Pagi menyapa, Raisa merasa sangat lelah. Beberapa kejadian belakangan telah menguras energi, dan dia berencana untuk menghabiskan waktu istirahat di apartemen. Namun, ketenangannya seketika terganggu saat bell apartemen berbunyi. Dia menghela napas dalam-dalam, tidak mengharapkan kedatangan siapa pun pada, tapi sepertinya semesta tidak mendukung dirinya untuk bersantai sejenak.
Saat Raisa membuka pintu, dia terkejut melihat Garry Lawson, mantan tunangannya yang menjijikkan, berdiri di depannya dengan ekspresi penuh penyesalan serta menatapnya dengan penuh permohonan. Pria itu menyentuh tangan Raisa, tapi dengan cepat Raisa menepis kasar tangannya.
“Untuk apa kau ke sini, Garry?!” seru Raisa dengan nada cukup tinggi.
“Raisa, aku harus berbicara denganmu,” ucap Garry dengan suara lembut.
Raisa menatap Garry dengan tatapan dingin, dan tajam. “Aku rasa pendengaranmu kurang bagus! Aku sudah bilang padamu, tidak ada lagi yang harus kita bahas! Hubungan kita sudah berakhir!”
Garry menggelengkan kepalanya tegas. “Raisa, aku memohon padamu. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya.”
Raisa merasa muak pada kehadiran Garry, dia langsung berkata tajam, “Apa yang ingin kau jelaskan? Kau ingin mengatakan kau puas dengan adikku? Atau kau ingin menjelaskan bahwa kau tidur dengan adikku dalam keadaan mabuk?”
“Raisa itu tidak seperti yang kau pikir, Sayang. Aku hanya mencintaimu.” Garry menatap Raisa dengan penuh permohonan.
Raisa tertawa sarkastis. “Cinta apa yang kau maksud, hah?! Jika kau mencintaiku, tidak mungkin kau akan tidur dengan adikku sendiri! Kau tahu, kau adalah pria paling menjijikkan yang pernah aku kenal dalam hidupku!”
Garry mencoba mendekati Raisa, tetapi wanita itu segera menghalanginya. “Raisa, aku menyesal atas semua yang terjadi. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Beri aku kesempatan kedua. Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, bukan?”
“Kesempatan kedua untuk bajingan macam dirimu? Mimpi! Enyah kau dari hadapanku!” usir Raisa kasar.
Garry tetap bertahan. “Raisa, aku tidak akan pergi sebelum kau mendengarkan aku. Aku masih mencintaimu. Sangat mencintaimu.”
“Pergilah sebelum kesabaranku habis!” Raisa benar-benar emosi, dan kesabarannya sudah habis, “Kau tidak tahu malu, Garry! Aku akan melaporkanmu ke polisi, jika kau tidak pergi sekarang juga!”
Namun, alih-alih ketakutan, malah Garry justru mengancam balik, “Apa kau benar-benar ingin mengambil risiko, Raisa? Aku punya cara untuk membuat hidupmu berantakan jika kau tetap keras kepala!”
Raisa terkejut mendengar ancaman yang lolos dari Garry. “Kau mencoba mengintimidasiku?” jawabnya kesal.
Garry tersenyum sinis, penuh kemenangan. “Kau tahu bahwa aku memiliki banyak pengaruh. Aku bisa menghalangi kariermu, membuatmu dipecat, atau bahkan mengganggu keluargamu. Jadi, lebih baik kau pikirkan baik-baik sebelum bertindak terlalu keras padaku.”
Raut wajah Raisa berubah. Sepasang iris mata birunya menajam. Tangan wanita itu mengepal kuat. Hatinya penuh kemarahan mendapatkan ancaman. Dia paling benci diancam seperti ini, seakan dirinya berada di posisi terendah atau paling lemah. Tidak akan, Raisa bukan orang lemah.
“Kau pikir aku takut pada ancamanmu, Garry?” balas Raisa dengan sorot mata tajamnya pada Garry.
Garry hanya mengangkat bahu. “Well, siapa tahu keluarga Marin akan hancur karena putri tertua mereka yang egois.”
Saat Garry terus mengancam Raisa dengan nada penuh penekanan, tiba-tiba suasana di depan apartemen berubah drastis.
“Aku baru tahu ada seorang pria yang mengancam seorang wanita. Benar-benar tidak tahu malu.” Suara berat menginterupsi percakapan sengit antara Raisa dan Garry.
