Eliana meninggalkan Nilam sendiri di rumah sakit bersama Irwan. Dia kembali ke rumah sakit tempat suaminya dirawat. Setelah memarkirkan mobilnya, wanita itu latas ke ruangan suaminya. Dia menenteng beberapa buah dan makanan yang dibelinya.
“Sayang, sudah lapar belum?” Satu kecupan mendarat di bibir Bayu.
“Yang lapar bawah sana. Pulang yuk!” Eliana mencubit lengan Bayu sebagai gantinya perut. Biasanya perut sixpack Bayu yang menjadi incaran cubitannya.
“Ih, kebiasaan deh.” Bayu meneruskan ciumannya dengan memegang tengkuk sang istri dan melumat habis bibir seksi itu. Mereka melakukannya beberapa menit. Sampai petugas pembawa makanan melongo menyaksikan live konser ciuman begairah mereka.
“Maaf.” Suara itu menghentikan aksi mereka.
“Oh, taruh saja, Mbak.” Eliana menoleh dan mengatakan kepada wanita itu.
“Ih, kamu si. Kita akan pulang setelah ketemu dokter. Tahan ya? Emang sudah
Wow, pasti malam ini panas walau bermain slow ya? ayo terus saksikan bang ojolnya menggenjot istrinya.
Bayu sudah siap-siap untuk ikut pulang dengan Eliana. Lelaki kekar yang kini ringkih karena luka itu. Elina membimbing sang suami yang sudah berdiri untuk jalan menuju ke tempat parkir. Dia menawarkan untuk duduk di kursi roda dan didorong. Namun Bayu menoleknya. Dia memilih jalan saja. Dia merasa lebih baik sekarang. Bahkan dalam sakitnya seperti ini, Bayu masih sempat bercanda dengan sang istri hingga Eliana mencubit lengannya berkali-kali. Bayu duduk di kursi penumpang. Sedangkan Eliana menyetir sekarang. Mereka menuju ke rumah.’Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke rumah besar itu. Di sana sudah ada Agung dan istrinya yaitu orang tua Eliana. Selain itu, ibunya Bayu juga sudah hadir. Mereka menyambut kepulangan Bayu. “Di mana adikmu, Yu?” Ibu Bayu menanyakan.“Tadi malam sampai pagi dia di rumah sakit. Mungkin sekarang kuliah.” Eliana sendiri malah tersenyum karena tebakan sang suami salah. Nilam bukan kuliah namun berad
Bayu dan Eliana keluar setelah mandi. Terlihat mama dan papa Eliana seta ibu Bayu. Mereka semua menunggu Eliana dan bayu untuk makan siang bersama. Bayu terlihat lebih segar. Dia menarikkan kursi untuk sang istri. Setelah itu, dengan anggun Eliana duduk di kursi yang sudah ditarikkan oleh Bayu. Sedangkan Bayu sendiri duduk di sampingnya. Mereka memulai acara makan siang itu.“Bayu sudah sehat?” kata itu yang pertama keluar dari mulut mama Eliana.“Sudah lebih baik, Ma. Besok mau ke kantor. Kasihan Eliana kerja sendiri.” Agung mengerutkan keningnya. Sepertinya menantunya ini lebih mencintai pekerjaannya dari pada dirinya. Selain itu, lelaki muda itu seperti foto kopi dirinya. Selalu total dalam melakukan pekerjaan. Sepersekian detik Agung tersenyum. Acara makan siang itu terasa sangat mesra dan bersahabat. Keluarga seperti hangat saling bercengkrama.
Tidak berapa lama setelah makan siang, terdengar bunyi telepon saat mereka sedang santai bercengkrama di ruang keluarga. Nilam wajahnya memerah melihat nama di layar ponselnya. Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Seolah hatinya bimbang. Apakah mau mengangkatnya atau membiarkannya. Eliana yang menyadari perubahan tingkah laku adik iparnya angkat bicara.“Angkat saja tidak usah malu. Irwan ya?” Eliana menyenggol lengan Nilam.Dengan malu-malu Nilam mengangkat telepon itu. Suara bariton Irwan menyapa dengan ramah dan terasa lembut di telinga Nilam.“Kau sudah makan siang? Apakah sudah sampai di rumah?” Nilam menepuk keningnya. Dia lupa mengabari. Saat pamit pulang tadi, dia berjanji akan menghubungi lelaki itu saat sudah sampai di rumah.“Kenapa?” Suara Eliana sampai ke telinga Irwan.“Oh, apa kamu ada di rumah kakakmu? Boleh aku bicara sam
“Kenapa musti malu? Aku pulang hari ini. Kamu tidak mau mengantarku pulang?” Irwan memang tidak begitu parah lukanya. Jadi dia meminta rumah sakit hanya mengijinkannya istirahat saja.“Benarkah? Jam berapa, Mas?” Nilam antusias mendengarnya.“Iya, kamu mau ke mari lagi?” Irwan menawarkan.“Ih, kenapa tadi nggak bilang?” Nilam mulai manja dan merajuk. Seberapa kuat wanita memang memiliki sisi manja yang akan keluar di depan seseorang yang dicintainya.“Aku sengaja. Kalau aku bilang, kamu nggak akan pulang. Bau tau, dua hari nggak mandi.” Di seberang Irwan tertawa. Sedangkan Nilam sendiri tersipu malu. Sepertinya
