Home / Rumah Tangga / PELAN PELAN SAYANG / 3 - TENANG AJA, SAYA NGGAK GIGIT, KECUALI...

Share

3 - TENANG AJA, SAYA NGGAK GIGIT, KECUALI...

last update Last Updated: 2025-07-02 16:26:09

Gendis segera berlari menuju pintu dan melihat ketiga temannya sudah hadir.

Mereka berpelukan dengan bahagia dan ceria.

“Kamu tuh cantik banget, loh…” ucap Gina sambil menatap Gendis kagum.

“Iya, sumpah! Lebih cantik daripada di video keseharian kamu di medsos,” sahut Putri penuh semangat.

“Masa sih…” Gendis tersipu malu.

“Beneran, loh… Kamu makin cantik, walaupun kelihatan... lebih kurus,” ucap Dian dengan nada penuh perhatian.

Mereka saling tatap, lalu kemudian berpelukan erat, seolah sedang saling menguatkan dalam diam.

“Sabar, ya…” bisik mereka hampir serempak.

Gendis mengangguk pelan sambil mengusap air matanya yang mulai jatuh tanpa bisa ditahan.

Mereka duduk di ruang TV, lalu mulai membicarakan apa yang sedang Gendis alami.

“Jadi… dia nggak mau kamu hamil?” tanya Dian, ragu-ragu namun penasaran.

“Iya… Aku nggak tahu kenapa. Dia paksa aku buat KB.”

Gendis tertegun sebentar. “Tempo lalu juga aku nemu pil KB di meja. Dan aku gak pernah beli.”

“Serius? Nggak bener deh!” seru Putri, geram.

“Jadi kamu ikutin maunya Raka?” tanya Gina hati-hati.

“Aku diam-diam lepas KB, dan dia nggak tahu. Tapi… anehnya aku belum juga hamil,” ucap Gendis dengan wajah penuh kesedihan.

“Bisa jadi… dia sengaja nggak masukin spermanya ke kamu,” ucap Dian, mencoba berpikir logis.

“Jahat banget kalau emang gitu!” ucap Putri dengan nada getir.

“Tapi tenang… Kamu beneran mau hamil?” tanya Dian pelan, menatap lurus ke arah Gendis.

“Iya… Aku malu sama keluarga suami. Belum lagi mertua aku…” jawab Gendis, suaranya nyaris pecah.

“Tepat! Aku ada solusi. Tapi kamu harus rutin jalan nya,” kata Dian dengan semangat sambil bangkit berdiri dan mulai berjalan mengelilingi ruang TV.

“Solusi apaan nih?” tanya mereka bertiga hampir bersamaan.

“Aku punya kenalan. Namanya Rain,” ucap Dian misterius.

“Terus? Hubungannya sama masalah Gendis?” tanya Putri dengan dahi mengernyit.

“Maksudnya… Gendis selingkuh sama laki-laki itu?” tanya Gina, tertawa kecil setengah geli.

“Hahaha! Bukan itu… Tapi dia itu ahli di bidang permasalahan rumah tangga,” jelas Dian sambil menahan tawa.

“Maksudnya… dia itu gigolo?” tanya Gina lagi sambil menutup mulutnya, tak kuat menahan geli.

“Eits, lihat dulu dong!” sahut Dian cepat, lalu mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto seorang pria tampan kepada ketiga rekannya.

“Gila… Ini sih rare item kalau gigolo!” komentar Gina dengan mata berbinar.

“Eh, bukan gigolo! Tapi dia ini seorang Master of Psychology, spesialis Health Reproductive, lulusan Aussie!” jelas Dian dengan bangga.

“Oh waw… Ganteng banget!” ucap Putri sambil mendekatkan wajah ke ponsel.

“Gila. Kalau konsultasi sama yang beginian sih… bisa hamil terus…” celetuk Putri sambil tertawa geli.

“Tapi…” Gendis tampak bimbang.

“Kalau mau, sore ini ayo aku anterin ke kliniknya!” ucap Dian dengan nada meyakinkan, matanya menatap Gendis penuh harap.

Dengan meyakinkan dirinya, Gendis pun menjawab, "Gapapa?"

"Gapapa dong!"

