Home / Romansa / Oh, Ampun Pak CEO! / Pernikahan Paksa

Share

Oh, Ampun Pak CEO!
Oh, Ampun Pak CEO!
Author: Queen Mylea

Pernikahan Paksa

Author: Queen Mylea
last update Last Updated: 2025-12-16 15:12:43

Sret. Sret. Sreeeet!

Gaun pengantin mewah berlapis kristal Swarovski terseret di sepanjang koridor hotel bintang lima, memantulkan cahaya lampu chandelier yang berkilau. Riasan Bianca Cassandra terlihat sempurna. Rambutnya disanggul elegan dengan tiara bertabur berlian.

Sayangnya, ekspresinya sangat jauh dari kata elegan.

Wanita itu terlihat sangat panik. Ia berlari sekuat tenaga sambil beberapa kali menoleh ke belakang, seolah malaikat pencabut nyawa sedang mengincarnya.

“KEJAR DIA! JANGAN SAMPAI KABUR!” teriak pengawal bersetelan hitam.

Bianca mendongak dengan napas tersengal. "Ya ampun! Mereka tambah banyak. Sialan!"

Ia mencengkeram roknya, mengangkatnya tinggi-tinggi, lalu berlari sekencang mungkin meskipun sejujurnya gaun itu terasa begitu berat dan menyesakkan.

High heels silver bertabur Swarovski menusuk telapak kakinya. Tumitnya tersangkut. Bianca mendengus, nafasnya memburu. "Arrrgh, sial! Aku gak bisa lari pakai beginian!!”

Tanpa ragu ia mencopot high heels itu begitu lalu melemparkannya ke belakang.

BRUK!

“ADUH!!”

Satu pengawal terkena lemparan tepat di wajah.

"Uupps, Sorry, Pak! Gak sengaja!" teriak Bianca seperti meledek saat melihat salah satu penjaga terkena ujung high heels tepat di jidatnya.

"KURANG AJAR!! CEPAT TANGKAP DIA!" teriak pengawal itu saat Bianca berlari menjauh.

Tanpa alas kaki, ia berlari kencang menyusuri lorong mewah. Suara langkah pengawal bergema keras di belakangnya.

BRAAKK!

Ia menabrak trolley housekeeping dan menjatuhkan tumpukan handuk.

“Ma–maaf, Mbak! Saya buru-buru!" Bianca menjerit tanpa menoleh.

Ia melompat melewati keranjang laundry.

Berlari ke lorong lain. Belok ke kanan, lalu kiri, lalu turun satu lantai melalui tangga darurat.

Napasnya makin memburu. “Aku harus keluar dari hotel ini. Aku harus ketemu Rendi! Aku gak mau dinikahin sama laki-laki tua hidung belang cuma karena perusahaan papa mau bangkrut!! Enak aja, papa yang punya masalah, tapi aku yang harus ditumbalkan."

Ia membuka pintu darurat di lantai berikutnya. Suasana mulai hening. Kosong, tidak ada suara para pengawal yang mengejarnya lagi.

“YES! Aku berhasil! Mereka sepertinya sudah gak ngejar lagi." Bianca berbisik lega.

Lelah menuruni tangga, ia pun mencari jalan lain. Bianca mulai berjalan cepat menuju lift di koridor itu. Ia menekan tombol berkali-kali.

Ding.

Pintu terbuka. Bianca masuk, dengan tergesa segera menekan tombol “Lobi”.

Pintu hampir menutup, Wanita itu tersenyum lebar. Akhirnya ia bisa kabur dari para pengawal menyebalkan itu.

“Bye, para kacung!” bisiknya sambil tersenyum penuh kemenangan. Namun ...

DUGH.

Empat tangan besar menjepit pintu dari luar.

“WHAT?! TIDAKKK!!”

Pengawal itu memaksa pintu terbuka. Salah satu dari mereka berseru sambil tersenyum menyeringai. "KITA MENEMUKANNYA!”

Bianca menjerit sambil mencakar tangan orang pertama yang masuk. "NO! Pergi kalian! Jangan coba-coba sentuh aku!" Wanita itu memberontak.

Namun dua pengawal lain langsung menariknya keluar.

“LEPASKAN AKU! KALIAN GAK TAHU SIAPA AKU, HAH?!"

