Share

Duda Keren

“Bagaimana keadaan kakek saya?” tanya Rino melihat Raffi terbaring di tempat tidur dengan ukuran king size.

“Rino, kakekmu mengalami serangan jantung. Untungnya segera ditangani dan saya kebetulan ada di tempat yang sama dengan Pak Raffi.” Dokter yang usianya kepala tiga menjadi dokter pribadi Raffi yang mempunyai penyakit jantung dan darah tinggi.

Rino mengembuskan napas lega mendengar kondisi sang kakek yang baik. Dia sempat berpikir aneh-aneh saat di mobil. Tidak terbayang jika dia harus kehilangan Raffi. Lelaki itu sangat menyayangi kakeknya. Kemudian Rino duduk di tepi ranjang dan mengusap wajah Raffi begitu lembut.

“Rino,” lirih Raffi sembari membuka matanya perlahan.

“Kakek, istirahat dulu. Kenapa Kakek harus datang ke acara pembukaan lukisan yang ada di Kemang?” dumel Rino menatap sendu lelaki berambut putih tersebut.

“Kakek suka seni.”

“Kondisi Kakek harus diperhatikan. Saya carikan perawat untuk mengatur makan apa saja yang boleh dan tak boleh dan dia juga pasti bisa merawat Kakek bagaimana?” tawar Rino.

Raffi menggeleng dan menyeringai. Dia bersikukuh meminta Rino untuk kembali lagi bersama Dewi. Akan tetapi, Rino langsung menolak mentah-mentah permintaan sang kakek karena dia sudah memutuskan untuk tak menengok ke belakang atau menggali kuburan yang sama.

“Kakek, Dewi itu sudah mati bagi saya. Mati satu tumbuh seribu. Masih banyak wanita cantik di muka bumi ini. Dan Dewi hanyalah masa lalu.” Rino menjelaskan pedoman tentang cintanya kepada seorang perempuan.

“Jika Kakek mencari jodoh untukmu bagaimana?” kilah Raffi sembari menyunggingkan senyum.

Tanpa pikir panjang lagi. Rino mengangguk sebagai jawaban jika lelaki itu menyerahkan semuanya kepada Raffi. Asalkan jangan meminta untuk kembali kepada Dewi.

Lantas Raffi berusaha duduk dan dia merentangkan kedua tangannya. Rino pun bergegas menghambur memeluk tubuh lelaki yang paling dia sayangi di muka bumi ini, selain ayahnya.

Pelukan mereka berdua hampir setengah jam dan dokter pribadi Raffi pun undur diri pamit pulang. Sebelumnya dia memberikan beberapa obat untuk Raffi.

Kini di dalam ruangan kamar besar tersebut hanya ada Rino dan Raffi. Dengan cekatan, Rino meraih gelas air putih. Lalu disodorkan kepada sang kakek.

“Minum obat dulu, Kek.”

Setengah jam sebelumnya. Rino sudah mengambil bubur yang dibuat oleh Bibi Sumi---pembantu rumah tangga yang bekerja sudah lima tahun bekerja di sana. Lantas lelaki itu menyuapi bubur ayam itu kepada Raffi.

“Rino, beneran mau terima keputusan Kakek jika ada menantu pilihan,” urai Raffi.

“Terserah, Kakek.” Rino mengulum senyum.

**

“Ceo kita sekarang jadi duren, lho.”

“Sudah ganteng, kaya. Terus kurangnya apa? Dasar itu istrinya nggak tahu diri. Ngelepasin diamond demi kerikil.”

“Aku mau jadi istrinya saja maju. Andaikan dia juga suka sama aku.”

“Mungkin dia mempunyai kelemahan. Sampai istrinya selingkuh.”

