Share

Bab 008

Penulis: Nandar Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-05 08:00:13

“Saudaramu menyerangku lebih dulu,” jawab Dipasena, suaranya tenang. “Aku hanya membela diri.”

Siluman Harimau Merah itu maju satu langkah, tubuhnya yang besar menggetarkan tanah.

“Alasanmu basi seperti bangkai di padang gurun!” raung Siluman Harimau Merah. “Namaku Cakar Emas. Aku adalah penjaga yang lebih tua. Aku akan membalas kematian saudaraku, dan aku akan mengambil kembali Inti Merah yang kini ada di dalam raga kotor-mu!”

Dipasena mengepalkan tangannya. Dia merasakan Tenaga Dalam baru itu berdenyut di bawah kulitnya, menuntut untuk dilepaskan.

Dia telah kehilangan cintanya, warisannya, dan namanya. Dia tidak akan membiarkan dirinya kehilangan nyawanya di hari pertama kelahiran kembali ini.

“Jika kau datang untuk bertarung,” kata Dipasena, tatapannya tajam dan tak terhindarkan. “Aku siap. Tunjukkan padaku hukum rimbamu!”

Siluman Harimau Merah itu meraung, membuka mulutnya, memamerkan taringnya yang sebesar belati. Dia mengambil kuda-kuda menyerang.

Di ambang pertarungan baru, Dipasena tahu, ini adalah langkah pertama di jalan yang ia pilih.

Jalan yang dipenuhi darah, kekuasaan, dan kegelapan, jauh dari Padepokan Jati Sakti yang penuh kepalsuan itu.

Hutan Seribu Maut menjadi saksi bisu.

Di tengah lingkaran kehancuran bekas pertarungan sebelumnya, Dipasena dan Siluman Harimau Merah, Cakar Emas, saling berhadapan.

Udara di antara mereka terasa tebal, dipenuhi aura konflik antara Tenaga Dalam baru Dipasena yang berapi-api dan aura kekuasaan alamiah Harimau Merah.

Cakar Emas menyerang. Gerakannya tidak tergesa-gesa, tetapi begitu cepat dan efisien.

Dia melompat, tubuhnya yang besar seolah diringankan oleh kekuatan magis.

Cakar depannya, yang bersinar seperti perunggu, mengayun ke arah leher Dipasena.

Wutt!

Ayunan itu tidak hanya kuat; itu menciptakan pusaran angin bertekanan, seolah Harimau itu mengendalikan udara di sekitarnya.

Dipasena tahu, dia tidak bisa melawan kekuatan murni Siluman ini secara langsung. Tenaga Dalam barunya memang kuat, tetapi belum terlatih dan liar.

Dipasena mengandalkan kecepatan. Dia menggunakan keringanan tubuh yang ia rasakan setelah menyerap Batu Cahaya Merah.

Dia melompat mundur dua depa, menghindari cakar itu hanya dalam satu kejap.

Sett! Srakk!

Cakar Cakar Emas menghantam tanah, meninggalkan cekungan dalam, seolah tanah itu terbuat dari lumpur, bukan tanah keras.

Cakar Emas tidak berhenti. Dia memutar tubuhnya, ekornya yang tebal menyabet dalam gerakan melingkar ke kaki Dipasena.

Swuuk!

Gerakan ekor itu secepat cambuk, tak memberi ruang bagi Dipasena untuk mengambil napas.

Dipasena terpaksa melompat tinggi. Dia melayang di udara sesaat, dan ketika dia mendarat, dia sudah berada di balik Harimau itu.

Si pemuda mencoba mendaratkan pukulan, tetapi Cakar Emas adalah siluman sakti. Dia seolah memiliki mata di belakang kepalanya.

Cakar Emas menghentakkan kaki belakangnya, menembakkan serpihan batu dan tanah ke arah wajah Dipasena. Ini adalah trik kotor yang berhasil.

Craaat!

Pemuda itu terpaksa melindungi wajahnya.

Dalam dua kejap itu, Cakar Emas membalikkan badan, melancarkan serangkaian serangan cakar yang cepat dan beruntun, seolah dia sedang menenun jaring kematian di sekitar Dipasena.

