Se connecterSinar matahari pertama menembus jendela kamar tidur Elara, dan Dayang Clara sudah berdiri di sampingnya, memegang nampan perak yang berisi teh pagi dan, di dalam vas kristal kecil, satu tangkai Anggrek Merah.
“Anggrek dari rumah kaca, Tuan Putri. Saya pikir warnanya sangat cocok dengan suasana hati Anda pagi ini,” kata Clara dengan senyum yang terlalu lebar, nadanya penuh makna tersembunyi. Clara menempatkan vas itu tepat di samping tempat tidur Elara, di mana matanya bisa mengawasi. Elara merasa tegang. Dia tahu Ariel pasti sudah mencoba menghubunginya, dan bunga ini adalah satu-satunya kesempatan. Dia harus bertindak secara alami. "Anggrek yang indah, Clara. Terima kasih," jawab Elara, mengambil bunga itu. Saat ia memuji warna kelopak bunga, jarinya perlahan-lahan menyentuh batang Anggrek. Dia merasakan ada tonjolan kecil yang tidak wajar, sekecil serpihan. Elara tahu itu. Itu adalah pesan Ariel. "Bisakah Anda mengambilkan buku puisi saya, Clara? Saya merasa ingin membaca beberapa baris ode tentang musim semi ini," pinta Elara. Clara, yang berharap Elara akan segera pergi ke upacara pagi, ragu sejenak. Tetapi, menolak permintaan sederhana itu akan terlihat mencurigakan. "Tentu, Tuan Putri," jawab Clara, berjalan ke lemari buku. Saat Clara membelakanginya, Elara bertindak. Dia mematahkan batang Anggrek Merah itu seolah-olah dia sedang menciumnya, dan dengan cepat menarik serpihan perkamen kecil yang tertempel kuat di pangkal bunga, menyembunyikannya di antara jari-jarinya. Clara kembali dan melihat Elara sedang memeriksa batang bunga yang patah. "Astaga, Tuan Putri! Anda merusaknya," tegur Clara. "Tidak masalah, Clara. Bunga hanya sementara. Puisi abadi," jawab Elara dengan nada ceria palsu, menyisipkan perkamen itu ke balik gaun tidurnya. Setelah sarapan dan upacara pagi yang membosankan—di mana ia harus tersenyum manis kepada Pangeran Varen, yang tampak sedikit terlalu bersemangat—Elara akhirnya bisa kembali ke kamar. Dia segera mengambil perkamen kecil itu. Di sana, tertulis tiga simbol dengan tinta arang yang nyaris tak terlihat: Angka 3, Garis Zig-Zag Sungai, dan Gerbang Penyeberangan. "Tiga hari… Penyeberangan Sungai Feralis," gumam Elara. Ketakutan yang dingin merayapinya. Varen tidak hanya mencoba sabotase, tetapi dia merencanakan serangan militer langsung. Itu adalah pengkhianatan tingkat tertinggi. Elara tahu bahwa jika dia mengungkap Varen sekarang, tanpa bukti tambahan dan tanpa rencana yang kredibel untuk mengamankan perbatasan, Raja akan curiga terhadap motivasinya sendiri. Dia perlu tindakan pencegahan yang terencana dengan baik. Elara memikirkan Ariel. Dia tidak bisa memanggilnya secara langsung. Dia harus menggunakan utusan yang paling tidak dicurigai. Dia memanggil pelayan muda di bawah pengawasannya, seorang gadis pemalu bernama Maeve. "Maeve, tolong sampaikan pesan ini kepada... Kepala Inventaris Sayap Barat. Katakan padanya: 'Permadani Burgundy itu tidak selaras dengan permadani Merah Maroon di Ruangan Tarian. Minta Ariel untuk menambahkan satu simpul pada simpul sutra di permadani yang robek. Itu harus dilakukan sebelum sore.'" Pesan itu adalah sandi yang rumit: Permadani Burgundy/Merah Maroon: Mengacu pada tempat persembunyian Ariel di Sayap Barat dan informasi yang ia kirim. Tambahkan satu simpul: Merupakan sandi untuk 'Tinggal di tempat, jangan datang. Tunggu pesan saya.' Elara tidak ingin Ariel mempertaruhkan hidupnya untuk kembali ke Sayap Raja. Dia harus aman. Setelah mengirim pesan itu, Elara mengambil keputusan yang menentukan. Dia tidak bisa pergi ke Raja. Raja sibuk dengan persiapan pertunangan dan akan menunda tindakan. Dia harus pergi ke orang yang memiliki kekuatan untuk bertindak cepat