, dia kembali menangis pedih, memeluk tubuh Daniel seperti memeluk sekoci di lautan lepas. Pria ini, adalah tempat dia menggantungkan hidup, mulai dari sekarang.

"Ayo!" Daniel mengurai pelukan mereka, membukakan pintu bagi Ivy.

Sang gadis begitu terpukau dengan interior mewah yang berwarna senada dengan cat mobil. Indah. Elegan. Mahal. Dia jadi takut mengotori jok, mengingat tadi sempat duduk di pinggir jalan.

"Kenapa? Kau tak suka dengan mobil ini?" Daniel menyadari ekspresi Ivy setelah masuk ke dalam mobil.

"Bu-bukan begitu." Ivy bergerak canggung.

"Nanti kita pilih mobil yang kamu suka."

"Hah?! Apa?!"

Daniel tersenyum memesona. "Mulai sekarang, kamu ga usah khawatir apa pun. What's mine is yours."

Ivy mengedipkan matanya lamat-lamat, merasa canggung. Bolehkah dia mengecap kebahagiaan ini? Hidup mandiri selama lebih dari 20 tahun membuat Ivy merasa tak nyaman menerima pemberian orang.

"Kita ke mana sekarang?"

"Home," jawab Daniel.

"Rumahmu?"

"Rumah kita."

"But Daniel ...." Jantung Ivy berdetak tak karuan.

"Hm?!"

"Bisakah kita tak melakukan hubungan sampai resmi menikah?"

"Why? Jangan kuatir, aku pasti menikahimu."

"Please, sebenarnya aku ingin menyerahkan tubuhku pada suamiku kelak, tapi karena kejadian itu ...."

"Ah ...." Daniel mengangguk mengerti. Wanita memang makhluk penuh perasaan. "Okay."

Ivy langsung menarik napas lega mendengar persetujuan pria tampan itu.

Mereka sampai di mansion mewah berlantai 5, Ivy dibawa ke sebuah kamar indah di lantai 3. Sang gadis memilih membersihkan diri karena Daniel bilang akan makan malam dengannya satu jam lagi.

Tok! Tok!

Ivy terkesiap terkejut, baru saja selesai memakai gaun tidur. Kepalanya berdenyut-denyut sekarang, mungkin karena dia terlambat makan dan kelelahan. Ivy merasa pusing.

"Ya!"

"Nona, Tuan Daniel mengundang Anda makan malam sekarang."

"Baik!" Ivy bergegas membuka pintu.

"Mari ikuti saya Nona Ivy." Pelayan paruh itu menunjukkan jalan.

Ivy dibawa masuk ke dalam lift. Tiba-tiba alat komunikasi serupa walki talkie yang dipegangnya berbunyi statis.

"Kami butuh bantuan di lantai 2."

Pelayan itu segera menekan tombol ke lantai 2, dia kembali menekan tombol di device-nya. "Tolong tunggu Nona Ivy di lift lantai satu."

Lift berhenti di lantai 2. Sang pelayan membungkuk hormat. " Maaf, Nona Ivy. Silakan turun ke lantai 1, nanti pelayan lain yang akan membawa Nona ke ruang makan."

"Ah, ya. Tak masalah." Ivy mengangguk mengerti. Ia berniat menekan tombol lantai satu, tapi tubuhnya limbung dan tanpa sengaja tangannya malah menekan tombol ke basement. Pintu lift menutup. Ivy yang masih tak sadar memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri.

Ting!

Pintu lift berdenting terbuka, mata Ivy membelalak tak percaya dengan pemandangan di hadapannya. Ia melangkah keluar kebingungan.

Di dalam ruang bawah tanah yang luas, barisan mobil mewah terparkir dengan rapi, masing-masing menampilkan kilauan yang memantul dari lampu penerangan overhead yang terang. Setiap mobil, dari merek ternama seperti Ferrari hingga Lamborghini, berdiri dengan bodi yang mengilap, dicat dengan warna-warna mencolok seperti merah ruby dan hitam pekat.