“Kami hanya menjalankan perintah, Nona,” jawab seorang pengawal datar.

Mereka menyeret Bianca, tapi tubuh mungil itu masih memberontak.

"Aku mohon, lepaskan aku! Aku gak mau menikah dengan laki-laki kejam itu. Bos kalian itu sudah bau tanah, tolong jangan nodai gadis suci ini," ucapnya memelas. Ia terus memohon dengan suara rendah dan tangisan yang seperti dibuat-buat, berharap para pengawal akan iba.

Namun sayangnya, tidak. Keempat pria berjas hitam itu tetap membawanya, bahkan mengangkat tubuhnya karena Bianca terus saja berusaha melarikan diri.

"Tenanglah, Nona. Tubuh anda akan sakit jika terus memberontak. Tuan akan sangat marah jika melihat riasan anda kacau, begitupun dengan sangulnya. Pasrah saja, anda tidak akan bisa lari kemanapun, Nona!"

Bianca menjerit lagi. Kembali histeris dengan tubuh yang terus memberontak seperti anak kecil yang sedang tantrum. "AARGGHH, GAK MAU! POKOKNYA LEPASKAN AKU!!”

“Maaf. Anda harus kembali. Tuan besar sudah menunggu.”

Bianca melawan mati-matian, tapi semakin lama, tenaganya pun menjadi lemah. "Lepaskan aku! Aku udah punya pacar. Aku gak mau menikah dengan pria tua. Huhuhu... Tolong lepaskan aku," suaranya lirih, serak dan lemah.

Rengekannya bagai nyanyian untuk para pengawal itu menuju sebuah ruangan dimana seseorang sedang menunggu.

Pintu besar bertuliskan VIP PRESIDENTIAL SUITE terbuka.

Para pengawal menunduk. Sementara Bianca yang masih meronta, akhirnya terhenti.

Udara di ruangan berubah dingin, sunyi dan menyesakkan.

Bianca diturunkan oleh pengawal itu. Tatapannya langsung tertuju pada seseorang yang berdiri membelakangi, menghadap ke arah kaca besar.

"Si–siapa kamu?" tanyanya gugup.

Bianca menatap sekelilingnya, bingung sekaligus takut.

Suara hentakan pantofel terdengar saat pria itu membalikkan tubuhnya.

Bianca membulatkan matanya. Ia terbelalak melihat tubuh tinggi, tegap dan rahang yang tegas. Kemeja hitam mahal yang membalut bahu kokoh. Dan sepasang mata elang yang tajam, gelap dan penuh dominasi.

Pria itu menatap Bianca seakan mampu menembus isi kepalanya. Aura yang memancar darinya begitu kuat hingga dua pengawal paling besar pun terlihat gugup.

“Si—siapa kamu? Kenapa aku dibawa kesini? Bukannya aku akan dinikahkan dengan laki-laki tua?!” suara Bianca gemetar.

Pria itu menarik sebelah sudut bibirnya, tersenyum menyeringai ketika mendengar pertanyaan wanita itu. Ia melangkah, mendekatinya, membuat Bianca mundur ketakutan hingga punggungnya menempel dinding.

Pria itu berhenti satu jengkal dari wajahnya. Ia menunduk sedikit, mata elangnya mengunci Bianca dalam tatapan yang membuat darah gadis itu membeku.

Kemudian suaranya mengalun rendah, dalam dan dingin. Ia mengatakan sesuatu yang membuat Bianca langsung membeku. "Akulah pria tua bangka itu, Nona," ucapnya dengan senyum yang begitu memikat namun terlihat menakutkan.

“Aku telah membelimu. Mahar yang cukup besar untuk menyelamatkan perusahaan keluargamu.”

Bianca terperangah. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Wanita itu ingin membuka mulut, tapi suaranya hilang.

Lalu pria itu menyeringai tipis dan kembali melanjutkan kalimatnya yang membuat tubuh Bianca membeku.

“Malam ini, kau akan aku nikahi. Layani dan puaskan aku!" Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Bianca, suaranya seperti racun. “Jika kau menolak dan mencoba untuk melarikan diri lagi, kau akan tahu akibatnya.”

