“Kami akan membantu, Rara sangat membantu kami saat dirinya aktif bekerja. Katakan, Nak. Apa yang bisa kami lakukan?” Mama Eliana memeluk tangan Papa Bayu yang mulai emosi.
“Pa, ingat jangan emosi.”
Shasha menganga mendengar perkataan dari Eliana. Dia lupa jika Bayu tidak boleh mendapatkan tekanan.
***Meyyis***
POV SHASHA
“Maaf, saya tidak bermaksud. Om, mama baik-baik saja,” bujukku. Sangat takut, jika gara-gara yang kukatakan Om Bayu akan masuk rumah sakit, pasti Davin akan membenciku. Padahal ruangan ini ber-AC, tapi keringatku bercucuran.
“Tidak apa-apa, lebih baik papa tahu. Pa, aku akan merawatnya berikut putrinya ini, papa jangan khawatir.” Davin membelaku.
“Iya, harus. Papa akan duduk dulu. Dada papa sedikit sesak.” Aku memperhatikan lelaki yang kini mengenakan jas hitam rapi, dipapah oleh istrinya yang mengenakan dres selutut
“Eh, mau ke mana?” Dia tidak peduli, tetap menarikku pergi dari kerumunan itu. Kami berlari ke parkiran untuk menaiki mobil. Entahlah, dia mau mengajakku ke mana? Aku tidak lagi protes, hanya menurut saja. Hanya sekitar seperempat jam berkendara, kami tiba di sebuah gedung. Dia mengajakku berlari lagi. Kebayang ‘kan? Aku mengenakan hak tinggi, dia mengajakku berlari. Ini sungguh diluar kendaliku. Kakiku sudah mulai perih, tapi kutahan karena memang lari bersamanya membuat hatiku jauh lebih tenang.***Meyyis***POV Davin“Maaf, saya tidak bermaksud. Om, mama baik-baik saja,” bujukku. Kelihatannya kekasihku ini sangat takut. Padahal ruangan ini ber-AC, tapi keringatnya bercucuran. Tanganku menyeka dahinya dari belakang. Dia terlihat kaget, mungkinkah melamun?.“Tidak apa-apa, lebih baik papa tahu. Pa, aku akan merawatnya berikut putrinya ini, papa jangan khawatir.” Tentu saja aku membelanya. Lagi
“Eh, mau ke mana?” tidak peduli, tetap menariknya pergi dari kerumunan itu. Kami berlari ke parkiran untuk menaiki mobil. Baguslah dia tidak lagi protes, hanya menurut saja. Hanya sekitar seperempat jam berkendara, kami tiba di sebuah gedung. Aku mengajaknya berlari lagi. Biarlah untuk saat ini, bahagia milik kami. Jika malam ini dia menolakku, akan ada malam yang lain untuk mengajaknya menikah, Shasha aku sungguh mencintaimu. Semoga, kamu sudah dapat menghilangkan traumamu. ***Meyyis*** POV SHASHA “Kenapa kamu mengajakku ke sini?” Aku bingung, Davin mengajakku ke sebuah atap. Kita berdiri tegak di sana. Namun, dengan begini aku merasa dapat melihat bintang di angkasa. Dalam hati bahagia tidak terperi memandang angkasa lepas yang sepertinya berada dalam genggamanku. “Untuk membuatmu bahagia. Dengarlah, kebahagiaan seperti ini yang selalu ingin aku berikan setiap saat.” Davin memelukku dengan erat. “Sekarang saja, aku sudah bahagia.
“Apakah, cinta itu ada yang abadi?” Shasha masih saja meragukan hal itu, padahal lutut Davin sudah terasa pegal.“Kita yang akan menciptakannya.” Shasha ikut berlutut. Wanita itu tidak mengatakan apa pun, akan tetapi memberikan ciuman di bibir Davin. Lelaki itu menganga, ini untuk pertama kalinya Shasha melakukannya.***Meyyis***POV DAVIN“Kenapa kamu mengajakku ke sini?” Shasha terlihat bingung, aku mengajaknya ke sebuah atap. Di sini, banyak bintang-bintang suasana yang sempurna untuk mengajaknya naik ke jenjang selanjutnya. Kita berdiri tegak di sana. Yang terpenting, senyumnya mengembang saat berada di ruang lepas seperti ini. Masih segar dalam ingatan, jika wanita yang kini berada dalam genggamanku itu sangat menyukai kerlip bintang malam.“Untuk membuatmu bahagia. Dengarlah, kebahagiaan seperti ini yang selalu ingin aku berikan setiap saat.” Tanganku memeluk dengan erat. Tubuh yang selalu ingin
“Apakah, cinta itu ada yang abadi?” Aku sudah merasa pegal, namun Shasha masih saja meragukanku. Harus bertahan.“Kita yang akan menciptakannya.” Aku terharu Shahsa ikut berlutut. Wanita itu tidak mengatakan apa pun, akan tetapi memberikan ciuman di bibir Davin. Aku menganga, ini untuk pertama kalinya Shasha melakukannya.***Meyyis***“Maafkan aku sudah membuatmu menunggu.” Shasha menempelkan keningnya ke kening Davin.“Tidak masalah. Jadi … bisa ulurkan jarimu?” Shasha tersenyum. Jarinya di ulurkan ke arah Davin. Lelaki itu langsung menyematkan cincin tersebut. Air mata keduanya menetes membasahi pipi. Tidak bisa dibayangkan hati mereka yang semakin bahagia. Seakan bunga-bunga tumbuh mekar dalam tubuh yang kini saling memeluk.“Aku sudah menantikan hari ini. Aku sangat bahagia.” Davin memeluk kekasihnya itu dengan erat.“Aku juga. Maafkan aku sempat ragu.” Davin