Jendela-jendela mobil tampak seperti cermin, begitu bersih dan jernih sehingga membiaskan cahaya yang menerpa. Ban-ban mobil tampak belum terjamah, dengan garis-garis tapak yang masih sempurna.

Ivy berjalan mengagumi mobil-mobil tersebut. Tak ada pelayan di sini, ke mana mereka? Apa dia salah lantai? Di ujung ruangan Ivy melihat sebuah pintu besar. Ia melangkah gugup ke sana.

"Hallo!" panggilnya, perlahan membuka pintu kayu tersebut.

Ruangan itu gelap gulita, jantung Ivy mulai berdetak takut. Dia menoleh ke arah pintu lift di kejauhan yang sudah menutup. Apa sebaiknya dia kembali ke sana dan naik ke lantai atas?

Namun penasaran menghantuinya, tangannya menyentuh dinding di samping pintu, sebuah saklar teraba.

Tak!

Lampu segera menerangi ruangan, Ivy terpana melihat sebuah tempat tidur besar, tidak! Sangat besar, sekitar dua kali king size mendominasi isi kamar. Rantai-rantai borgol bergantung canggung di dinding, begitu juga dengan tali-tali yang digulung rapi di samping rantai.

"Tempat apa ini?" Ivy menatap tak percaya pada kaca raksasa yang memenuhi dinding, tepat di hadapan tempat tidur besar tersebut, membuat siapa pun yang tidur di sana bisa melihat dirinya dengan jelas. Tidak! Kaca tak hanya berada di dinding, tapi juga di atas langit-langit.

Ivy berputar, menatap sekeliling dengan takjub. Di meja panjang di sudut, puluhan botol-botol baby oil terpajang rapi, juga puluhan kotak-kotak tisu dan tube-tube aneh tanpa keterangan apa pun.

Ivy berjalan menghampiri meja tersebut, ia penasaran dengan begitu banyak laci di bawah meja. Tangannya bergerak membuka salah satu laci di baris pertama.

"Nona Ivy!" Seruan itu membuat Ivy terkejut, dia menoleh ke pintu.

Seorang pelayan dengan napas ngos-ngosan berlari menghampirinya. "Nona, bukan di sini tempatnya. Mari saya antar!" Dia menggandeng lengan Ivy cepat, hampir menyeret gadis itu keluar dari kamar aneh ini.

"Tempat apa itu?" tanya Ivy saat mereka sampai di lift.

Si pelayan mengusap keningnya yang penuh peluh, dia berdeham canggung, berusaha tersenyum ramah, tapi malah kelihatan seperti menyeringai. "Itu kamar untuk syuting. Tim iklan sering ke sana untuk syuting mobil-mobil mewah."

"Oh, begitu." Ivy merasa jawaban pelayan masuk akal, tapi dia masih merasa aneh dengan baby oil, tisu, dan juga rantai borgol di dinding. Untuk apa semua benda tersebut yang sama sekali tak berhubungan dengan kendaraan.

Pelayan membawanya ke ruang makan. Di sana Daniel dengan busana kasual terlihat memesona.

"Sebelum kita makan, ada sesuatu yang ingin kubicarakan." Daniel menuntun Ivy duduk. Ia meletakkan sebuah dokumen di hadapan gadis itu.

"Ini adalah dokumen pelunasan semua utang-utangmu."

Dengan gugup Ivy meraih dokumen dan membacanya dalam hati. Kata Lunas membuat Ivy mengembuskan napas lega.

"Dan ini ... adalah surat perjanjian kita." Daniel meletakkan sebuah surat perjanjian.

Ivy meneguk saliva.

"Tanda tangan di sini."

"Untuk apa?!"

"Ivy Sayang." Daniel menunduk hingga dagunya hampir menyentuh bahu Ivy. "Aku seorang pengusaha, kau tentu tahu, kami tak melakukan transaksi tanpa kepastian. Dengan surat ini, kau tak bisa ingkar janji setelah aku melunasi semua utang-utangmu." Daniel meraih tangan Ivy, menyelipkan pena ke sana.