Bianca terpaku. Tenggorokannya tercekat. Lidahnya terasa kelu. Entah harus bersyukur atau berduka, karena laki-laki tua yang ada dalam bayangannya ternyata sosok pria tampan dan gagah. Namun tetap saja, Bianca tidak mau dinikahkan secara paksa. Ia telah memiliki kekasih. Dan ia tidak akan menghianati cintanya.

"Oh, ternyata ini David Angkasa Bagaskara itu? Kenapa papa gak bilang kalau dia bukan pria tua? Tapi ... tetap aja, dia spek Om-om. Aku gak mau nikah sama laki-laki ini. Apalagi dia cuman menginginkan tubuhku. Memangnya aku cewek apakah? Ckk, pokoknya aku harus cari cara supaya pernikahan ini gagal total!"

Bianca terus berpikir keras, mencari cara untuk bisa kabur lagi. Namun lamunannya buyar ketika pintu ruangan itu terbuka, seorang pengawal memberikan kabar yang membuat CEO yang terkenal dingin dan kejam itu langsung menyeringai.

"Tuan David, Pendeta Mike sudah tiba di ballroom. Persiapan pemberkatan hampir selesai."

Bianca terhenyak. Tubuhnya terasa lemas mendengar itu. "A–apa?"

***

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Oh, Ampun Pak CEO!   8. Kesucian yang Terenggut

    Tatapan David masih mengunci tubuhnya, seolah pria itu tak sekadar ingin melihat, melainkan menghitung, menilai, dan menentukan harga dari setiap napas yang Bianca embuskan. Kalimat barusan masih menggantung di udara, berat dan menekan."Sekarang… aku ingin merasakannya."Bianca makin gugup, namun ia mencoba untuk menegakkan bahunya, meski jantungnya berdegup liar. Ia menolak terlihat lemah. Tidak di hadapan pria seperti David.“Aku istrimu,” ulang Bianca, kali ini dengan suara lebih dingin. “Bukan barang uji coba.”David terkekeh pelan. Satu tangan dimasukkan ke saku celananya, santai, seolah situasi ini hanya permainan papan yang sudah ia menangkan sejak awal. “Istri?” ulangnya datar. “Kau baru mengingat status itu saat kau butuh uang. Kau bahkan tak menginginkan pernikahan ini."Ucapan itu menampar lebih keras daripada sentuhan apa pun.Bianca menggertakkan giginya. Muak. Jijik. Tapi juga… terjebak. Ia membenci fakta bahwa David benar.Di luar ruangan ini, Bianca dikenal sebagai Q

  • Oh, Ampun Pak CEO!   7. Boleh dicoba, Om!

    DEGH.Bianca terpaku.Kertas di tangannya bergetar. Huruf-huruf di sana seakan menari, menertawakannya. Gugatan cerai. Pembatalan perjanjian. Semua itu seperti palu yang menghantam kepalanya tanpa ampun. Padahal kedatangannya kali ini untuk merayu pria itu meskipun ia sendiri muak. Bianca ingin supaya David segera mengirimkan sejumlah uang sesuai kesepakatan waktu itu. Uang yang seharusnya sudah diterima sehari setelah pernikahan mereka. Namun nahas, tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa ayahnya terjadi dan membuat Bianca semakin terperangkap dalam jerat CEO kejam itu.Tapi sekarang, ia malah akan diceraikan? Apa-apaan ini? Bianca merasa sedang dipermainkan. “A–apa?” suaranya nyaris tak terdengar.David berdiri tegak di hadapannya. Tingginya menjulang, bahunya lebar terbalut kemeja hitam yang rapi. Wajahnya tenang, terlalu tenang untuk situasi sekejam ini.“Kenapa?” David menyahut datar. “Bukankah ini yang kau inginkan?”Ia melipat kedua tangannya di dada. “Ayahmu sudah tiada. Sa

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Gugatan

    Langit siang itu masih kelabu saat prosesi pemakaman Damian Mahendra mencapai puncaknya. Keluarga besar Bianca pun hadir disana, namun bagi Bianca, semua itu terasa asing. Ia menyadari jika kedatangan mereka bukan benar-benar karena belasungkawa, namun karena bisnis keluarga yang sedang berada di ambang kehancuran. Dan hanya Bianca lah yang bisa menyelamatkan itu semua. Wanita itu tahu, keluarga besarnya bermuka dua. Dan sialnya, ia yang harus menanggung beban ini. Apalagi setelah ini, Ia lah yang akan menjadi penerus perusahaan itu. Proses pemakaman berjalan dengan lancar meskipun diiringi dengan tangisan buaya dari saudara-saudara dari ayahnya itu. "Seharusnya ini tidak terjadi padamu, Damian. Oh Tuhan... sungguh malang nasib adikku," ucap seorang wanita tua berambut kemerahan dengan tangisan histeris. Dia adalah Nyonya Ester, Kakak dari Damian.David Angkasa Bagaskara berdiri tak jauh dari liang lahat, mengenakan setelan hitam tanpa satu pun aksesori berlebihan. Kacamata hitam b