Dipasena terkurung. Dia hanya bisa menghindar dan menangkis. Satu serangan pun yang mengenainya akan berakibat fatal.

Dia bergerak dalam pola Zig-zag, memadukan kelincahan gerakannya dengan kecepatan baru.

Dia merasakan api di dalam dirinya berteriak, menuntut untuk menyerang, tetapi Dipasena menahannya.

“Sabar,” gumamnya pada dirinya sendiri, seolah berbicara pada Tenaga Dalam barunya. “Aja kemrungsung. Jangan terburu-buru. Biarkan dia mengeluarkan semua amarahnya.”

Dipasena terus mengolah kekuatan. Dengan setiap napas yang ia tarik, dia membiarkan energi liar Batu Cahaya Merah itu mengalir dari pusat perutnya, menuju ujung-ujung jarinya.

Dia harus menciptakan jurus baru di tengah pertarungan, karena jurus lamanya telah lenyap.

Di setiap lintasan menghindari cakar Cakar Emas, gerakan Dipasena menjadi semakin ringan, seolah dia bukan lagi manusia yang terikat gaya tarik bumip, melainkan angin yang dibungkus api.

Siluman Harimau Merah mulai kehilangan kesabaran. Raungannya semakin keras, seolah dia merobek hutan dengan suaranya.

Harimau besar itu melompat lebih tinggi, mendarat dengan kekuatan penuh, menciptakan gempa kecil di setiap pendaratan.

Saat siluman itu melompat untuk serangan kesekian kalinya, tubuhnya sedikit terlambat di udara.

Hanya setengah kejap keterlambatan, tetapi bagi Dipasena yang kini secepat angin, itu adalah celah selebar gerbang kota.

Peluang!

Dipasena tidak berpikir. Dia bertindak berdasarkan naluri yang kini diasah oleh kekuatan liar. Dia memfokuskan energi Batu Cahaya Merah ke kaki kanannya.

Dia melompat, bukan mundur, melainkan maju, menusuk masuk di bawah tubuh Siluman Harimau Merah yang sedang melayang.

Dia melancarkan jurus baru, jurus yang tidak memiliki nama, tetapi lahir dari api dan bumi: Tendangan Bara Api.

Deggh!

Tendangan itu menghantam perut Cakar Emas. Energi yang dipancarkan Dipasena kali ini jauh melampaui Guntur Menyulam Bumi tingkat tertinggi. Itu adalah energi yang membakar.

BUUMMM!

Ledakan keras terjadi. Itu bukan hanya suara, tetapi juga cahaya.

Dipasena melihat energi merah menyala keluar dari kakinya, menembus bulu emas Siluman Harimau Merah dan menghantam intinya.

Cakar Emas menjerit kesakitan, jeritan yang jauh lebih menyiksa daripada Serigala Merah.

Dia terlempar ke udara, meluncur sejauh tujuh depa dan menghantam tebing batu besar.

Dampaknya sungguh mengerikan. Tebing batu itu retak, dan potongan-potongan batu besar jatuh ke bawah, menyebabkan longsoran kecil.

Pohon-pohon di sekitar lokasi tumbangnya Si Harimau Merah tercabut dari akarnya oleh gelombang kejut, daun-daunnya mengering seketika, hangus oleh hawa panas yang terpancar.

Dipasena mendarat dengan terengah-engah. Tendangan itu menguras habis Tenaga Dalam barunya, tetapi dia tahu, dia harus menyelesaikannya. Naga di dalam dirinya menuntut kepastian.

Siluman Harimau Merah terkapar di dasar tebing yang longsor. Dia bergerak-gerak lemah, darah emas mengalir dari mulutnya.

Dia menatap Dipasena dengan mata yang penuh kebencian bercampur rasa takut yang baru muncul.

Dipasena berjalan mendekat. Langkahnya berat, tetapi penuh otoritas. Dia melihat harimau itu, yang seharusnya menjadi makhluk perkasa, kini tak berdaya.

Di dada Dipasena, amarahnya bergejolak.

Amarah pada Santaka, pada Anggrawati, pada Jati Sakti, semuanya tumpah ke dalam tindakan yang akan ia lakukan. Dia tidak hanya ingin menang; dia ingin menguasai.

