Share

Naufal

Hari ini bagiku cukup melelahkan. Dan entah kenapa mood-ku hari ini sangat buruk. Aku bergegas pulang dan menolak ajakan Alin untuk ke toko buku dengan alasan sakit kepala. Sebenarnya memang sakit sih meskipun tidak terlalu. Aku sampai dirumah disambut bunda yang sedang asyik menjahit. Ya, itu pekerjaan bunda. Aku hanya bergantung pada bunda dan pekerjaannya. 

"Assalamualaikum Bunda," ucapku.

Bunda yang melihatku tersenyum lega. "Waalaikumsalam Kay, makan sana!" ujarnya.

Aku bergegas masuk kamar dan tak sabar untuk merebahkan badanku. Aku memutuskan mendengarkan musik saja. Aku membuka handphone saat tiba-tiba sebuah notifikasi pesan w******p muncul.

Alin : [Kay, gimana keadaanmu?]

Kayra : [Aku udah rebahan Lin, semoga nanti enakan.]

Alin : [send a photo]

Alin : [Aku pengen beli jam tangan. Pilih satu diantara dua yang ku kirim!]

Aku mengunduh foto yang dikirim Alin. Dua jam tangan warna putih dan biru. Aku dominan menyukai warna putih.

Kayra : [Yang ini.]

Alin : [Good choice! Tq mabestiiii. Gws yah:"*]

Aku menutup w******p dan membuka aplikasi musik. Saat tiba-tiba bunda mengetuk pintu kamarku.

"Kay, ada pesen makanan diluar?" ujarnya. Aku menaikkan alisku. Mana ada aku pesan makanan.

"Enggak Bun," jawabku.

Lama tak terdengar sahutan bunda, hingga tiba-tiba bunda masuk kamarku lagi membawa bungkusan plastik hitam.

"Abang grabfood-nya kasihan. Jadi bunda ambil. Katanya sih emang buat Kayra," ujar bunda. 

Aku heran. Aku sama sekali nggak pesan makanan diluar. Namun aku tetap menerima bungkusan itu dan membukanya dengan was-was. Pizza dan..... cilok? Ini dari siapa sih? Tapi bodo amatlah. Aku mulai memakan pizza dengan bunda. Tiba-tiba, notif w******p-ku berbunyi.

Naufal : [Aku denger dari Alin, katanya kau sakit. Aku beliin pizza biar sehat lagi ya! get well soon budiesss]

Aku hampir tersedak membacanya. Bunda yang melihatku terkejut membaca pesan jadi ikut kaget.

"Kenapa Kay? Ini punya orang ya?" tanyanya dengan wajah bersalah. Aku malah ingin tertawa melihat bunda seperti itu.

"Enggak bun, pizza ini temen Kayra yang beliin. Namanya Naufal. Sebenernya temen Alin sih, Kayra baru kenal sama dia," jelasku. Bunda yang mendengarnya tersenyum sumringah. Nggak tau sih itu senyum senang atau ngejek. 

"Kapan-kapan bawa Naufal main kemari ya," ucap bunda sambil meringis dan melambai pergi dari kamarku. Aku hanya bisa cemberut dan membuka handphone-ku lagi. Kubuka kembali chat Naufal tadi.

Kayra : [Kay sempet kaget tadi kirain abang grabfood-nya salah alamat. Makasih Fal.]

Aku mengirim pesan lalu memperhatikan potongan pizza yang tak utuh lagi. Juga cilok yang masih hangat. Baru awal perkenalan dan Naufal sudah menunjukkan kebaikannya. Tapi tenang saja, aku harap aku tidak semudah itu jatuh hati dengan Naufal. Kami baru berkenalan dan tidak mungkin aku langsung jatuh hati bukan? Sesungguhnya dia memang tampan, tapi aku sudah bertekad tak ingin jatuh hati karena paras saja.

Aku membereskan sisa pizza dan memasukkan cilok kedalam lemari makanan di dapur. Setelah cuci tangan dan kaki, aku langsung tidur karena kepalaku makin sakit saja. 

Lagi-lagi aku terbangun saat matahari sudah tak terlihat lagi. Saat bangun tidur kepalaku makin sakit saja rasanya. Aku menggigil dan rasanya badanku pegal-pegal tak karuan. Aku mencoba bangkit dan mencari bunda. Baru saja akan bangkit, bunda sudah membuka pintu kamarku. 

"Kayra, kau demam nak," ucapnya. "Bunda nggak tega mau bangunin kamu tadi. Gimana rasanya sekarang?" ucapnya lagi.