Sore menjelang. Nilam sudah bersiap akan ke rumah sakit. Wanita itu tampil secantik mungkin. Sepertinya wanita tomboi akan bertransformasi menjadi wanita feminim demi sang kekasih. Dia ingin menggunakan make-up, tapi tidak percaya diri. Alhasil dia menghapus kembali seluruh make-up itu. Kembali pada gaya awalnya kaos oblong dengan celana bolong-bolong. Wanita itu keluar dari rumah kakaknya. Nilam tidak pamit sama sang kakak. Entah mengapa mereka tidak menyahut ketika Nilam mengetuk pintu kamar. Para orang tua juga entah pada kemana? Nilam langsung saja menyetarter motornya.Dengan seluruh kepercayaan dirinya wanita berkuncir kuda itu melaju ke rumah sakit. Senyumnya sumringah karena akan ketemu dengan pujaan hatinya. Wanita itu bersiul masuk ke area rumah sakit. Namun kemudian dia sadar telah berdendang tidak pada tempatnya. Dia menutup mulutnya. Nilam langsung ke lantai lima untuk menuju ke ruang rawat Irwan. Dia tampak sumringah. Nilam berjalan pasti dengan langkah-langkah
Akhirnya Irwan menyerah. Dia pulang dengan Jenny dan membawa sejuta kecewanya karena pujaan hatinya tidak datang. Ini sungguh tidak adil untuknya. Nilam tidak memberikan alasan apa pun. Irwan akan berjuang untuk hatinya. Semoga saja tidak terjadi sesuatu dengan Nilam. Irwan hanya diam sepanjang jalan. Jenny yang di sampingnya merasa bosan melihat tingkah adik sepupunya yang menjadi naif itu.“Sudahlah, Wan. Besok kuantar kau ke sana, menemuinya. Kenapa dia tidak datang. Kalau berani dirinya mempermainkanmu, biar kusate atau jadi kambing guling.” Irwan menoleh saja ke arah Jenny. Dia tidak bereaksi apa pun. Lelaki tiga puluh tahun itu hanya mencelos ke arah jendela saja. dia hanya melihat lalu-lalang kendaraan yang menyalip mobil yang ditumpanginya, atau berlawanan arus. Sopir Jenny mengendarai mobil dengan hati-hati.“Wan, sekarang saja ke sana, yuk? Biar malam ini bisa 
Bayu dan Eliana mempersilakan lelaki berparas tampan dan wanita seksi itu duduk. Irwan dan Jenny duduk di sofa warna maroon itu. Eliana tampil memperkenalkan Irwan sebagai penyelamat suaminya. Eliana menghatakan bahwa Irwanlah yang mendonorkan darahnya saat mencari darah AB sangat susah. Bayu berterima kasih karena hal itu. Lelaki berkulit sawo matang itu menanyakan hal ihwal kedatangan Irwan.“Begini, saya menunggu Nilam datang ke rumah sakit. Tapi sampai pukul enam tadi dia tidak juga datang dan tidak bisa dihubungi. Apa dia baik-baik saja?” Eliana dan Bayu saling melihat. Sore tadi Nilam antusias untuk menengok Bayu di rumah sakit. Apakah terjadi sesuatu?“Sebentar, aku tengok di kamarnya, ya?” Eliana bangkit melepaskan genggaman tangannya pada sang suami. Sementara Eliana pergi, Bayu mengobrol dengan Irwan. Tujuannya tentu saja untuk mengetahui sejauh mana lelaki itu serius dengan adiknya. Irwan maklum dengan tinmgkah Bayu. Semua kakak pasti
Irwan mendekat ke arah Nilam yang beringsut menjauh dari tempat Irwan duduk. Wanita muda itu juga tidak mau memandang wajah Irwan. Wanita dengan baju yang lusuh karena gelelengan di kasur itu tetap membuang muka.“Nilam, boleh aku memanggilmu sayang?” ijin Irwan.Diam,Nilam tetap diam membatu tidak bicara. Irwan mengembuskan napas sangat lelah melihat sang kekasih merajuk. Dia belum mengerti mengapa sang kekasih marah padanya. Dengan sedikit kesusahan Irwan berdiri. Irwan dengan berani membalikkan tubuh Nilam agar berhadapan dengannya.“Sayang, katakan sesuatu. Jika kau diam seperti ini, bagaimana aku tahu kesalahanku. Please! Jangan buat aku bingung.” Irwan memohon kepada Nilam untuk jujur tentang perasaannya. Air mata Nilam menerobos tanpa permisi. Hatinya terkoyak memutar kembali memori beberapa jam lalu.“Mas, aku rasa semakin mencoba layak untuk bersanding denganmu, semakin aku tidak sepadan. Wanita cantik itu mung