Jantung Ivy berdentum kalut, instingnya menderingkan peringatan. Jika dia tanda tangan sekarang, dia tak akan bisa melarikan diri dari Daniel. Pikirannya kembali memutar visual kamar aneh tersebut.

"Kenapa? Kau ragu sekarang?" Daniel mengecup pipinya. Napas panasnya menerpa telinga Ivy.

"A-aku ...."

"Jangan ragu, aku janji ... akan memperlakukanmu dengan baik, membuatmu jatuh cinta padaku." Tangan Daniel menggenggam tangan Ivy, mengarahkan gadis itu untuk tanda tangan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsessed with You   Bab 115. Mulai Terkuak

    Sewaktu malam tiba, Molly yang sudah mencuri pakaian malam Ivy, anting, serta make-upnya, mulai menjalankan aksinya. Ia menunggu Daniel mengunjungi kamar di basement. Benar saja, setelah jam menunjukkan pukul 12 malam, Daniel terlihat menuruni lift menuju basement.Tak lama kemudian, Molly yang sudah berdandan serupa Ivy ikut masuk, dia lagi-lagi mematikan lampu dan membuat Daniel salah mengira."Sayang, kau malu lagi. Kau tak ingin bersuara dan mematikan lampu." Daniel memeluk tubuh wanita itu penuh kasih."Boleh kita melakukannya lagi malam ini?" Wanita itu mengangguk sebagai jawaban. Keduanya lalu mulai bergumul, berciuman mesra, dan kembali menyalurkan hasrat. Daniel mengira Ivy berubah menjadi berani sejak mengutarakan kecemburuannya pada Molly. Dia juga mengambil alih berada di atas Daniel tanpa malu, tampak sangat alih menggerakkan bokong."Uh, Iv." Daniel merasa sangat puas. Keduanya berpacu semakin cepat, tak cukup hanya satu kali pencapaian. Mereka melakukannya hampir se

  • Obsessed with You   Bab 114. Malam tak Terduga

    Ruangan itu sunyi.Hanya deru napas berat Daniel yang terdengar, berdenting bersama suara hujan yang memukul jendela kaca basement. Ia berdiri di tengah ruangan itu—tempat yang hampir tak pernah ia sentuh lagi setelah Ivy datang ke hidupnya. Tapi kini, semuanya terasa jauh. Ivy menolaknya semalam. Bukan dengan amarah, tapi dengan ketakutan. Bukan dengan kebencian, tapi trauma yang tak bisa ia sembuhkan.Ia memejamkan mata, tangan mencengkeram spring bed raksasa di tengah ruangan."Aku membuatnya takut," gumamnya.Bayangan wajah Ivy muncul, lalu menghilang digantikan Christian. Pengkhianatan, luka, darah, dan jeritan bergema dalam benaknya. Ia tersenyum pahit. Mungkin dunia lebih baik tanpa dirinya.Pintu terbuka pelan.Langkah sepatu tinggi terdengar mendekat. Daniel tidak menoleh. Pikirannya sedang kacau.Tak!Saklar dimatikan hingga kegelapan total membuatnya tak bisa melihat apa pun. Suara napas Daniel terdengar keras di antara keheningan.Seseorang berdiri di belakangnya, mengenak

  • Obsessed with You   Bab 113. Penolakan

    Kamar hotel deluxe itu terasa hangat oleh cahaya temaram dan aroma lembut lavender yang menguar dari diffuser di sudut ruangan. Ivy berdiri di depan cermin, mengganti pakaiannya dengan kimono tipis hotel. Ia baru saja selesai mencuci muka saat Daniel menghampirinya dari belakang. "Lapar? Mau makan apa?"Ia menggeleng pelan, berjalan ke dekat jendela. Ivy meringkuk di depan jendela besar yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit. Pandangan kosong, berlabuh di mana.Daniel membawakan dua cangkir teh hangat kepada istrinya, ia letakkan di meja lalu menarik kursi untuk duduk di samping Ivy.Musik mengalun lembut menenangkan dari ponsel Daniel. Ivy mengetuk sandaran kursi dengan jemarinya sesuai rima. Tuk. Tuk. Tuk. "Minum dulu, aku pesan teh." Daniel menyerahkan cangkir teh ke tangan Ivy."Makasih." Ivy menerimanya dan menyesap teh lamat-lamat. Bibirnya tertarik membentuk senyum tipis, matanya terpejam menikmati kehangatan dan rasa manis yang melebur di dalam mulut.