Aku meraba dahiku. "Kay laper bunda," jawabku.

Malam ini aku makan bubur ayam. Aku nggak terlalu suka sih, tapi apa boleh buat. Bunda sedikit rewel kalau aku sakit dan peraturannya, kalau aku sakit, aku nggak boleh makan apa-apa kecuali bubur dan buah-buahan. Aku melihat bunda gusrah gusruh mencari termometer. Aku sayang banget sama bunda. Bunda kelihatan sangat khawatir bila aku sakit. Dia juga tak punya siapa-siapa selain aku.

"Nah, ini dia!" ujarnya gembira saat mendapati termometer. "Sini, bunda cek suhunya," ucapnya.

Bunda meletakkan termometer di ketiakku dan membiarkannya sejenak seraya menyuap bubur ke mulutku. 

"Cepet sembuh tuan putri, biar bisa sekolah ketemu Naufal," ujarnya.

Aku merengut mendengarnya. "Naufal nggak satu sekolah bun sama Kayra," ujarku.

"Lah, terus Naufal sekolah dimana? Bunda kira dia orang yang tempo hari dateng kerumah cari kau," kata bunda lagi. Aku cuma menggeleng mendengarnya. Entahlah, untuk saat ini aku tak ingin memikirkan tentang siapa deretan orang misterius yang akhir-akhir ini datang ke hidupku.

Bunda mengambil termometer dan mengecek suhunya 

"Ah, suhu mu 37°. Jangan kecapean dong Kay, kalau kecapean dan kamu sakit kayak gini kan bunda juga yang susah," ujar bunda.

"Bun, Kayra nggak papa. Bunda istirahat aja udah malam. Kay juga mau tidur. Kayaknya besok Kayra nggak sekolah aja deh bun," ujarku. Bunda hanya mengangguk.

Setelah selesai dengan makan malamku dan minum obat aku kembali melanjutkan tidurku. Bunda sudah aku suruh tidur sejak tadi. Sebelum tidur, aku membuka handphone dan mengecek kembali w******p-ku. Ada satu pesan dari Alin.

Alin : [Kay, udah enakan?]

Kayra : [Belum Lin, kayanya besok aku nggak sekolah dulu deh.]

Alin : [Yah, bener?]

Kayra : [Hooh, aku demam tinggi.]

Alin : [Yaudah deh, cepat sembuh ya Kay. Sekarang istirahat!]

Aku menutup handphone. Aku ingin tidur nyenyak tapi tak bisa. Badanku benar-benar linu semua. Mataku panas namun badanku menggigil kedinginan. Aku kembali membuka handphone dan mencari podcast di YouTube. Aku menaikkan volume handphone dan mulai mendengarkan podcast. Ini belum terlalu malam. Masih pukul 20.00 WIB. Pasti Naufal belum tidur. Aku melirik w******p-ku dan melirik pesannya yang belum kubaca sejak tadi sore.

Naufal : [Kayra, belum tidur?]

Astaga! Ternyata dia memperhatikan online-ku dari tadi. 

Kayra : [Ah iya, belum. Aku nggak bisa tidur.]

Naufal : [Mau telponan nggak?]

Shit. Selama hidup aku nggak pernah telponan bareng cowok malam-malam gini. Dan sekarang, aku diajak telponan?

Kayra : [Emmm, boleh.]

Bicara apa aku? Boleh? Siapa yang bilang boleh? Kayraaaaa astagaaaaaa. Dan benar saja. Beberapa detik kemudian, Naufal menelponku. Aku gemetar saat hendak mengangkatnya. 

"Halo Kayra," ucapnya. Suara Naufal serak-serak basah. Aku bisa saja candu dengan suaranya jika terus-terusan seperti ini.

"Iya Fal."

"Udah minum obat?"

"Udah kok, aku pengen tidur tapi nggak bisa."

Naufal menghela nafas. "Kau kedinginan?" tanyanya.

"Iya, dingin banget," ujarku.

"Yaudah kau tutup mata aja. Dengerin aku nyanyi biar bisa tidur."

Apa? Dengerin dia nyanyi? Tapi boleh juga. Setidaknya aku jadi nggak harus banyak ngomong. Kalo pada akhirnya aku tetap nggak bisa tidur, aku pura-pura tidur aja biar dia matikan telponnya.

"Iya Fal," jawabku.

Naufal mulai bernyanyi di seberang. Tak seperti yang kuduga, suara Naufal benar-benar bagus. Aku benar-benar menikmati suaranya sampai tak sadar, aku tertidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status