Home / Thriller / PELUKAN BERDARAH / PERAN YANG SEMPURNA

Share

PERAN YANG SEMPURNA

Author: Ayuwine
last update Last Updated: 2025-07-04 18:44:32

"Tolong… tolong…"

Perempuan itu menepis tangan beberapa pria yang hendak menyentuhnya.

"Diam, atau saya bunuh!"

Salah satu dari mereka mengancam dengan tatapan tajam ke arah gadis yang sedang mereka rundung.

Wajah sang gadis berubah ketakutan.

"Ah, tidak… jangan…"

Suaranya melengking, lirih, panik.

Para preman itu tertawa terbahak-bahak, puas seolah hari ini milik mereka.

Namun, saat salah satu tangan mulai terangkat hendak menyentuh pundaknya

BRAK!

Sebuah tangan kekar menahan gerakan itu.

Seorang pria berdiri di hadapan gadis tersebut, melindungi tubuhnya tanpa ragu.

Gadis itu menatap pria itu sejenak senyuman tipis muncul di wajahnya, nyaris tak terlihat.

Namun dengan cepat, ia mengubah ekspresinya menjadi penuh ketakutan.

"Tolong aku…"

lirihnya pelan, sambil bersembunyi di balik pria itu.

Pertarungan tak terhindarkan.

Satu melawan empat.

Namun pria itu bergerak cepat. Akurat. Pukulan dan tendangannya menghantam tanpa ampun. Dalam hitungan detik, keempat preman itu tumbang, merintih kesakitan di atas tanah.

Gadis itu masih berdiri di belakangnya, matanya menyimak setiap gerakan dengan saksama.

Lincah. Tenang. Terlatih.

Ternyata… pria di hadapannya bukan orang biasa.

Dia… jago bertarung.

Sama seperti dirinya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Arya, suaranya lembut, penuh perhatian.

Nayla mengangkat wajahnya, menatap lekat wajah Arya dari jarak dekat. Ia mengangguk kecil, meski sorot matanya masih menyimpan ketakutan.

"Bukankah kamu gadis yang kemarin di cafe?" Arya menatapnya, sedikit mengernyit, mencoba mengingat.

Nayla memiringkan kepala, senyum tipis mengembang.

"Kamu mengingatnya?"

__

“Terima kasih sudah menolongku… dan terima kasih juga karena mau menerima ajakanku minum kopi bersama. Aku sungguh berutang padamu,” ucap Nayla lembut.

Mereka duduk di sebuah restoran elegan, tepat di seberang kantor milik keluarga Arya. Suasana itu tenang, seakan mendukung permainan peran yang tengah Nayla mainkan.

Arya mengangguk pelan. Wajahnya tampan dan tegas nyaris tak bercela. Namun siapa sangka, di balik ketegasannya, Arya ternyata memiliki kelemahan: mudah luluh pada pesona wanita cantik.

Dan itu…

adalah celah yang Nayla butuhkan untuk menyusup ke dalam hatinya.

Ternyata, semua itu hanyalah bagian dari skenario yang telah dirancang dengan sangat rapi.

Riko-lah dalang di balik insiden "penyelamatan" itu. Ia menyewa empat preman bayaran dan mengatur peran mereka dengan sempurna terlihat meyakinkan, brutal, dan cukup mencolok untuk memancing perhatian Arya.

Segalanya disusun agar Arya tergerak, mendekat, dan… akhirnya bertindak sebagai pahlawan.

Awal perkenalan yang tampak kebetulan, padahal sesungguhnya penuh perhitungan.

Sebuah panggung kecil yang diciptakan demi satu hal: membuat Nayla masuk ke dalam kehidupan Arya secara perlahan tapi pasti.

"Pria bodoh," gumam Nayla dalam hati sambil menatap mata Arya.

Wajahnya tersenyum manis, lembut, nyaris polos… tapi dalam hatinya, ia tertawa.

Menertawakan betapa mudahnya pria itu terpikat oleh permainan kecilnya.

Setelah beberapa detik hening, Nayla membuka obrolan baru dengan suara pelan dan ragu.

“Maaf kalau aku sudah membuang waktu Anda. Aku lupa… kalau Anda sudah menikah.”

Arya buru-buru menggeleng.

“Tidak, tidak! Tenang saja. Dia orang yang sangat pengertian… Dia tahu seperti apa diriku. Jadi, kamu tak perlu merasa bersalah.”