“Yes!” ucap Dian, disusul dua temannya yang ikut bahagia dengan keputusan Gendis. “Gue ikut!”

“Tapi... aku harus minta izin dulu ke suami. Dan alasannya apa dong?” tanya Gendis.

“Halah, gampang. Bilang aja ada acara di rumah aku!” ucap Putri.

“Iya. Jangan kasih tahu soal kamu mau ketemu Rain,” ucap Gina.

“Tapi nanti dia curiga?”

“Gendis, ini waktunya kamu buktikan kalau kamu bisa hamil. Dan kita lihat, gimana reaksi suami kamu yang aneh itu pas tahu kamu bisa hamil!” ucap Dian.

Ponsel Dian berbunyi, muncul nama Rain yang menghubungi dirinya. Mereka berbicang sekilas.

Kemudian setelah Dian menutup ponselnya, ia berucap, “Dia mau. Dia bilang dia bisa bantuin kamu!”

“Gendis, kamu tenang aja, kamu nggak salah ngelakuin ini, kok,” ucap Putri yang meyakinkan Gendis.

“Iya, lagian suami kamu aneh, masa istri nggak boleh hamil?” ucap Gina dengan wajah cemberut.

“Iya... aku izin dulu sama suami aku,” jawab Gendis dengan suara pelan.

Sesaat Gendis tertegun sejenak, suara klakson terdengar dari depan rumah. Gendis membuka pintu dan melihat Gina sudah turun dari mobil.

“Ayo!” seru Gina sambil mengetuk pintu pagar.

Di dalam mobil, Gendis duduk dengan gelisah.

“Aku takut, Gin...” lirihnya.

“Tenang, santai. Kita jalan dulu aja.” ujar Gina sambil menatap jalan.

“Tapi... kalau nggak jadi, nggak masalah kan?”

“Rugi dong. Kamu tuh butuh konsultasi sama laki-laki kayak gitu. Kapan lagi... Ngobrol dulu kan nggak dosa.”

Sesampainya di klinik, isi pasiennya bisa dihitung jari. Membuat Gina menyenggolnya.

“Santai aja ish.”

“Aku takut, sumpah...” ucap Gendis, gugup sambil memandangi sekitar ruangan.

“Santai aja kali, tenang… testimoninya banyak kok,” seloroh Putri sambil mengedipkan mata.

“Rasanya pengen pulang,” bisik Gendis panik.

“Eh, eh… tenang. Dengerin ya, ini cuma konsultasi awal. Enggak bakal ada yang aneh-aneh. Dia tuh Psykolog Reproduksi, bukan dukun pelet!” bisik Gina, sambil duduk di samping Gendis.

Gendis mengangguk pelan, walau wajahnya tetap tegang.

“Belum juga ya?” tanya Gendis sambil melirik ke arah pintu ruangan konsultasi.

“Belum keliatan. Tapi resepsionisnya bilang, bentar lagi keluar,” jawab Dian, nyaris berbisik.

Tak lama, suara pintu ruang dalam terdengar terbuka. Seorang pria dengan jas dokter biru navy melangkah keluar. Wajahnya teduh, maskulin, rambutnya sedikit berantakan, dan di tangannya ada tablet digital. Ia berbicara singkat dengan perawat sebelum mengarahkan pandangan ke ruang tunggu.

“Mbak Dian?” sapa Rain ramah, suaranya berat tapi tenang.

“Iya, Mas. Udah lama nggak ketemu nih,” ucap Dian.

“Terakhir, sama temannya yang mau program IVF, kan?” ucap Rain.

“Bener banget, Mas. Masih ingat aja nih. Ini teman saya. Gendis.” ucap Dian mengenalkan Gendis ke Rain.

“Gendis, ya?” ucapnya, dengan suara bariton yang membuat bulu kuduk Gendis meremang.

Gendis menoleh pelan, seperti anak sekolah yang tertangkap melamun. Matanya membesar.

“Silakan ikut saya ke ruang konsultasi,” ucap Rain, sembari tersenyum ramah.

Gendis berdiri, langkahnya ragu. Gina menyemangatinya dengan anggukan kecil.

Begitu mereka mulai berjalan menuju ruang dalam, Rain sempat berbisik ringan di samping telinga Gendis.

