Pov Penulis
Kantong kresek hitam begitu menggoda. Harum baunya menggelitik perut Adelia dan Nurhayati. Bergegas mereka berdua membuka bungkusan tersebut.
Seketika cacing-cacing di perut berontak minta jatah. Tergoda aroma nasi padang lengkap dengan ayam santan dan sambal ijonya.
"Ya Allah mbak Adel, nasi padang favoritmu mbak," ujar Nur sambil mencolek tangan Adelia.
Adelia sendiri tercengang. Dia tidak mengira bahwa Roma masih begitu hafal dengan kesukaannya. Saat mereka jalan berdua dulu selalu mampir ke warung padang dengan sistem BDD alias Bayar Dewe-Dewe, karena porsi Adelia saat masih pacaran dengan Roma dulu bisa sampai 2-3 kali porsi makan Roma.
"Mbak, kok diem, ngelamun ? ayok iki dimakan, aku wes luwe iki," ujar Nur membuyarkan lamunan Adelia.
"Iya, ayo makan dulu, " Adelia berdiri dan beranjak mengambil piring di laci khusus karyawan.
Adelia mengambil 2 piring dan meletakkan kedua bungkus nasi padang tersebut di atasnya.
Saat akan menyuap nasi padang, Nur memegang tangan Adelia.
"Mbak, ada yang terlupa, " ujar Nur dengan mimik muka serius.
Adelia tampak berfikir. "Oh iya, aku belum berdoa, makasih udah diingatkan." Sahut Adelia.
"Bukan, bukan berdoa, menurut kata orang tua kalau dapat makanan dari laki-laki harus dilangkahi dulu, takut ada peletnya, " tukas Nur sungguh-sungguh.
"Hahahahaha, " tawa Adelia meledak.
"Kamu ada-ada saja Nur, insyaallah aman lah, udah pakai doa makan aja cukup, gak mungkin ada peletnya, udah punya bini juga," sahut Adelia menoyor kepala Nur.
"Hehehe, gitu ya mbak, oke deh ayo dimakan,"
Mereka pun makan malam dengan nikmat. Tanpa sadar ada sepasang mata yang mengamati dan sempat mengabadikan foto mereka saat makan.
*****
"Yuk, operan dinas, " seru Adelia saat melihat teman-temannya yang bertugas dinas malam datang."Ini kok ada aneka macam buah ya, ada klengkeng, apel merah, dan jeruk mandarin lagi, mantul bener dah ah," seru Dwi, salah satu teman Adelia.
"Iya, itu dari mantannya mbak Adel," sahut Nur mesam mesem. Adelia mendelik.
"Apa? mantannya Adel? siapa Nur?" kali ini Putri, teman dinas Dwi yang bertanya.
"Iku lo mbak, kamar Vip 1, wajahnya mirip Nino Fernandes, tapi kelakuannya mines, " sahut Nur ngakak.
"Dih, Nur, jangan nggibahin keluarga pasien ah, ntar kalau kedengaran kan gak enak, " bisikku.
Nur menutup mulutnya. " Maaf mbak kelepasan, hehehe,"
"Ya sudah ah, ayo operan, selak bengi iki, aku ngantuk," pinta Adelia.
*****
Jam 9 malam lebih saat Nur dan Adelia keluar dari ruang melati dan berjalan melewati koridor rumah sakit.Melewati samping ruang UGD yang kini sepi, tiba-tiba pintu samping UGD terbuka.
"Hm, mbak, tunggu ! " seru dokter Andi.
"Iya dokter, ada apa?" Nur dan Adelia menoleh bersamaan.
"Hm, saya butuh bantuan, kan saya baru pindah ke daerah sini, saya lapar malam-malam...." Dokter jaga itu tampak berpikir dulu sebelum melanjutkan kalimatnya.
Adelia memandang Nur, Nur mengangkat bahu.
"Terus gimana dokter? ada yang bisa kami bantu?" Adelia bertanya penasaran.
"Saya ingin makan di warung sebentar mumpung tidak ada pasien baru, tapi saya bingung dimana warung yang masih buka malam-malam begini. " Dokter Andi menjeda kata-katanya.