Jawaban itu seperti musik indah di telinga Nayla. Ia menunduk sopan, tapi dalam hatinya…

“Ternyata semudah ini memasuki hidupmu…”

Senyum samar kembali muncul di bibirnya, penuh kepuasan.

Percakapan mereka mengalir hangat, ringan… bahkan sesekali tawa kecil terdengar dari bibir Arya.

Nayla memperhatikan dengan cermat setiap lirikan, senyum, dan nada suara pria itu.

Ia tahu.

Arya mulai tertarik padanya.

Tak sia-sia segala usaha yang telah ia jalani.

Lesung pipi buatan yang tampak alami, hidung yang lebih ramping, wajah yang kini tirus sempurna semuanya hasil dari proses yang tak mudah.

Dibentuk, dipoles, hingga tak ada yang menyangka bahwa wajah cantiknya adalah hasil operasi.

Bukan kecantikan palsu… tapi senjata.

Paman nya telah merancang semuanya dengan teliti.

Dari pendidikan etika hingga meja operasi.

Dan Nayla… sangat sadar bahwa dirinya adalah pion sekaligus ratu dalam permainan ini.

Dan kini, raja sedang melangkah ke dalam perangkap.

Obrolan mereka yang semula hangat harus terhenti saat ponsel Arya berdering pelan.

Ia melihat layarnya sejenak, lalu berdiri sambil meminta izin, “Maaf, aku harus angkat ini sebentar.”

Nama sang istri tertera jelas di layar.

Nayla mengangguk pelan, tersenyum manis seolah tak terganggu, padahal sorot matanya mengikuti punggung kekar pria itu dengan saksama.

Begitu Arya menjauh, senyum misterius terangkat di wajahnya.

Dingin, penuh perhitungan.

“Babak selanjutnya… dimulai,” bisiknya dalam hati.

POV Nayla

Pecundang itu sepertinya sudah selesai dengan teleponnya.

Aku yakin yang menelepon tadi istrinya dari cara bicaranya yang manis, nada suaranya penuh perhatian. Tak heran kalau perempuan itu tergila-gila padanya. Terlalu mudah percaya pada pria seperti itu.

Cih.

Begitu polos. Begitu mudah dibodohi oleh wajah tampan dan sikap hangat palsu.

Tunggu saja...

Aku akan menggantikan posisimu.

Maaf, ini bukan tentang dirimu.

Kau memang bukan target balas dendamku.

Tapi sayangnya, kau menikah dengan anak dari pembunuh keluargaku.

Dan itu berarti...

Suamimu adalah milikku sekarang.

"Maaf, menunggu lama ya?"

Suara itu membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum dan mengangguk pelan.

"Sepertinya aku sudah terlalu lama mengambil waktumu," lanjutku sambil merapikan tas. "Aku juga ada jadwal pemotretan. Mungkin... kita bisa bicara lagi nanti kalau takdir mempertemukan kita lagi."

Wajahnya terlihat kecewa, tapi aku tak peduli.

Itu memang bagian dari rencanaku: membuatnya penasaran, membuatnya mencari.

"Kalau boleh... minta nomor ponselmu?" tanyanya, sedikit memohon.

Aku menggeleng pelan.

"Jika memang takdir menginginkannya, aku akan memberikannya saat kita bertemu lagi. Permisi."

Aku berbalik, melangkah pergi dengan senyum kecil di sudut bibir.

Langkah awal berhasil.

***

"Bagus, Nayla. Bagus... kamu berhasil membuat pria itu penasaran padamu."

Suara itu terdengar jelas di telingaku. Ya, sejak tadi aku memakai earphone kecil yang terhubung langsung dengan Kak Riko.

Aku tak membalas.

Hanya tersenyum percaya diri, melangkah keluar dari restoran dengan dagu terangkat.

Langkahku ringan, tapi penuh tujuan.

“Sudah ya, Kak. Aku mau pemotretan dulu,” ucapku setelah duduk di dalam mobil.

Aku melepas earphone, mematikannya, lalu menyimpannya ke dalam tas.

Setibanya di gedung tempat pemotretan, aku berjalan masuk dengan langkah ringan meski suasana sudah cukup ramai. Beberapa orang tampak menunggu.

“Ya ampun, ini dia artis besar kita! Habis dari mana sih?”

Gerutu bosku begitu melihatku. Dialah yang membayarku dengan harga fantastis tentu saja, semua berkat koneksi pamanku.