Sebuah aura intimidasi yang lebih kuat memenuhi sekitar, dan Garry merasa sesuatu yang mencekam dari belakangnya. Tanpa harus berpaling, dia merasakan kehadiran seseorang yang membuatnya merasa tak nyaman. Detik selanjutnya, dia mulai mengalihkan pandangannya, menatap pria asing yang selalu mengganggunya.
“Siapa kau sebenarnya?” Tatapan mata Garry menajam menatap pria asing yang baru saja datang. Dia tak mungkin lupa akan kejadian di lobi apartemen Raisa tempo hari. Pria asing di depannya ini berani ikut campur urusannya dengan Raisa.
Tubuh Raisa mematung, dengan pancaran mata terkejut melihat Rylan datang. Dia sudah berkali-kali meminta pria itu untuk tak mengusik hidupnya lagi, tapi sepertinya pria itu tak jauh beda dengan Garry. Sama-sama keras kepala. Hanya bedanya setiap kali Raisa melihat Garry, sangat menjijikkan. Sementara melihat Rylan membuat hatinya terasa sesak, mengingat luka yang dulu pernah pria itu torehkan padanya.
Rylan, yang datang dengan langkah mantap, melangkah maju ke depan Raisa dengan penuh keyakinan. “Aku adalah seseorang yang bisa menghancurkanmu dalam sekejap, Garry Lawson. Jadi, lebih baik kau berpikir dua kali sebelum mengancam Raisa.”
Garry mendelik, mencoba mempertahankan wibawanya. “Siapa kau untuk mengatakan hal-hal seperti itu? Apa kau pikir kau bisa mengancamku?”
Rylan menatap Garry dengan tatapan tajam, dan tegas. “Aku tidak mengancammu, Garry. Kau memang berada di balik kekuatan Lawson Group, tapi kau tidak tahu apa yang bisa kulakukan pada Lawson Group yang kecil itu. Jangan coba-coba lagi mendekati Raisa atau membuatnya menderita. Jika kau mengusik kehidupan Raisa, maka jangan salahkanku yang pasti akan menghancurkanmu, beserta semua yang kau bangun selama ini.”
Garry terdiam, merenungkan ancaman yang baru saja didengarnya. Entah kenapa dia merasa bahwa Rylan bukan lawan yang bisa dianggap enteng. Kebingungannya tak berlangsung lama, karena Rylan kemudian mencengkeram kerahnya dan menatap Garry semakin tajam.
“Dengar baik-baik, Lawson Sialan. Raisa sekarang adalah kekasihku. Jangan pernah kau ganggu dia!” ucap Rylan dengan tegas.
“Raisa kekasihmu? Omong kosong! Tidak mungkin!” Garry berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rylan di kerah bajunya, tapi sayangnya pria itu semakin kuat mencengkeram kerah baju Garry.
“Kau masih tidak percaya? Sekarang gunakan otakmu yang bodoh itu, jika aku bukan kekasih Raisa, untuk apa aku terus mendatanginya?” balas Rylan telak, dan sukses membuat aura wajah Garry menunjukkan kemarahannya.
“Kau—” Tangan Garry mengepal kuat, menahan emosi.
“Enyah dari hadapanku sekarang, sebelum aku memanggil orang-orangku untuk menghabisimu,” desis Rylan penuh ancaman tak main-main.
Kata-kata itu membuat Garry terdiam sejenak, matanya memancarkan kekesalan. Namun, dia tidak punya pilihan selain berbalik dan pergi dengan langkah berat. Ya, pria itu yakin akan kalah jika Rylan membawa pengawal. Sebelum melangkah keluar dari pintu, Garry masih sempat mengancam Raisa sekali lagi.
“Urusan kita belum selesai, Raisa. Aku akan kembali lagi,” ucap Garry sambil melemparkan pandangan tajam ke arah Raisa.
Setelah Garry pergi, Raisa merasa lega, tapi juga cemas. Wanita cantik itu kini menatap sosok Rylan yang kini berada di depan pintu. Urusan Garry sedikit bisa teratasi, tinggal Rylan yang sangat keras kepala.
“Apa lagi yang kau inginkan, Rylan?” Raisa bersedekap, “Tidak tahukah kau betapa penatnya diriku, karena melihatmu saat ini?!” Raisa hampir menutup pintu, tapi Rylan menahan pintu dengan tangan kekar pria itu.
Rylan tersenyum miring. “Seharusnya kau mempersilakan kekasihmu masuk, Sayang. Bukankah aku sudah membantumu?”
Raisa memutar bola matanya malas. “Pergilah, Rylan! Jangan ganggu aku!”
Saat Rylan melihat betapa lelahnya Raisa, keputusannya sudah bulat. Tanpa ragu, dia membuka paksa pintu apartemen Raisa dan masuk begitu saja. Pria tampan itu seakan sudah sangat terbiasa di apartemen Raisa.