"Lah, hubungannya dengan kami apa ya ?" Adelia mulai tidak sabar. Dia sudah mengantuk.
"Bisa tidak ada yang menemani saya makan di warung atau kafe yang masih buka jam malam? " tanya dokter Andi.
Adelia berpandangan dengan Nur.
"Kenapa tidak mengajak perawat UGD?" tanya Adelia.
" Mereka sudah kutawari, dan katanya mereka sudah kenyang," jawab dokter Andi.
" Waduh dokter, kalau saya jelas gak bisa, saya kan masih serumah sama orangtua, kalau saya pulang telat, nanti ditanya aneh-aneh sama orangtua saya," jelas Nur.
"Kalau mbak Adelia bisa menemani saya cari makan ?" tanya dokter Andi.
" Hm, saya emang ngontrak dokter disini, nggak ada yang bakal nyariin saya kalau saya telat pulang, tapi saya ngantuk banget dokter, " jelas Adelia.
Sungkan rasanya makan malam berdua dengan dokter Andi yang baru dikenalnya.
"Ayolah mbak Adel, saya lapar banget, temani bentar saja, mumpung ga ada pasien baru, saya sudah pamit juga pada perawat UGD," pinta dokter Andi.
Nur mesam mesem lagi. 'Hari ini gak ada hujan gak ada panas kenapa ketemu dua orang laki-laki aneh.' Batin Adelia.
"Hm, ya deh dokter, mari saya tunjukkan warung langganan teman-teman saat dinas malam." Adelia mengalah.
"Makasih lo mbak Adel, " sahut dokter Andi tersenyum. Manis juga kek Adipati dolken.
"Ayo berangkat pakai mobil saya saja. " Ajak dokter Andi sambil berjalan ke arah parkiran mendahului Nur dan Adelia.
Nur yang bersisian dengan Adelia tersenyum sambil mencolek lengan Adelia.
Junior sesama bidan yang hanya berselisih setahun itu berbisik, " mbak, kayaknya dokter Andi naksir deh sama mbak Adel,"
Adelia mencubit lengan Nur keras-keras. Nur memekik kesakitan. " Aaawww, sakit mbak, "
Adelia mendelik ke arah Nur. " Makanya jangan mikir aneh-aneh," sahut Adelia.
" Ya sudah mbak Adel dan dokter Andi selamat makan ya, saya pulang dulu, " pamit Nur pada kedua sejawatnya tersebut.
"Iya Nur hati-hati di jalan, " sahut dokter Andi sambil membuka pintu Avanza silvernya dan duduk di belakang kemudi. Membuka jas putihnya dan melemparnya begitu saja di jok belakang.
Adelia membuka pintu penumpang dan langsung mendapat teguran dari dokter Andi.
"Kamu pikir saya supir ? ayo duduk disamping saya," instruksi dokter jaga UGD tersebut sambil menepuk-nepuk kursi disampingnya.
"I-iya dokter, " Adelia menutup pintu penumpang dan ganti membuka pintu depan mobil.
Setelah Adelia duduk dan menutup pintu, Adelia dikejutkan oleh dokter Andi yang tetiba memasangkan sabuk pengaman ke badannya.
Nyaris tidak bisa bernapas, saat hidung Adelia sangat dekat dengan pipi dokter Andi.
" Saya bisa pasang sabuk pengaman sendiri dokter. Lain kali tidak usah dipasangkan," tukas Adelia. Bergetar antara kaget, malu, dan marah.
"Berarti kamu berharap bisa naik mobil saya lain kali?" dokter Andi mengulas senyum.
Adelia bingung harus bereaksi apa. Ingin marah tapi sungkan. Gak marah tapi rasa kaget banget.
Akhirnya Adelia memilih diam dan menunjukkan arah warung nasi goreng langganan teman-temannya saat dinas malam. Warung yang berjarak hanya 2 kilo dari RSIA tempatnya bekerja.
Mobilpun melaju. Membelah jalanan malam. Adelia membisu. Entah hanya perasaannya saja atau memang benar kalau dokter Andi selalu mencuri pandang ke arahnya.