“Kamu tahu nggak Tiara?” tanya perias sambil terus merapikan riasanku, berusaha mengajakku mengobrol santai.

Aku mengerutkan dahi, malas menanggapi. Untuk apa membicarakan seseorang yang tak penting bagiku?

“Dia perempuan beruntung yang berhasil mendapatkan hati Arya Mahendra. Putra dari Surya Mahendra, tahu kan? Yang jelas dia bukan orang biasa.”

Ucapannya sukses membuat mataku membulat seketika.

“Kamu mengenalnya?” tanyaku, mulai penasaran sambil tetap menatap cermin.

Perias itu mengangguk cepat, suaranya penuh semangat. “Siapa sih yang nggak kenal Tiara? Dia itu anak dari seorang jenderal, lho. Bukan siapa-siapa sebenarnya cuma anak manja yang beruntung bisa lahir di keluarga itu. Makanya bisa nikah sama Arya Mahendra.”

Aku hanya tersenyum tipis, menahan emosi yang mulai bergolak di dada. Jadi... ini perempuan yang harus kulewati?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PELUKAN BERDARAH   end

    Dua minggu kemudian... Anjelin sudah sembuh dari sakitnya, walaupun kakinya masih diperban. Kini mereka sekeluarga sedang bersiap-siap untuk pindah lagi ke Amerika, tempat di mana Nayla akan mengembangkan kembali toko bunganya. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Anjeli justru diliputi kesedihan. Ia merasa berat hati karena harus berpisah dengan Sahabat, sosok yang baru saja hadir dan memberi warna dalam hidupnya. “Ma, aku mau ketemu Diki...” rengek Anjeli sambil menahan tangis. Ia tidak bisa menerima kenyataan jika harus pergi tanpa berpamitan dengan Diki. Nayla dan Edward saling berpandangan. Hati mereka sama-sama terasa berat, tetapi mereka juga tidak ingin bersikap egois terhadap keinginan putrinya. Nayla tersenyum, lalu membungkuk hingga tinggi badannya sejajar dengan sang putri. Ia ingin benar-benar menatap mata Anjeli. “Sayang, kamu tahu nggak...” ucap Nayla lembut sambil mengusap pipi kecil putrinya, “ada loh kisah persahabatan yang benar-benar indah, bahkan romantis

  • PELUKAN BERDARAH   HARTA

    “Kenapa kamu bisa ikut campur urus hidup kami, padahal kita tak saling kenal?!” suara Edward bergetar menahan amarah, matanya menusuk ke arah Sindi. Belum sempat Sindi membuka mulut untuk membela diri, tiba-tiba Nayla berdiri. Ia melepaskan pelukan Diki dengan lembut, lalu melangkah maju dengan tatapan tajam penuh luka masa lalu. Matanya terpaku pada Arya, pria yang dulu pernah hadir dalam hidupnya. Hening sejenak… kemudian— PLAK! Satu tamparan keras mendarat di pipi Arya. Suara tamparan itu membuat ruang tunggu seketika membisu. Arya terkejut, tapi ia tidak melawan. Tangannya perlahan terangkat, memegang pipinya yang panas. Wajahnya menegang, tapi matanya sendu. Ia hanya bisa diam menerima amarah itu. “Hey! Berhenti! Jangan pegang suamiku!” teriak Sindi tiba-tiba. Suaranya lantang, penuh kecemburuan. Ia melangkah cepat, mencoba menghalangi Nayla, tak terima melihat wanita lain menyentuh Arya, meski dalam kemarahan. Suasana memanas, hampir tak terkendali. Edward yang m

  • PELUKAN BERDARAH   KEMARAHAN

    “Tolonggg…!” kini terdengar suara anak lelaki, melengking penuh ketakutan, memecah kesunyian malam yang mencekam. “Itu… itu Diki! Anakku!” teriak Sindi histeris, wajahnya pucat pasi saat mengenali suara putranya. Tanpa menunggu lagi, para orang tua itu langsung berlari lebih cepat menuju arah suara. Ranting-ranting patah diinjak, dedaunan bergesekan, dan napas mereka memburu seolah waktu tak memberi ampun. “Diki! Anjeli!” suara Nayla dan Arya bersahutan, saling tumpang tindih dengan detak jantung yang semakin kencang. Suara teriakan minta tolong itu terus terdengar, kadang melemah, kadang meninggi, seperti tanda anak-anak itu tengah berjuang dalam keadaan berbahaya. Malam semakin pekat, hanya cahaya senter yang bergoyang-goyang menerangi jalan. Diki yang melihat sekelebat cahaya dari kejauhan langsung menoleh. Wajahnya berbinar, harapan muncul di matanya. “Anjeli, bertahanlah di sini ya… aku lihat ada cahaya! Aku akan pergi sebentar, tolong bertahan,” ucapnya sambil beru