“Tenang aja, saya nggak gigit kok... kecuali diminta,” gumamnya rendah, lalu tertawa singkat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Dara Tresna Anjasmara
bener kak Erpina...
goodnovel comment avatar
Dara Tresna Anjasmara
baru kakak ini yang bilang dokter lucu.... ahahah...
goodnovel comment avatar
Dara Tresna Anjasmara
hahaha... iya kak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PELAN PELAN SAYANG   378 - ADAM TAKUT GENDIS MENGETAHUI SEMUANYA DARI RAIN.

    “Sayang, nggak ada yang perlu kamu khawatirin dari semua ini. Saya udah janji sama kamu, semua yang saya lakukan kamu harus tahu. Dan saya pegang omongan ini sampai mati,” ucap Rain penuh ketulusan, menatap istrinya seolah ingin memastikan ia merasa aman. “Iya deh…” ujar Gendis pelan sambil mengangguk. Ia berusaha tenang, meskipun ada sesuatu yang jelas masih mengganjal di hatinya. Tak terasa, mobil mereka berhenti di kediaman keluarga Rain. “Wah… ke sini juga,” ucap Ibu Rain begitu melihat Gendis berjalan ke arahnya. “Iya dong, Mama. Obatnya udah sampai, kan?” tanya Gendis sambil memeluk ibu mertuanya hangat. “Udah dong… makasih banget, kamu perhatian sama Mama,” ucap Ibu Rain sambil melirik Rain yang sedang meletakkan kue dalam kotak hitam di atas meja makan. “Rain, bawa apa tuh?” tanya ibunya lagi, penasaran. “Kue, Ma. Kebetulan beli banyak. Aku kan stok makanan terus di rumah, dan ini aku bawa sebagian buat Mama juga,” jawab Gendis sebelum Rain membuka mulut. Ia duduk di si

  • PELAN PELAN SAYANG   377 - ADAM MEMBUAT GENDIS PANIK

    “Teman? Teman kantor? Klien?” tanya Gendis sambil mengerutkan dahi, matanya menatap Rain penuh curiga yang sulit ia sembunyikan. “Teman lama saya,” ucap Rain pelan sambil mengangguk. Tangannya terulur mengusap perut istrinya, mencoba menenangkan suasana. “Nggak jauh dari rumah Mama.” “Mendadak banget?” Gendis menatapnya lebih dalam, rasa tidak nyaman mulai muncul di wajahnya. “Kamu nggak sembunyiin sesuatu dari aku kan, Sayang?” “Nggak ada, Sayang…” Rain tersenyum kecil, tapi sorot matanya terlihat sedikit gelisah. “Emang saya udah lama nggak ketemu. Dia baru balik dari LA.” “Perempuan?” tanya Gendis lagi, suaranya merendah, mengandung kecemasan yang tidak bisa ia tutupi. “Laki-laki…” ucap Rain sambil menarik napas pelan, berusaha meredam ketegangan di antara mereka. “Ada masalah?” tanya Gendis pelan, matanya masih meneliti ekspresi suaminya. “Nggak ada. Cuma mau ketemu doang… Beneran,” ucap Rain sambil mencoba tersenyum. Ia meraih tangan Gendis lembut. “Kamu mau ikut? A

  • PELAN PELAN SAYANG   376 - TEMAN LAMA?

    “Kok mirip Pak Kevin?” ucap Angga pelan. Nada suaranya merendah, seperti baru saja menyadari sesuatu yang tidak ia inginkan. “Tuh kan? Makanya pas aku liat ini tuh kayak… siapa gitu.” Shasha mengembuskan napas gelisah. “Dan ini kan videonya dua malam lalu, aku ambil dari rekaman CCTV. Ngapain coba dia ke rumah kita dan liatin kayak gitu? Ya kan?” ucapnya, jelas terdengar tidak nyaman. “Tapi masalahnya, apa dia tahu itu rumah kita?” tanya Angga, alisnya mengerut, pikiran mulai bergerak liar. “Makanya itu, Sayang.” Shasha mengusap lengannya sendiri, tubuhnya merinding. “Selain Pak Rain sama istrinya, sisanya cuma Mama Papa kita. Nggak ada yang lain. Temen kantor? Mereka bahkan belum tahu rumah kita sampai sekarang.” Sore itu, benak Angga penuh tanya. Jantungnya berdegup cepat, membayangkan Kevin berdiri diam di depan rumahnya pada jam malam—seakan membawa sesuatu yang jauh lebih gelap daripada sekadar rasa ingin tahu. Tiba di sebuah restoran, Angga menggandeng tangan Shasha sam