“Kau butuh istirahat, Raisa. Ikutlah denganku. Aku akan membawamu pergi.” Rylan berbicara dengan percaya diri, “Hari ini aku akan menculikmu.”
Raisa menatap Rylan dengan campuran antara kebingungan dan ketidakpercayaan. “Menculikku? Apa maksudmu?” tanyanya meminta penjelasan.
Rylan tersenyum, matanya bersinar dengan semangat yang membara. “Ya, menculikmu. Aku akan membawamu ke tempat yang bisa membuatmu merasa lebih baik,” jawabnya tenang.
Raisa menghela napas kasar. “Pergilah, Rylan. Jangan ganggu aku. Hidupku sudah lelah, aku tidak mau kau buat tambah lelah lagi.”
“Baiklah, karena kau menolak, maka jangan salahkan aku memaksamu.” Tanpa banyak bicara, Rylan menarik tangan Raisa keluar dari apartemennya.
“Hey, Rylan! Lepaskan aku!” Raisa sempat berontak, tapi pria itu terus menarik tangan Raisa.
Raisa mengumpat mendapatkan paksaan dari Rylan. Sekeras apa pun dia berusaha untuk lepas, sepertinya tidak mudah. Tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Rrylan. Akhirnya yang dilakukannya adalah pasrah.
Raisa kini memilih untuk membiarkan Rylan menarik tangannya. Dia sudah tak lagi berontak. Sebab, berontak hanya percuma jika Rylan sudah memaksa dirinya. Entah ke mana pria itu akan membawanya. Sudah berkali-kali dia meminta Rylan enyah dari hidupnya, tapi sepertinya permintaannya sama sekali tidak digubris oleh pria itu.
“What? Jadi, Rylan berhasil melumpuhkan dua orang penjahat? Astaga, aku tidak menyangka dia tetap masih hebat dan keren!”Komentar Winona begitu kagum pada sosok Rylan. Dia baru saja diberi tahu oleh Raisa tentang kejadian penyerangan waktu itu. Meski awalnya Winona panik, tetapi Raisa menjelaskan dengan jelas bahwa Rylan mampu melawan bahkan melumpuhkan dua penjahat sekaligus.Ya, pagi itu Raisa sedang menikmati secangkir susu cokelat hangat, dan Winona ternyata datang ke apartemennya. Well, dia masih sama masih menjadi pengangguran. Dia masih tahu apa yang harus dia lakukan. Namun, tetap meski demikian dia mencoba untuk tetap menikmati kehidupan ini.“Jujur, aku ingin sekali tahu siapa penjahat yang ingin mencelakai Rylan,” jawab Raisa dengan embusan napas panjang.Winona menatap Raisa saksama. “Apa kau mencemaskan keadaan Rylan? Maksudku, kau takut Rylan dalam bahaya?” tanyanya meledek.Raisa yang menyadari pertanyaan Winona langsung menggelengkan kepalanya tegas. “Tentu saja aku t
Botol wine telah pecah dan berserakan di lantai. Aroma anggur mahal begitu kental di ruangan itu. Tampak Omari, asisten pribadi Garry nyari menjadi korban kemarahan Garry Lawson. Dia berdiri di dekat botol wine yang telah pecah akibat tuannya melempar botol wine—dan mengenai dinding. Bisa dikatakan nyaris mengenai dirinya.“Kenapa orang bayaran kita idiot sekali!? Bisa-bisanya kalah hanya melawa satu orang saja!” bentak Garry, dengan sorot mata tajam, dan napas memburu menunjukkan kemarahan yang berkobar di dalam diri.Omari menundukkan kepalanya, di kala mendapatkan amarah besar dari tuannya itu. “Tuan, maaf saya tidak tahu kalau ternyata Rylan Blackburn cukup hebat dalam bela diri. Jika saya tahu dari awal, saya pasti akan menyiapkan pembunuh bayaran lebih banyak lagi untuk melumpuhkannya.”“Aku tidak mau mendengar ucapan maafmu! Yang aku mau tahu adalah hasil dari rencana yang tersusun sempurna, Bodoh!” bentak Garry lagi.Omari tetap menundukkan kepala. “Tuan, dua pembunuh bayaran