  • PELUKAN BERDARAH   TERSESAT

    Diki dan Anjeli berhenti melangkah. Mereka berdiri terpaku di tengah kebun yang sepi. Angin malam berembus, membuat dedaunan pisang bergesekan, suaranya menambah mencekam. “K-ke… kemana ayahmu, Diki?” suara Anjeli bergetar, hampir menangis. Ia memeluk erat lengan sahabatnya. Malam itu adalah pertama kalinya ia berada di kebun, jauh dari rumah, tanpa penerangan. Diki menggeleng pelan, wajahnya sama pucat. “Aku… aku nggak tahu…” bisiknya lirih. Jantung kecilnya berdegup kencang. Keduanya hanya anak SD, berdiri berdua di kegelapan kebun yang luas. Bayangan pepohonan tampak seperti sosok-sosok aneh, membuat mereka makin menciut. “Diki, aku takut…” isak Anjeli, air mata mulai mengalir. Diki menelan ludah, berusaha tegar meski lututnya gemetar. “Aku juga takut, Jel… tapi… kita nggak boleh diem di sini. Kita harus cari jalan keluar… atau nanti ibu datang…” suaranya mengecil, seakan menyadari betapa berbahayanya keadaan. “A-apa kamu tahu jalan keluarnya, Diki?” tanya Anjeli dengan

  • PELUKAN BERDARAH   DALAM BAHAYA

    Di sisi lain, di dalam kamar kecil itu, Anjeli dan Diki duduk berdua. Bagi Anjeli, ini pertama kalinya ia benar-benar masuk ke kamar sahabat barunya. Matanya berbinar, sekaligus terasa unik—kamar Diki dipenuhi kain tambalan di sana-sini, menutupi bagian dinding dan atap yang bolong. Meski sederhana, Anjeli merasa hangat berada di sana. “Anjeli… aku senang banget kamu mau datang ke sini. Ibu sampai masak khusus hari ini,” ucap Diki dengan senyum lebar. Suara itu memecah keheningan. Anjeli menoleh, mengerutkan dahi. “Memangnya… ibumu biasanya nggak pernah masak?” tanyanya polos. Diki mengangguk pelan. Kejujuran itu membuat suasana hening sesaat. Mata Anjeli menatapnya penuh iba. “Kalau kamu mau makan enak, ke rumahku saja, ya. Di sana selalu banyak makanan.” Diki terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil. “Aku tahu, Anjeli. Kamu memang beruntung lahir di keluarga kaya raya.” Anjeli cepat-cepat menggeleng, menangkup tangan sahabatnya. “Jangan sedih, Diki. Kita kan sahabat. A

  • PELUKAN BERDARAH   TEMAN

    Kring… kring… kring… Suara bel sekolah berbunyi, tanda masuk kelas. Semua anak-anak berlarian masuk ke kelas masing-masing, termasuk Anjeli. Berbeda dengan teman-temannya, Anjeli berjalan santai menuju ruangannya. Saat ia masuk, dahinya berkerut. Matanya langsung tertuju pada Diki—teman yang sempat ia pukul beberapa waktu lalu—yang baru saja kembali masuk sekolah. Ingatan tiga hari lalu kembali muncul di benaknya. Saat ia berkunjung ke rumah Diki, ia melihat kondisi rumah temannya itu yang sederhana dan memprihatinkan. Sejak saat itu, Anjeli merasa iba. Perlahan, ia melangkah mendekati Diki yang tengah asyik menulis. Menyadari ada seseorang di depannya, Diki mendongak. “Anjeli?” tanyanya heran. Anjeli hanya tersenyum manis. Ia merogoh saku bajunya, lalu mengeluarkan sesuatu dan menyerahkannya pada Diki tanpa sepatah kata pun. “Apa ini? Aku nggak akan lagi meminta uang padamu,” ujar Diki tegas, menolak pemberian itu. Namun, Anjeli tetap diam. Dengan cepat, ia menyelipkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status