  • PELAN PELAN SAYANG   375 - VIDEO SESEORANG

    “Saya ngerasa, nggak ada yang aneh sih,” ucap Rain dengan tenang. Ia bahkan tidak menoleh, hanya memindahkan kursor di layar laptop sambil menghela napas pendek. “Polanya itu, Pak. Koper semua,” ucap Angga, nadanya lebih serius, alisnya mengerut. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja, gelisah. “Kamu tuh masih kebawa suasana yang kemarin,” ucap Rain sambil tertawa kecil lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Senyumnya tipis, tapi matanya tetap jernih dan tenang. “Iya kali, ya. Kangen juga sih… seru gitu kita malam-malam keluar rumah ninggalin istri,” ucap Angga sambil tertawa, meski fokusnya tetap pada layar laptop. Gendis yang baru melintas dari arah kamar menuju ruang makan, menggeleng pelan sambil tertawa kecil mendengar ucapan mereka. Perut besarnya ikut bergerak saat ia menahan tawa, tatapannya hangat pada dua orang yang sedang bekerja itu. “Besok saya ke kantor, tapi cuma sebentar aja. Nggak bisa lama-lama ninggalin Gendis,” ucap Rain sambil menoleh sekilas pada istrinya, senyum

  • PELAN PELAN SAYANG   374 - JASAD SIAPA?

    “Jadi gangguan orgasme bisa memengaruhi kondisi mental, karena pengidapnya dapat merasa sedih atau tertekan secara emosional akibat tidak bisa mencapai orgasme. Makanya saya sarankan Ibu dan Pak Wilman…” ucap Rain lembut, berusaha menjaga nada empatinya saat memberikan konseling kepada pasangan yang mengalami hambatan dalam hubungan seksual hingga mempersulit proses pembuahan. Setelah memberikan solusi dan memastikan keduanya memahami arahan, Rain menutup sesi itu dengan senyum menenangkan. Hatinya sedikit berat—ia tahu masalah seperti itu bukan perkara mudah bagi pasien mana pun. Usai sesi konseling, Rain mengemasi berkas-berkasnya dan bersiap pulang ke apartemen. “Jalan kaki lagi toh, Mas…” sapa seorang petugas parkir di coffee shop dekat apartemen, senyumnya lebar penuh keramahan. “Olahraga, Pak. Udah makan siang?” tanya Rain sambil tersenyum. Ia merogoh saku celananya dan menyelipkan selembar uang ke tangan petugas itu. “Oalah, malah dikasih duit? Repot-repot e, Mas. Suw

  • PELAN PELAN SAYANG   373 - PERMINTAAN IBU RAIN

    “Rain, kapan kalian pindah ke sini? Mama kesepian, loh…” ucap ibunya dalam percakapan telepon pagi itu. “Nanti ya, Ma… Sekarang Rain lagi banyak kerjaan. Gendis juga mau persiapan lahiran bulan depan,” ucap Rain sambil tetap mengetik di depan laptop. Sesekali ia melirik Gendis yang sibuk menggoda dirinya dari sofa. Senyumnya melebar melihat tingkah istrinya. “Tapi… dia mau, kan, tinggal sama Mama?” tanya ibunya lagi, suaranya terdengar lebih menuntut. “Hm… ya nanti kita bicarakan lagi, ya, Ma,” ucap Rain sambil menarik napas gelisah. “Kamu kan suaminya, kepala rumah tangga. Kamu bujuk dong dia, biar dia mau,” ucap ibunya sambil menyiram tanaman bunga di pekarangan belakang rumahnya. Rain terdiam. Suara air yang tercurah di seberang telepon terdengar seperti tekanan yang menghantam dada. Tatapannya beralih pada Gendis—perempuan yang kini menjadi pusat dunianya—lalu kembali menatap layar laptop yang tiba-tiba terasa terlalu sempit untuk menampung beban pikirannya. Di ujung t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status