dan diam-diam. Dia memanggil Jenderal Kavaleri Kerajaan, Paman Agungnya, seorang pria tua yang tegas dan loyal bernama Ksatria Cassian. Elara menyiapkan ceritanya: sebuah mimpi buruk yang mengerikan dan firasat buruk tentang serangan musuh di Penyeberangan Sungai Feralis, didukung dengan deskripsi detail bros naga perak yang dia lihat jatuh di koridor. "Paman, aku tahu ini tidak masuk akal," kata Elara saat mereka bertemu secara rahasia di taman. "Tapi aku mohon. Kerahkan pasukan tambahan ke Penyeberangan Sungai Feralis. Jika itu hanya mimpi, maka itu adalah latihan yang baik. Jika aku benar... Astaria akan diselamatkan." Itu adalah pertaruhan yang sangat besar. Memanfaatkan hubungan keluarga dan statusnya sebagai Tuan Putri untuk memicu tindakan militer berdasarkan "firasat." Namun, Elara harus melakukannya untuk melindungi Ariel dan Astaria. Ksatria Cassian, meskipun bingung, melihat ketulusan dan ketakutan yang mendalam di mata keponakannya. Dia menyetujui, memutuskan untuk memindahkan satu legiun kavaleri secara rahasia. Sementara itu, di Sayap Barat, Ariel menerima pesan Maeve. Dia mengerti perintah itu: Jangan bergerak, itu terlalu berbahaya. Dia tahu bahwa Tuan Putri telah menerima pesannya dan sedang bertindak. Meskipun ia ingin berada di sisi Elara, ia tahu tugasnya sekarang adalah tetap hidup dan diam di Sayap Barat, jauh dari kecurigaan. Ketegangan kini memuncak. Dalam dua hari, serangan akan datang. Elara mempertaruhkan mahkota dan reputasinya, sementara Ariel mempertaruhkan nyawanya.Fajar menyingsing membawa kabar buruk bagi Pangeran Varen dan kabar baik yang samar-samar bagi Astaria. Jenderal Kavaleri Cassian kembali ke istana bukan dengan kemenangan perang yang riuh, melainkan dengan laporan tenang tentang ‘pengamanan’ Penyeberangan Sungai Feralis dari pasukan asing yang mencoba menyusup.Meskipun Cassian menahan diri untuk tidak menyebut nama Varen di depan umum, ia segera meminta audiensi darurat dengan Raja.Di Sayap Raja, Elara sedang menunggu dengan hati-hati. Ia telah menyerahkan bros naga perak yang diamankan Ariel kepada Cassian, menjelaskan bahwa bros itu adalah petunjuk, dan membiarkan Ksatria tua itu menyusun narasinya.Tidak lama kemudian, istana diselimuti suasana tegang. Pengawal kerajaan, dipimpin oleh Cassian, diam-diam memasuki kamar Pangeran Varen, menyita barang-barangnya, dan menahannya atas tuduhan yang belum diumumkan.Raja Astaria, yang biasanya tenang, tampak pucat dan terguncang. Pengkhianatan di istananya sendiri,
Malam menjelang serangan yang dijadwalkan. Istana sunyi. Pesta dansa telah berakhir, dan semua orang, termasuk Pangeran Varen yang puas diri, telah pensiun ke kamar mereka. Hanya Dayang Clara yang masih berpatroli, bayangannya melayang di koridor seperti hantu yang bersemangat.Ariel tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jaro, pengawal Varen, telah mencari bros naga perak itu dengan putus asa, yang berarti bukti itu sangat penting. Ariel harus memastikan Jaro tidak menemukannya di Sayap Barat.Ariel tahu bahwa Jaro tidak akan mencari di lokasi tempat bros itu jatuh: gudang anggur tua, tempat yang dianggap terlalu jauh dan terpencil dari urusan istana.Berbekal senter minyak kecil, Ariel menyelinap keluar dari Sayap Barat, bergerak cepat melalui lorong-lorong pelayanan yang gelap, menuju ke Sayap Anggur, tempat yang ia masuki beberapa hari lalu untuk menemukan dokumen pemalsuan.Saat ia mencapai gudang anggur, ia mencium bau lumut dan kelembapan, namun juga bau tan