“Kau ingin Inti Merahmu kembali?” ujar Dipasena, suaranya dingin, kejam, tanpa emosi manusia. “Aku akan mengambil Inti milikmu juga. Aku akan mengambil semua yang bisa membuatku menjadi yang terkuat.”

Dengan kejam, tanpa ragu, Dipasena menggunakan sisa Tenaga Dalamnya, memfokuskannya ke ujung jari, mengubahnya menjadi pisau energi merah yang tajam.

Crabb! Brett!

Dipasena merobek perut Cakar Emas. Cakar Emas mengeluarkan raungan terakhir yang lemah, sebelum matanya meredup.

Dari dalam rongga perut Siluman Harimau Merah, bersinar sebuah objek yang lebih besar dan lebih terang dari Batu Cahaya Merah sebelumnya.

"Itu dia!"

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PEMBALASAN DEWA MAUT   Bab 008

    “Saudaramu menyerangku lebih dulu,” jawab Dipasena, suaranya tenang. “Aku hanya membela diri.”Siluman Harimau Merah itu maju satu langkah, tubuhnya yang besar menggetarkan tanah.“Alasanmu basi seperti bangkai di padang gurun!” raung Siluman Harimau Merah. “Namaku Cakar Emas. Aku adalah penjaga yang lebih tua. Aku akan membalas kematian saudaraku, dan aku akan mengambil kembali Inti Merah yang kini ada di dalam raga kotor-mu!”Dipasena mengepalkan tangannya. Dia merasakan Tenaga Dalam baru itu berdenyut di bawah kulitnya, menuntut untuk dilepaskan.Dia telah kehilangan cintanya, warisannya, dan namanya. Dia tidak akan membiarkan dirinya kehilangan nyawanya di hari pertama kelahiran kembali ini.“Jika kau datang untuk bertarung,” kata Dipasena, tatapannya tajam dan tak terhindarkan. “Aku siap. Tunjukkan padaku hukum rimbamu!”Siluman Harimau Merah itu meraung, membuka mulutnya, memamerkan taringnya yang sebesar belati. Dia mengam

  • PEMBALASAN DEWA MAUT   Bab 007

    Malam di Hutan Seribu Maut terasa semakin pekat dan dingin setelah pertarungan.Dipasena bersandar pada batang pohon yang tumbang, mencoba memulihkan sedikit Tenaga Dalamnya yang terkuras habis.Batu Cahaya Merah yang ia genggam terasa hangat, memberikan sedikit ketenangan yang menipu.Dia merasakan energi baru mengalir, mengisi kekosongan, seolah dia adalah cangkir kosong yang diisi kembali dengan air kehidupan.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.Tiba-tiba, Batu Cahaya Merah itu berdenyut dengan kecepatan tinggi, dan panas yang semula terasa menenangkan, kini berubah menjadi bara api yang membakar."Ada apa ini!?" Dipasena tersentak. Dia membuka telapak tangannya.Batu itu kini memancarkan cahaya merah darah yang sangat terang, cahayanya mampu menembus kegelapan hutan.Panasnya tak tertahankan, seolah ia menggenggam besi tempa yang baru diangkat dari api.“Panas!” desis Dipasena, mencoba melepa

  • PEMBALASAN DEWA MAUT   Bab 006

    Dia membutuhkan jurus yang berfokus pada kekuatan inti dan penghancuran. Dia memilih Pukulan Naga Bumi.Hanya dia, murid muda yang telah mencapai tingkat ketiga dari lima ilmu Pukulan Naga Bumi. Dipasena menyiapkan ilmu itu dengan tenaga penuh.Siluman Serigala Merah menyerang lebih dulu, melompat tinggi, cakar depannya siap merobek dada Dipasena.Dipasena menunggu, membiarkan serigala itu semakin dekat, dan pada kejap yang tepat, dia melancarkan serangan balasan.Pukulan Naga Bumi, Tingkat Satu: Goncangan Permukaan.Pukulan ini adalah serangan jarak pendek yang mengalirkan energi ke permukaan, menciptakan dampak fisik yang murni.Dipasena meninju udara kosong di bawah perut serigala yang melompat.Wutt! Syutt!Energi pukulan itu, meskipun tidak menyentuh, menciptakan tekanan udara yang begitu padat.Siluman Serigala Merah, yang biasanya kebal terhadap benturan biasa, terkejut.Tubuhnya yang sedang melayang dihantam oleh gelombang kejut tersembunyi. Raungannya terpotong.Serigala itu