Selama perjalanan tidak ada yang berusaha membuka percakapan. Tahu-tahu mereka sudah sampai di depan warung yang dituju.
Adelia bergegas membuka sabuk pengaman mobil, takut tiba-tiba dokter Andi membukakan sabuk pengamannya. Adelia kemudian bergegas turun dari mobil. Dan duduk di salah satu kursi yang paling dekat dengan gerobak dorong penjualnya.
Dokter Andi mengikuti Adelia dan duduk di sebelahnya.
Warung tenda nasi goreng ini terkenal sangat lezat walau dipinggir jalan. Mulai buka selepas isya' sampai tengah malam.
"Mbak Adel, saya pesenkan juga ya ? " tawar dokter Andi.
"Hm, nggak udah dokter, saya sudah kenyang, " Jawab Adelia.
"Sebenarnya saya ngantuk. Pengennya cepet pulang saja, " kata Adelia dalam hati.
"Mas, nasgor pedes 1, dan es jeruk 2 ya," kata dokter Andi pada abang penjual nasgor.
"Iya mas, ditunggu ya," sahut penjualnya.
" Mbak Adel saya pesankan minum aja ya, kalau gak mau makan, sebagai ungkapan terimakasih sudah menemani saya," kata dokter Andi.
Adelia hanya mengangguk dan tersenyum. Berharap segera pulang dan memejamkan mata.
Untung malam ini antrian nasi goreng tidak terlalu banyak. Dengan cekatan abang penjual nasi goreng membuatkan pesanan dokter Andi.
Dalam sekejap pesanan pun siap, sepiring nasi goreng pedas dan 2 gelas es jeruk.
"Saya makan dulu ya mbak, " kata dokter Andi menyendok nasi gorengnya.
Lagi-lagi Adelia hanya mengangguk.
"Tinggal makan aja, pake izin dulu, ish, basa basi," batin Adelia lantas menyeruput es jeruknya.
"Mbak Adel, sudah punya calon suami ?" tanya dokter Andi membuat Adelia yang sedang minum tersedak.
"Uhuukk, uhukkk," terkejut sekali dia atas pertanyaan dokter yang baru dikenalnya itu.
"Saya ..."
"Saya ..., heran deh dok, tadi saya ketemu pasien aneh, sekarang ketemu dokter aneh."Aku membuang muka.Dokter Andi tertawa, " Pasien aneh gimana?" tanyanya."Hhhh, ya aneh lah pokoknya, males bahas saya dok," sahutku sambil mengaduk es jeruk dengan sedotan."Mbak Adel, tinggal jawab aja loh tentang pertanyaan saya, sudah punya suami atau belum? gitu aja bingung," Dokter Andi belum juga puas bertanya." Hhhh, embuh lah dok, saya belum kepikiran soal jodoh, saya cuma pingin kerja nabung terus nyenengin orang tua," jawabku."Oh gitu, berarti belum punya ya kesimpulannya ?" tanya dokter Andi lagi ."Eh bwambankkkkk, kalah mbak Najwa shihab dari elo soal interogasi, " batinku."Iya dokter, saya belum punya calon, mungkin gak laku," sahutku ketus."Hush, jangan bilang gitu mbak, ucapan itu doa lo, mbak Adel ini cantik cuma..." dokter Andi menghentikan kalimatnya. "Cuma apa?!" mata auto melotot seketika."Cuma judes dan sering manyun. Itu yang bikin nggak kuat. Hahahaha." Dokter Andi tert
Semua mata memandang kearahku. Terutama Roma yang tersenyum-senyum. "Roma, kamu sungguh Ter-la-lu," batinku."Sebenarnya...., saya bisa, tapi saya waktunya pulang ke rumah kalau libur dinas 2 hari lagi," jawabku."Gak apa-apa mbak Adel, cuma seminggu kan biasanya bayi cuplak puser, lagipula mbak Adel kan sering mandiin bayi to." Tahu-tahu Nur ngejeplak begitu saja. Padahal aku berencana menolak secara tak kasat mata.'Aduh Marimar, gak bisa ngeles lagi nih,' gumamku."Hm, apa tidak dimandikan yangtinya mungkin bu? " tanyaku aku masih berusaha nego."Dulu yang memandikan saya waktu kecil mbah dukun mbak. Mama saya memandikan saya saat saya sudah cuplak puser," sahut bu Rania."Hm, baiklah bu, saya bantu dan saya ajari memandikan bayi ya," sahutku akhirnya.Perkara nanti ketemu Roma di rumah bu Rania itu urusan belakang deh, yang penting sekarang operan dulu."Kalau gitu kami lanjut operan dinas dulu," kami berlalu dari hadapan bu Rania.Selesai operan dinas, aku dan Nur segera menyiapk