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Grand Heaven

    Langit pagi di atas Grand Heaven tampak kelabu, seolah turut berduka atas kepergian seseorang yang begitu berarti untuk Bianca. Seseorang yang menjadi pion penting bagi PT. Maheswari Corp- perusahaan milik keluarga Bianca yang di mana sanak saudara dari Damian berkecimpung di sana. Bangunan pemakaman mewah itu dipenuhi karangan bunga berderet rapi, sebagian besar bertuliskan nama-nama konglomerat, pejabat, hingga jajaran petinggi perusahaan ternama. Aura duka bercampur dengan kemegahan. Di aula utama, peti jenazah mendiang Damian Mahendra terbaring anggun, dikelilingi bunga lili putih dan mawar hitam. Di sisi lain, ruang khusus disiapkan untuk keluarga inti, dijaga ketat oleh pengawal berseragam hitam. Semua tamu berpakaian serba hitam. Direksi Angkasa Group hadir lengkap. Begitu pula jajaran petinggi Maheswari Corp, perusahaan yang kini kehilangan nahkodanya. Bisik-bisik tertahan terdengar di antara mereka, bukan sekadar belasungkawa, melainkan juga hitung-hitungan kepentingan

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Kabar Duka

    David menyeringai tipis saat tatapannya menyapu tubuh Bianca yang gemetar. Sorot matanya tajam, liar seperti singa yang akhirnya berhasil menjebak mangsa dan membuatnya tak berdaya.Air mata Bianca mengalir tanpa henti. Tubuhnya menegang, kedua tangannya refleks menutupi diri yang kini terasa begitu terhina.Gadis bar-bar, idola kampus yang hobinya party itu, nyatanya kini tak berdaya di hadapan CEO kejam bernama David Angkasa Bagaskara. Laki-laki yang beberapa jam lalu telah resmi menjadi suaminya.“Jangan…” suaranya pecah. “Please ... Jangan sentuh aku!"David tidak menjawab. Ia justru semakin mendekat, membuat napas Bianca semakin sesak. Jarak di antara mereka kian menyempit, hingga wanita itu bisa merasakan napas pria itu yang hangat di kulitnya.“Menangis pun percuma,” ucap David datar. “Kau sudah sah menjadi istriku.”Bianca menggeleng kuat-kuat. “Itu tidak memberimu hak untuk memperlakukanku seperti ini!”David mendengus kecil, sinis. “Hak?” Ia mencondongkan wajahnya lebih deka

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Ampun, Om!

    "Om, please jangan apa-apain aku!" Begitulah teriakan Bianca ketika dua pengawal menyeretnya ke kamar megah yang akan menjadi saksi malam pahitnya, bukan malam indah selayaknya malam pengantin."Om?" David mendengus. "Tak bisakah memanggilku Sayang seperti saat kau menyapa para tamuku?" sinisnya.Bianca memalingkan wajahnya. Jika saja ia tidak mendapatkan ancaman dari ibunya selepas pemberkatan tadi, mana mau ia bersandiwara dengan begitu manis di hadapan Tuan Arga dan para tamu asing itu."Tutup dan tinggalkan kami berdua! Ini akan menjadi malam yang panjang dan pastinya ... tak akan bisa dia lupakan seumur hidup," titah David pada dua pengawalnya."Baik, Tuan. Selamat menikmati," ucap salah satu pengawal itu yang membuat Bianca geram.'Sialan, dia pikir aku makanan!'Pintu suite presiden di lantai teratas hotel itu menutup dengan bunyi klik yang terdengar seperti bunyi palu hakim menjatuhkan vonis. Bianca berdiri mematung di dekat pintu, jantungnya berdegup kencang seperti ingin me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status