Di sudut ruangan restoran. Tiga gadis memakai pakaian layaknya orang kantoran dengan rambut yang digerai dan ada juga yang diikat satu. Entah itu di sengaja volume suara mereka bertiga dinaikkan dan hal ini mampu terdengar oleh lelaki tampan memakai jas biru dongker dengan warna dasi senada. Dia tepat duduk di meja depan ketiga gadis tersebut yang tidak lain adalah karyawannya.

Menjadi pendengar setia. Rino hanya menelan ludah saat dia menjadi buah bibir. Ingin rasanya lelaki itu membungkam mulut para gadis yang sedang membicarakannya dengan sambal level dua puluh. Bayangannya tebersit hendak melempar gelas yang dipegangnya ke arah meja yang tepat di belakangnya. Akan tetapi, dia urungkan.

Lelaki berhidung bangir itu menegak es jeruknya hingga tandas. Lantas berdiri dan bergegas keluar dari restoran tersebut. Rino tak menyangka bahwa di saat jam makan siang akan bertemu dengan karyawannya.

Pasca bercerai dengan Dewi. Lelaki tersebut memang membatasi soal hubungan. Dia belum mau untuk membuka hati untuk siapa pun, meski banyak wanita yang tebar pesona kepadanya. Namun, Rino tetap datar dan dingin membuat gerbang keegoisan setinggi mungkin.

Kini sudah tahun 2021 dan ini adalah lembaran baru bagi Rino yang menjadi duda keren kaya tujuh turunan dan tujuh tanjakan.

**

Malam menjelang. Rino baru pulang kerja dikejutkan oleh suara riuh orang-orang yang bercakap-cakap. Benar saja saat kakinya melangkah masuk. Nampak sepasang suami istri dan seorang gadis berjilbab abu-abu duduk berhadapan dengan Raffi.

“Wah, Rino sudah datang. Sini.” Raffi menyapa Rino sambil menepuk kursi seakan-akan memberikan kode agar Rino duduk di sampingnya.

Lelaki berhidung bangir itu melempar senyum dan mematuhi sang kakek duduk tenang di samping Raffi. Baru saja menaruh bokongnya di kursi.

Bak ditodong oleh revolver ke arah wajah Rino ketika Raffi memperkenalkan gadis abu-abu itu bernama Gisel adalah menantu pilihan sang kakek. Seketika tubuh Rino membeku tidak bisa berkomentar maupun protes.

Rino terbelalak ingin bangkit berdiri dan menolak mentah-mentah, tetapi dia memikirkan perasaan Raffi dan sepasang suami istri yang diperkirakan berkepala empat.

“Bagaimana Rino?” tegur Raffi.

“Maaf, Kek. Saya belum siap membuka hati. Beri saya waktu.” Rino menjawab dengan hati-hati takut menyakiti perasaan Raffi dan gadis yang ada di hadapannya masih duduk menundukkan wajah.

“Hahahahaha ... mentang-mentang jadi duren. Kamu mau pilih-pilih dulu,” sindir Raffi.

“Kakek, maaf. Saya lelah.” Rino bangkit berdiri dan pamit kepada Raffi serta tamu sang kakek.

Dia menaiki tangga tanpa menoleh ke belakang. Gisel pun diam-diam memandang punggung Rino. Gadis itu tersenyum tipis saat melihat calon suaminya tampan rupawan.

Raffi meminta maaf kepada tamunya. Padahal dia berharap besar bahwa Rino segera membuka pintu hati agar cepat menggendong cucu. Namun, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk membuat Rino setuju dengan keputusan yang Raffi inginkan.

Untungnya orang tua Gisel paham. Mereka menyerahkan semuanya di tangan Gisel dan Rino. Lalu gadis berjilbab abu-abu itu menjawab sembari tersenyum simpul. “Saya akan menunggu keputusan Rino. Jodoh ada di tangan Tuhan.”

“Kamu dengar ‘kan jika Rino belum bisa membuka hati,” pungkas Raffi.

“Iya, saya dengar.”