Foto profile yang ada di Whatsapp misterius itu adalah fotoku saat balita!Lengkap dengan pipi tembam dan tubuh gempalku."Aduh gusti, ini siapa yang udah usil sih, " batinku.Aku ingat-ingat lagi dimana aku pernah posting foto masa kecil."Oh My God, di Facebook ! jadi pengirim bunga dan klengkeng ini sampai stalker sosmed aku buat save foto masa kecilku !? benar-benar kurang kerjaan." Aku menulis laporan sambil mengomel-ngomel sendiri.Nur yang sudah menata obat dan kini di ruang perawat denganku tertawa terpingkal-pingkal melihatku."Eh, ngapain kamu ketawa ketiwi gitu? " semburku."Habisnya mbak Adel lucu, kerja sama ngomel, eh ngomel sama kerja," sahut Nur."La ini, ada orang aneh, masak ambil foto masa kecilku di facebook terus dijadiin foto profile whatsapp, kan aneh," omelku ."Kek ga ada kerjaan aja, awas aja kalau ketemu ntar bakalan aku...?" omelanku terpotong oleh suara Nur."Aku kawinin...hahaha," Nur ngakak."Enak aja, belum kenal juga," sahutku."Mbak Adel udah usia 24
Aku bengong dan mulutku terbuka melihat dokter Andi bertelanjang dada dan hanya memakai bokser di depanku."Aaaaaa!!"Aku berteriak melihat roti sobek susun 6 tersedia di depan mata."Wah, ada vitamin A dosis tinggi !" batinku bersemangat. Eh.Tunggu ! di tangan dokter Andi kenapa ada ponsel yang menyala.Antara penasaran dengan ponsel yang berbunyi dan gemas dengan roti sobek, aku mendekatinya.Dokter Andi menyembunyikan ponsel yang dibelakang badannya. Tapi terlambat.Tanganku kananku sudah memegang ponselnya dan ikut ditarik kebelakang punggungnya juga sehingga jarak kami begitu dekat.Oh My God. Jantungku berdentam keras saat melihat tatapannya yang menghujam. Saat wajahnya mendekati wajahku, aku memejamkan mata. Sengaja kubiarkan dia melakukannya agar lengah. Dan, tangan kananku yang sudah berada di punggungnya menarik keras ponsel, sedangkan tangan kiriku mencubit tangan dokter Andi."Aaawwww!" Dokter Andi memekik kaget sambil menjauhkan wajah dariku. Tangan kanannya mengel
pov RomaAku mengamati Adelia dan Andi dari dalam ruang tamu, kenapa Adelia tampak malu-malu begitu dan Andi tampak senyum-senyum gak jelas. Aku jadi menyesal melepas Adelia dulu karena dia gendut. Sekarang jadi langsing cantik, seperti before afternya jessica milla dalam film imperfect.Aku jadi tersenyum sendiri membayangkan pertemuan pertamaku dengan Adel saat dia pingsan di acara MOS saat SMA dulu.Flash back si Roma :"Alhamdulillah aku diterima juga di SMA favorite di kota ini. " Gumamku sambil melihat lembar nama siswa yangtergantung di papan pengumuman."Kepo ah, siapa sih yang meraih peringkat NEM terbaik masuk di SMA ini, " aku menelusuri nomor paling atas dengan telunjukku."Ah ini dia ketemu, Adelia Nareswari. Namanya cantik, deketin aja ah, siapa tahu bisa nebeng bikin PR, " aku bersorak dalam hati dengan ide cerdasku.Aku memang siswa pas-pasan. Pas mau jawab ujian, pas bener. Pas malas bikin PR, pas ada teman yang meminjamkan PRnya untuk kusalin.Berkat wajah rupawan d