  • Obsessed with You   Bab 112. Rencana Molly

    "Apa?!" Daniel mendekat, merengkuh tubuh Ivy. "Jangan berpikir yang tidak-tidak.""Jawab saja!""Tidak! Tidak, Iv! Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?""Bagaimana kalau dia suka padamu?"Mata hijau Daniel membola. Ivy melihatnya. "Oh, jadi kau sadar?""Kau terlalu banyak berpikir, Iv. Hubunganku dan Molly tak seperti itu. Dia sahabatmu. Orang yang membantu kita mengurus Dean."Ivy meremas rambutnya. "Aku tahu, aku harusnya tak boleh begini. Daniel, aku tak mengerti dengan diriku sendiri. Aku tak normal!" Ia lalu mulai memukul kepalanya sendiri.Daniel dengan sigap menahan lengan Ivy. "Tidak, Iv. Tidak! I'm sorry. Aku tak akan membuatmu ragu, kita jalan-jalan berdua saja, tak perlu ada Molly.""Bukan begitu maksudku! Aku ...." Ivy tak tak bisa meregulasi emosinya."Kau perlu menenangkan dirimu. Ayo, kita ke tempat yang lebih tenang." Daniel membopong Ivy, dia berjalan cepat keluar kamar.Saat melalui ruang tamu, Molly berpapasan dengan mereka."Ada apa? Kenapa Ivy?"Ivy menyembunyik

  • Obsessed with You   Bab 111. Bagai Duri Dalam Daging

    Daniel memarkir mobilnya di depan rumah Ivy, menunggu dengan sabar. Tak lama kemudian, Molly keluar dari rumah dengan langkah cepat, membawa tas kecil di tangannya."Terima kasih sudah mau mengantar, Daniel," ucap Molly sambil masuk ke dalam mobil.Daniel hanya mengangguk, menyalakan mesin mobil dan mulai melaju di jalanan yang basah oleh gerimis. Di dalam mobil, suasana hening menyelimuti mereka berdua. Hanya suara wiper yang bergerak ritmis dan desiran ban melintasi jalan basah.Molly mencuri pandang ke arah Daniel, memperhatikan wajah pria itu yang fokus menyetir. Ia kemudian membuka percakapan, "Ibu pasti senang bisa melihatku lagi. Sudah lama sejak terakhir kali aku menjenguknya."Daniel tersenyum tipis. "Kau harus sering menjenguknya, Ivy sudah bisa ditinggal sendirian dengan Dean, atau minta Jenna membantu."Molly tersenyum, lalu dengan hati-hati menyentuh lengan Daniel. "Terima kasih, kalian sangat baik padaku. Aku tak perlu memikirkan masalah keuangan lagi."Daniel menoleh se

  • Obsessed with You   Bab 110. Molly Beraksi

    Gadis itu terus menyentuh wajah suaminya di foto. Ivy tak mungkin salah mengira dengan maksud terselubung Molly. Ivy menggeleng ketakutan, memegang kepalanya. Tidak! Tidak mungkin, sahabatnya sendiri kini mengincar suaminya. Ia berbalik takut, begitu cepat hingga tanpa sengaja menjatuhkan barang pajangan yang digantung di dinding.Prang!Keramik pajangan berbentuk patung bayi hancur berantakan. Molly terkesiap, ia segera melihat keluar dapur, tapi hanya menemukan pecahan keramik. Tak ada seorang pun berada di lorong.Jantung Molly berdetak cepat, apa pelayan melihat tingkahnya? Ia menggigit jari ketakutan. Tidak! Selama bukan Ivy, semua akan baik-baik saja. Molly bergegas kembali ke dalam kamarnya setelah membereskan pecahan keramik.Ivy juga sudah kembali ke dalam kamarnya, napasnya terengah-engah. Daniel berbalik terkejut mendengar suara pintu ditutup terburu-buru. "Ivy, ada apa?" Daniel mengusap kelopak matanya.Ivy menggeleng pelan. "Tidurlah, aku dari dapur tadi, haus.""Sini."