  • PEMBALASAN DEWA MAUT   Bab 005

    Layang Samba, yang fokus pada air dan angin, tidak siap untuk serangan yang datang dari bumi. Keseimbangannya hilang.Dia melompat ke belakang untuk menghindari gempa, tetapi pada kejap ia melompat, Dipasena sudah berada di udara, mengejarnya.Dipasena melancarkan sebuah tendangan mengandung tenaga besar, tendangan yang sangat cepat dan bertujuan pada ulu hati Layang Samba.Wutt!Layang Samba, meskipun terhuyung, adalah pendekar terlatih.Dia secara naluriah mengangkat Tongkat Waru-nya untuk menahan serangan itu, mengubahnya menjadi perisai kayu.Trakk!Tendangan Dipasena menghantam tongkat. Kali ini, tidak ada pantulan angin, hanya benturan energi keras dengan keras.Suara benturan itu terdengar seperti guntur kecil yang meledak di tepi sungai.Layang Samba terlempar mundur, tubuhnya melayang sekitar tiga tombak dan menghantam rumpun bambu. Tongkat Waru-nya terlepas dari genggaman dan jatuh ke sungai.Layang Samba bangkit, memegang lengannya yang kebas dan gemetar. Wajahnya pucat pas

  • PEMBALASAN DEWA MAUT   Bab 004

    Lima orang itu langsung menyerang Dipasena bersamaan.Dipasena tidak menggunakan Benteng Pawana. Dia menggunakan jurus Jati Sakti yang paling dasar: sebuah jurus tendangan.Tetapi dia menyalurkan Tujuh Titik Maut tingkat lima: Titik Keras pada telapak kakinya.Dia menendang tanah. Tendangan itu tidak ditujukan kepada lawan, tetapi ke bumi di bawahnya.Ketika kaki Dipasena menghantam tanah, energi internalnya, yang dipadukan dengan Titik Keras, menciptakan getaran kuat di permukaan tanah.Getaran itu menjalar cepat.Lima murid yang berdiri di depannya merasa seolah tanah di bawah kaki mereka tiba-tiba menjadi lumpur hisap yang bergerak-gerak. Mereka kehilangan pijakan, terhuyung, dan jatuh.Dipasena melompat, kakinya tidak menyentuh satu pun tubuh murid yang jatuh. Dia melompati mereka, dan dalam dua kejap, dia telah berada di belakang mereka.Dia terus berlari. Lari kali ini memiliki tujuan: mencari kekuatan.Dia tidak lagi melihat ke belakang, ke arah obor-obor yang mengejarnya. Dia

  • PEMBALASAN DEWA MAUT   Bab 003

    Lalu, cahaya lampu minyak itu bergerak sedikit, dan Dipasena melihatnya. Jelas. Sejelas bayangan keris di air.Itu adalah Santaka. Saudara seperguruan yang selalu menatapnya dengan rasa iri yang lebih tajam daripada mata tombak.Santaka, yang selalu berusaha menarik perhatian Anggrawati.Dipasena mematung. Jaraknya hanya lima depa dari teras itu. Lima depa yang terasa seperti jurang tak berdasar.Anggrawati tidak hanya duduk. Dia bersandar. Anggrawati bersandar di dada Santaka. Kepala Santaka menunduk, dan ia tertawa pelan. Tawanya terdengar kasar dan menang.Lalu, Santaka mengangkat dagu Anggrawati. Dalam satu kejap, bibir mereka bertemu. Ciuman itu tidak tergesa-gesa; itu adalah ciuman yang lambat, mesra, penuh pemilikan.Dunia di sekitar Dipasena mendadak kehilangan suara. Udara seolah dicabut dari paru-parunya. Kekuatan kosmis yang baru saja ia himpun di Jati Sakti, Prana dari alam semesta, semua terasa sia-sia.Dia merasa dirinya adalah sebuah cangkang kosong, dihempas ke batu ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status