pov Roma"Caranya adalah kamu bawa ponsel aja ke kelas Del, ntar kalau sudah selesai mengerjakan ujian, kamu tinggal whatsapp aku saja, gimana ?" pintaku."Ntar kalau ketahuan gimana Roma? aku takut, " serunya."Kalau kamu duduk di depan, kamu gak perlu ngasih aku jawaban, tapi kalau kamu duduk di tengah atau di belakang, kamu harus ngasih tahu aku jawaban via whatsapp, gimana?" pintaku memelas. Agar lebih meyakinkan aku menggenggam tangannya. Tangan tebal yang teraba kasar. Mungkin Adelia ini sudah biasa nguli. "Kelulusanku tergantung padamu Del," kataku.Dan, Adelia pun mengangguk. "Oke, aku setuju dengan ide mu Roma." Sahutnya mantap."Dasar bucin tingkat nasional, hahahaha, " aku tertawa penuh kemenangan dalam hati.Keberuntungan berpihak padaku. Saat UAN, aku dan Adel memang beda kelas. Tapi kita sama-sama duduk di belakang.Mulus sudah jalanku menuju kelulusan karena seorang Adelia.Tentu saja aku juga membayar jerih payah Adel belajar dengan membawakan sekantung kresek kelengk
pov RomaAku menatap wajah Rania. "Ibu whatsapp yang, meminta kita cepat pulang. "Jawabku cepat seraya memasukkan ponsel ke saku celana. Tentang whatsapp Adelia, bisa dipikirkan nanti.Rania tersenyum dan mengangguk, " ya sudah, ayo pulang yang," tukasnya sambil mengelap bibir dengan tissue."Oh iya, aku boleh gak jenguk mamamu? " tanya Rania saat kami sudah berada dalam mobil menuju arah pulang."Jangan dulu yang, aku ada urusan toko sama mama, aku antar kamu pulang dulu ya," sahutku cepat.Aku ingin pulang sendirian ke rumah dan langsung menelepon Adelia untuk menjelaskan apa yang terjadi diantara aku dan Rania."Roma, tunggu ," seru mama saat aku sampai di rumah dan hendak nyelonong ke kamar.Dengan malas aku mendatangi ibu yang bersedekap di tangga rumah."Kenapa mukamu seperti ditekuk? kamu ada masalah dengan Adelia kan?" tegur mama.Aku terhenyak. Kenapa mama bisa tahu. Jangan-jangan...."Mama ya yang kirim fotoku sama Rania ke nomor Adel?" tanyaku mengintimidasi."Iya, memang m
pov RaniaHari ini tiba-tiba perutku mulas, keluar lendir darah dari area kewanitaanku. Memang bulan ini adalah waktu perkiraan bersalinku. Setelah seminggu yang lalu aku merasa mulas dan saat periksa ke dokter kandungan hanya pembukaan satu, maka aku diinstruksikan untuk pulang kembali membawa beberapa obat yang telah diresepkan.Aku berteriak memanggil mami dan bang Roma, suamiku. "Mi...Mami, perutku mules sekali, tolong," seruku."Yang, tolong, sepertinya anak kita mau keluar inih !" aku yang saat itu sedang tidur siang berteriak-teriak tiada henti.Mami segera berlari ke kamarku di lantai dua. Bang Roma pun demikian. Tergopoh-gopoh menghampiriku yang sedang kesakitan."Yang, aku tidak kuat berjalan lagi, tolong gendong aku, " seruku memelas.Mas Roma tampak melongo.Mungkin merasa keberatan karena sejak hamil berat badanku bertambah 15 kilo."Jangan melongo saja Roma, ayok berangkat ke rumah sakit. Kebetulan Andi kan sedang dinas, gendong istrimu dong masa ga mau sih." Mami merepe