  • Obsessed with You   Bab 109. Masalah Lain

    "Apa yang terjadi, kenapa istri saya tidak sadar sampai sekarang?" tanya Daniel khawatir.Sang dokter membetulkan letak kacamatanya. "Nyonya Ivy mengalami syok yang membuatnya koma.""Apa?!" Daniel merasa dunianya runtuh. "Tapi Ivy akan sadar 'kan, Dok?""Semoga saja, semua tanda vitalnya sudah membaik, cobalah berbicara terus dengan Nyonya Ivy setiap hari."Daniel mengembuskan napas keras, tak bisa melakukan apa pun selain mengiyakan dokternya.Setelah dokter tersebut pamit. Daniel menarik kursi ke dekat brankar, memegang lengan Ivy penuh kasih. Kecupan hangatnya mendarat di punggung tangan istrinya."Iv, putra kita membutuhkanmu. Aku ... membutuhkanku. Tolong! Kembalilah padaku."***Ruangan itu putih bersih tanpa batas, terasa hangat dan tenang. Ivy berdiri di tengahnya, mengenakan gaun putih sederhana. Wajahnya pucat, tapi matanya memancarkan kesedihan yang mendalam.Perlahan, dari kejauhan muncul sosok Christian. Dia tampak seperti saat terakhir Ivy melihatnya: tegar namun ada se

  • Obsessed with You   Bab 108. I Still Love You

    Hal terbodoh yang pernah terlintas dalam kepala Ivy adalah mengakhiri semua dengan menghabisi sang sumber masalah.Ya! Melihat Daniel sudah membawa pergi buah hati mereka bersama Molly, Ivy tak menginginkan apa pun lagi. Sebenarnya, jauh di dasar hatinya, Ivy sudah lelah. Ia tak ingin jatuh ke tangan Christian meskipun hanya sekejap saja.Ivy tahu Daniel punya rencana sendiri, hanya saja ... Ivy terlalu muak dengan semua kekacauan, terlebih lagi melibat begitu banyak senjata api yang Christian bawa membuat hatinya takut. Pria itu, tentu saja tak akan segan untuk membunuh Daniel.Dor!Ivy menarik picu pistolnya, menembak tepat ke jantung Christian dari belakang. Semua orang tak menyangka, jika gadis lembut sepertinya akan melakukan tindakan impulsif.Christian menatap ke lubang peluru yang terus mengucurkan darah, bibirnya terbuka, ia mengangkat pandangan ke arah Ivy. Gadis itu masih dengan tangan gemetar hebat memegang pistolnya kuat-kuat."Christ, hari ini ... aku akan menemanimu ke

  • Obsessed with You   Bab 107. Pertukaran

    Langit senja memancarkan cahaya keemasan, menciptakan bayangan panjang di antara pepohonan. Di sebuah area terbuka yang tersembunyi, Daniel dan Ivy berdiri berhadapan. Ivy memegang pistol dengan tangan gemetar, sementara Daniel mengawasinya dengan penuh perhatian."Langkah pertama, selalu anggap senjata itu terisi. Jangan pernah mengarahkannya ke sesuatu yang tidak ingin kamu hancurkan," ucap Daniel tegas.Ivy mengangguk, mencoba menenangkan dirinya."Sekarang, pegang dengan kedua tangan. Jari telunjuk di luar pelatuk sampai kamu siap menembak."Ivy mengikuti instruksinya, menempatkan jari telunjuk di sepanjang bingkai pistol."Bagus. Fokus pada targetmu. Pastikan kamu tahu apa yang ada di belakangnya juga."Ivy mengarahkan pistol ke arah pohon tua di kejauhan. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya."Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya." Tangan Ivy tampak sedikit gemetar karena tegang.Daniel tersenyum menenangkan. "Aku tahu. Tapi kamu kuat, Ivy. Ki

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status