“Syukurlah. Jadi kamu tak menyerah begitu saja,” imbuh Raffi menampilkan barisan gigi putihnya.

Mereka pun kembali berbincang-bincang dalam dialog hangat.

Sementara itu. Rino yang baru selesai mandi langsung dikejutkan oleh suara dering ponsel. Saat dia bergulir mengangkat telepon. Ternyata ada nomor baru yang menghubunginya. Rino mendapatkan kabar bahwa Dewi kecelakaan mobil dan sedang dirawat di rumah sakit.

Namun, Rino tidak mau peduli lagi keadaan Dewi. Meskipun perawat mengatakan bahwa Dewi memberikan nomor ponselnya saking ingin bertemu. Dia ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang masa lalu.

Kemudian Rino mematikan ponselnya dan dia taruh di meja dekat ranjang. Lantas Rino merebahkan tubuhnya di kasur. Rasa kantuknya menggelayut dan lelaki itu menguap.

Tok, tok, tok!!!

“Rino!!”

Suara bariton itu sudah tidak asing lagi. Rino pun bergegas turun dari ranjang dan berderap mendekati pintu kamar, lalu membuka pintu tersebut.

Tampak Raffi menatap nyalang kepada Rino.

Plak!!!

Tamparan keras mendarat ke pipi Rino. Sontak membuat lelaki itu pun terkesiap kaget. Lalu beringsut mundur.

“Katanya mau terima pilihan Kakek.” Raffi menyorot tajam mata Rino.

“Kek, tak secepat ini,” balas Rino menekankan.

“Kamu harus lihat dulu Gisel. Jangan langsung ambil keputusan tadi. Dan hal tadi sangat membuat Kakek kecewa. Pokoknya kamu harus menikah dengan Gisel jangan dengan wanita lain!!” bentak Raffi.

Lalu Raffi berbalik badan dan beranjak pergi, sedangkan Rino berdiri bergeming tanpa menjawab. Tangannya terulur menutup pintu. Rino balik kanan kembali ke tempat peranduan tidur.

“Maaf,” lirihnya sambil menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Rino tidak bermaksud untuk menyakiti hati Raffi, tetapi di lain sisi dia belum bisa menerima tawaran sang kakek.

Jarinya lincah mengetik di atas layar ponsel, terus bergulir mencari sesuatu. Tatapan mata lelaki itu tidak mau berpaling dari ponsel, sangat serius. Lalu senyum iblisnya terbit dari sudut bibir kala mendapatkan yang dia inginkan.

"Sangat menarik," gumamnya lirih.

Kemudian notif pesan masuk dan Rino membuka pesan tersebut. Dia hanya menggelengkan kepalanya saat membaca isi pesan dari salah satu penggemar misterius yang selalu mengirimkan pesan di kala malam dengan puisi cinta romantis dan waktu pun sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Rino pun membalas pesan tersebut dan ini adalah hal pertama dia mau membalas pesan dari orang yang tidak tahu siapa asal-usulnya.

@Rino

[Siapa kamu?]

Pesan terkirim.

Nampak pesan centang biru terbaca. Rino menatap nyalang ke layar ponsel menunggu jawaban dari orang misterius tersebut.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Herni
benar apa yg dikatakan kake katanya mau Nerima tapi blm siap,,ya iya ATH ke mau Nerima sih mau tapi ga cepet bgt kaya gini jg kali......... kasian Rino nya kasih waktu buat nyembuhin lukanya,,tapi pepatah bilang mau nyembuhin luka akibat laki/perempuan ya obatnya laki/perempuan lagi gt sin ren,,
goodnovel comment avatar
Itta Irawan
waaah gisel kok kamu mencurigakan ya, jgn2 yg jriim puisi itu kamu ya
goodnovel comment avatar
Itta Irawan
pinter no jgn mau ketemu sama dewi, enak aja udah dapetin yg dia mau msih aja minta ketemu, ogah bgt iya kan......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status