Mobil merah yang mereka tumpangi melaju ke rumah keluarga. Di tempat parkir, sudah berjejer mobil-mobil mewah lainnya. Ada milik Dokter Irwan sebagai adik ipar Bayu, milik Devan, milik keluarga dan beberapa koleksi.“Pak, tolong.” Davin melemparkan kunci mobilnya.***Meyyis***“Mereka sudah tidur?” tanya Davin yang sebenarnya bagi Shasha juga tidak memiliki jawaban.“Sepertinya begitu.” Shasha menjawab pertanyaan dari sang kekasih.“Ini sungguh kebetulan.” Davin memepetkan tubuh Shasha ke dinding. Lelaki itu mengusupkan tangannya ke leher sang kekasih. Bibirnya menyentuh bibir Shasha dengan lembut. Keduanya saling menyesap untuk memberikan kenikmatan pada pasangananya.“Dor! Dor! Dor!” Mereka berdua saling melepaskan diri karena lampu tiba-tiba menyala dan ternyata mereka memang menunggu keduanya.“Kalian memang sungguh menarik. Berdua mojok di atap untuk mencipta
“Ah, apalagi kamu tinggal sendiri. Tidak, mama tidak izinkan kamu pulang. Davin, antar calon istrimu ke kamarnya.” Davin mendekat dan mengantarkan Shasha ke kamar yang memang sudah dipersiapkan untuk dirinya nanti sesudah menjadi pasangan.***Meyyis***POV Shasha.Aku tidak menyangka bagai mimpi Cinderella di sini. Semua keluarga berkumpul untuk menyambutku dan Davin. Semuanya sungguh sesuatu yang aku syukuri. Jika boleh jujur, saat ini sudah lenyap ketakutan yang datang beberapa saat sebelum hari ini. Bertahun-tahun wanita itu membenci pernikahan, kini membuka mata bahwa pernikahan tidak selamanya buruk.“Din, selamat untuk perjuanganmu.” Devan datang ke kamar Davin. Lelaki itu membawa susu rendah kalori yang sudah dipersiapkan oleh asisten rumah tangganya.“Terima kasih sudah merelakanku. Van, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakannya.” Devan mengangguk. Aku yang bersembunyi di balik tembok menela
“Tidak, Kak. Cinta tidak egois. Hmm, mau ke balkon? Kita bicara di sana.” Syafira mengajakku ke balkon kamar untuk bercengkrama. Jika diingat-ingat, sudah lama memang kami tidak bercengkrama sejak aku lulus SMA. Setelah dirinya lulus, langsung ke luar negeri belajar. Maka sejak saat itu pula lost kontak. Wanita cantik itu memang mengenalku karena perdebatan antara kakak kembarnya.***Meyyis***POV DAVIN“Vin, selamat untuk perjuanganmu.” Devan datang ke kamar Davin. Devan membawa susu rendah kalori yang sudah dipersiapkan oleh asisten rumah tangga. Aku menerima uluran tanggannya. Susu coklat kesukaanku sedikit kuseruput.“Terima kasih sudah merelakanku. Van, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakannya.” Devan mengangguk. Aku tersenyum kecil. Walau tidak banyak, aku tahu masih ada sedikit rasa untuk Shasha. Tidak mungkin serela itu Devan mengahpus dengan gampang hatinya.“Harus, jika kamu berkesemp
“Apa? Bukankah kamu yang tidurnya ngorok dan berliur? Sudah begitu, jorok lagi nggak gosok gigi kalau mau tidur.” Aku membela diri. Devan hanya tertawa mendengar pembelaanku. Akhirnya Devan kembali, kami kembali saling akrab. Semoga, persaudaraan kami tidak akan renggang lagi.***Meyyis***POV Devan“Vin, selamat untuk perjuanganmu.” Aku datang ke kamar Davin. Aku membawa susu rendah kalori yang sudah dipersiapkan oleh asisten rumah tangga. Bukankah sangat canggung, jika bertemu dengannya tidak membawa sesuatu. Setidaknya, itu untuk teman kami mengobrol.“Terima kasih sudah merelakanku. Van, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakannya.” Apa yang bisa aku lakuan selain merelakannya? Aku juga sangat mencintai Shasha. Dia orang pertama yang mampu membuatku fokus hanya memandang satu wanita. Gadis itu sangat istimewa.“Harus, jika kamu berkesempatan untuk menyia-nyiakan, aku orang pertama yang akan mencarimu.&rdq