Aroma anyir darah semerbak tercium. Penjahat yang menyerang Rylan tewas di tempat. Raisa yang melihat penjahat itu tewas di tempat, dia langsung dilingkupi ketakutan. Bahkan kakinya seakan seperti jelly yang tak bisa berdiri tegak. Tepat di kala Raisa nyaris pingsan—Rylan dengan sigap merengkuh bahu wanita itu. “R-Rylan—” Lidah Raisa mendadak kelu. Tenggorokannya tercekat melihat para penjahat yang menyerang Rylan telah merenggang nyawa. Hal yang paling mengejutkan adalah di kala satu orang penjahat tersisa, tapi ada tembakan dari jarak jauh—membuat penjahat yang tersisa itu juga merenggang nyawa.Rylan tak berkata apa pun. Pria tampan itu trus memeluk tubuh Raisa, seraya mengendarkan pandangan ke sekitar. Penembak jarak jauh sudah pergi, dan dia tak bisa mengejar. Alasan kuat dia memilih tak mengejar adalah agar Raisa tidak berada dalam bahaya.Rylan berada di tempat itu, diserang ketika bersama dengan Raisa. Dia ingin bertindak lebih, tetapi fokus utamanya adalah membuat Raisa aman
Raut wajah Raisa berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Rylan. Lidahnya tak tahan untuk menyela, tetapi semua itu seakan tertahan di tengorokannya—tak mampu mengeluarkan kata sedikit pun. Dia memilih untuk membuang muka, dan tak mau lagi menatap Rylan.Rylan tersenyum, melihat Raisa membuang pandangan padanya. Dia selalu gemas akan sifat Raisa. Dia memutuskan untuk tak lagi menggoda wanita itu. Dia menikmati makanan terhidang sembari menatap wanita itu yang tampak memasang wajah ketus.Tak selang lama, tepatnya ketika makanan sudah habis disantap, Rylan membayar bill makanan. Lantas, tanpa permisi, dia menggenggam tangan Raisa, membawa wanita itu masuk ke dalam mobilnya.Raisa memasang wajah dingin, di kala tangan Rylan menggenggam tangannya. Dia bermaksud untuk melepaskan genggaman tangan pria itu, tetapi entah dia tak mengerti kenapa hatinya seakan tak ingin genggaman itu terlepas.Raisa bagaikan hewan yang patuh di kala tangan Rylan terus memberikan genggaman erat. Dia mengumpat
Pagi menyapa, Raisa bersantai di apartemen seraya menonton salah satu film action. Wanita cantik itu sudah bangun sejak awal, akibat pikiran yang sedang kacau. Perkataan Jenny, adiknya yang sialan itu berputar di pikirannya. Sialnya, dia belum mendapatakan petunjuk tentang bukti perselingkuhan Garry dan Jenny.Raisa menyesal saat memergoki Garry dan Jenny berhubungan intim, dia tak mengambil gambar. Ah, betapa bodohnya dia. Pun dia tak pernah tahu adiknya akan balik menyerang dirinya. Dia terlalu bodoh, berpikir adiknya pasti akan merasa tersudut. Ternyata di sini keadaan bisa diputar.Suara bell berbunyi. Raisa berdecak kesal. Wanita itu berharap yang datang bukan adiknya. Oh, God, jika adiknya yang datang, rasanya dia ingin menusuk belati ke jantung adiknya yang sialan itu. Andai saja membunuh tidak dihukum penjara, maka dia pasti akan membunuh adiknya yang berhati iblis.“Semoga bukan kau yang datang, Jalang!” gumam Raisa kesal, sambil berdoa bukan adiknya yang datang. Dia lelah ji
“Apa rencanamu, Raisa?” Winona, sahabat baik Raisa, mendatangi Raisa lagi ke apartemen. Wanita itu dilanda keterkejutan akan fakta di mana Raisa one night stand dengan Rylan Blackburn. Pun dia bermaksud ingin selalu di samping sahabatnya itu dalam kondisi rumit seperti sekarang ini.“Aku ingin sekali meninggalkan kota ini,” jawab Raisa dengan embusan napas panjang, dan memejamkan mata lelah. Dia merasa lelah, dengan segala masalah yang ada dalam dirinya.Kening Winona mengerut dalam. “Kau ingin ke mana? Keluargamu tinggal di sini, Raisa,” ujarnya dengan nada bingung.“Pilihanku jatuh pada New York. Aku ingin segera meninggalkan Chicago, dan menetap tinggal di New York.”“Kau yakin?”“Ya, sangat yakin.”“Oke, katakan padaku, apa yang akan kau lakukan di New York?”“Mungkin aku akan membuka usaha sendiri. Aku masih memiliki tabungan. Aku bisa bertahan hidup dari tabunganku.”Winona berdecak kesal. “Come on, ayahmu bahkan memiliki perusahaan cukup besar. Kenapa kau harus bersusah payah s