Dua hari sebelum tanggal serangan yang diperkirakan, istana mengadakan pesta dansa mewah untuk menghormati kedatangan Pangeran Varen dan merayakan pertunangan mereka yang akan datang. Aula dansa berkilauan dengan kristal dan emas, namun bagi Elara, suasana terasa tebal dan menyesakkan. Setiap senyum adalah topeng, setiap sapaan adalah jebakan.Elara mengenakan gaun sutra berwarna biru tua, warnanya sama gelapnya dengan rahasia yang ia sembunyikan. Di tengah hiruk pikuk musik dan tawa, ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kecemasan di matanya.Pangeran Varen, di sisi lain, tampak terlalu ceria. Keyakinan dirinya terpancar kuat. Ia percaya bahwa Raja Astaria masih sibuk dengan menu katering, sementara Jenderal Lycia sedang menggerakkan pasukannya."Kau terlihat mempesona malam ini, Elara," bisik Varen saat memimpinnya dalam sebuah waltz. Jari-jarinya menggenggam pinggang Elara dengan rasa memiliki yang terlalu kuat."Kau juga, Varen," jawab Elara, memaksa seny
Sinar matahari pertama menembus jendela kamar tidur Elara, dan Dayang Clara sudah berdiri di sampingnya, memegang nampan perak yang berisi teh pagi dan, di dalam vas kristal kecil, satu tangkai Anggrek Merah.“Anggrek dari rumah kaca, Tuan Putri. Saya pikir warnanya sangat cocok dengan suasana hati Anda pagi ini,” kata Clara dengan senyum yang terlalu lebar, nadanya penuh makna tersembunyi. Clara menempatkan vas itu tepat di samping tempat tidur Elara, di mana matanya bisa mengawasi.Elara merasa tegang. Dia tahu Ariel pasti sudah mencoba menghubunginya, dan bunga ini adalah satu-satunya kesempatan. Dia harus bertindak secara alami."Anggrek yang indah, Clara. Terima kasih," jawab Elara, mengambil bunga itu.Saat ia memuji warna kelopak bunga, jarinya perlahan-lahan menyentuh batang Anggrek. Dia merasakan ada tonjolan kecil yang tidak wajar, sekecil serpihan. Elara tahu itu. Itu adalah pesan Ariel."Bisakah Anda mengambilkan buku puisi saya, Clara? Saya merasa ingin membaca beber
Dayang Clara adalah seorang musuh yang licik. Keesokan paginya, Clara bertindak bukan dengan tuduhan langsung, melainkan dengan memisahkan Elara dari satu-satunya sekutunya, Ariel. Saat sarapan, Clara mengumumkan, "Tuan Putri, saya telah membuat penyesuaian pada jadwal harian. Pelayan Ariel akan dipindahkan sementara ke Sayap Barat untuk membantu dengan inventarisasi permadani yang rusak. Pekerjaan ini memerlukan tangan yang kuat dan perhatian pada detail, dan saya yakin ia akan berguna di sana." Elara merasakan darahnya mendidih, tetapi ia harus menjaga ketenangan. Memprotes akan menegaskan kecurigaan Clara. "Oh, Sayap Barat? Betapa membosankan," kata Elara, pura-pura cemberut. "Tetapi saya kira permadani yang sobek adalah prioritas. Anda benar, Clara. Biarkan Ariel pergi." Clara tersenyum puas. Itu adalah kemenangan kecil yang memisahkan sepasang sekutu tanpa menimbulkan kecurigaan. Setelah Clara pergi, Elara segera mengirimka
Ariel menunggu sampai larut malam, jauh setelah seluruh istana terlelap, untuk bertemu Elara. Ia tidak berani menggunakan kode lilin di ambang jendela lagi karena takut Dayang Clara mengawasi. Sebagai gantinya, ia pergi ke tempat teraman—pertemuan mereka di observatorium, dengan asumsi bahwa jika ia ditangkap, setidaknya ia akan ditangkap di dekat Elara. Elara sudah ada di sana, menunggu dengan gelisah di bawah teleskop yang diam. Dia tidak memakai jubah tidur mewah malam ini, melainkan gaun yang sederhana, seolah-olah dia siap untuk melarikan diri kapan saja. "Anda datang," bisik Elara, lega yang luar biasa memancar dari matanya. "Saya berhasil, Tuan Putri," jawab Ariel. Ia mengeluarkan gulungan perkamen yang kusut dan bros naga perak dari balik jubahnya. "Ini adalah surat pemalsuan. Ditandatangani oleh 'Kapten R. Volstov'—nama samaran Varen. Dan ini…" Ariel meletakkan bros naga perak di atas meja observatorium. Cahaya bulan memantul dari permukaannya yang mengkilap. "Ini j







