Selang beberapa minggu, kepolisian masih saja belum menemukan keberadaan satu preman yang jadi buronan tersebut. Tentu mereka sadar juga, satu preman itu pasti sudah melarikan diri keluar dari provinsi. Atau mungkin keluar dari pulau Sumatera. Begitu juga dengan laporan orang hilang atas David dan Rani, sampai sekarang belum juga mendapatkan kabar. Kehilangan mereka berdua, sedikit banyak telah memancing dugaan dari tim penyelidik. Pasalnya, mereka masih satu keluarga. Pihak kepolisian menduga hilangnya dua orang tersebut mungkin karena mereka juga telah menjadi target dari orang yang sama yang ingin mencelakai Yusuf. Namun Harmoko meyakinkan polisi bahwa itu tak mungkin ada hubungannya dengan insiden yang menimpa Yusuf. “Kami masih sedang mengusahakannya dalam dua minggu ini. Apa Bapak yakin ini tak ada hubungannya dengan hal yang menimpa menantu Bapak yang seorang lagi?” tanya polisi pada Harmoko. Harmoko pun mendekatkan duduknya pada petugas polisi itu, seperti ingin berkata se
Sore harinya, dua orang petugas dari kepolisian mendatangi rumah sakit di mana Yusuf di rawat. Salah satu dari mereka langsung meminta untuk melepaskan borgol Bobby.“Kenapa di borgol?” tanyanya.“Lah tadi katanya suruh tahan dulu di sini.”Petugas itu hanya memasang wajah memelas dan kemudian masuk ke dalam ruang perawatan untuk mendatangi Yusuf. Kebetulan pada saat itu Yusuf sudah kembali bangun dan sedang makan disuapi ibunya.Polisi yang baru datang itu juga meminta petugas yang menjaga untuk melepaskan borgol di tangan Yusuf. Setelah itu, dia kemudian memberikan sedikit keterangan mengenai kasus yang sedang mereka selidiki.“Kami menemukan luka-luka di bagian kaki. Otot-otot di belakang tumit mereka putus. Begitu juga di bagian lutut dan pangkal lengan. Apa saudara yang melakukannya?”Mak Sannah terdiam mendengar pertanyaan polisi terhadap anaknya itu, dan langsung meletakkan piring makanan di atas meja. Yusuf menepuk lembut lengan ibunya, dan tersenyum seakan mengatakan tak perl
Di gerbang, Rani sempat berpas-pasan dengan Cindy yang kembali dengan motor maticnya. Cindy langsung berhenti di gerbang itu, dan bertanya pada Rani.“Ran, mau ke rumah sakit?” tanyanya.Namun Rani tak menyahut dan terus berlalu.Cindy mengerutkan wajahnya sedikit. Dia tak yakin kalau raut wajah Rani yang tengah diliputi kepiluan itu karena rasa simpati soal apa yang terjadi dengan Yusuf.Sesaat dia berpikir, apa mungkin Rani seperti itu karena mendapatkan kabar buruk. Namun dia tak juga bisa menerima kemungkinan itu, karena baru saja dia sudah mendapatkan berita dari Rayna soal kondisi Yusuf.Dia pun berlalu, dan kembali mengarak motor maticnya itu memasuki perkarangan rumah. Hingga kemudian perhatiannya tertuju pada pintu rumah Rani yang dibiarkan terbuka. Dari situ, baru Cindy menyadari ibunya yang sudah tergeletak di teras rumah.“Buu!”Dia langsung menelantarkan motor, dan bergegas ke teras rumah tersebut. Dia sempat mendapati sebelah lengan ibunya bergerak seperti orang ayan. Ha
Kebetulan, daun pintu itu sedikit terbuka. Dan Rosdiana langsung saja mendorong pintu itu lebar-lebar, kemudian berlagak pinggang di sana. Anehnya, David dan Rani sama sekali tak menunjukkan wajah bersalahnya. Gelak tawa mereka hanya terurai sedikit saja, dan menoleh ke arah Rosdiana dengan sedikit kesan pangling. Toh, pikir mereka selama ini Rosdiana sangat membenci Yusuf sebenci-bencinya sampai tak memiliki empati lagi. Setidaknya itu dipikiran mereka. Namun tidak, Rosdiana langsung membentak David begitu keras. “Dasar setan! Keluar kau dari rumah ini!” Rani terkejut, dan wajahnya pun langsung pucat. Dia bergegas menghampiri ibunya dengan kegamangan tergambar di wajahnya. “Bu, kenapa Ibu tiba-tiba...” “Diam kau!” bentak Rosdiana. Rani pun terkenjut, bahkan tergerak mundur menerima semprotan amarah dari ibunya itu. Dia sudah sering melihat ibunya itu marah-marah. Tapi baru kali ini dia yang dimarahi. Satu tangan Rosdiana pun bergemetaran menunjuk ke arah David. Emosinya begitu
Harmoko yang menyadari kedatangan istrinya itu, langsung bergegas keluar. Dia berlalu sesaat melewati Rayna dengan tatapan tak senang.Tentu Rayna pun diliputi perasaan bersalah. Karena bagaimanapun, Rosdiana tetap ibu kandunganya. Dia pun kembali masuk menghampiri suaminya dengan perasaan campur aduk.Hingga tiba-tiba, si petugas polisi yang sedang berjaga di sana mengatakan sesuatu yang cukup penting untuk Rayna.“Aku pikir mungkin Ibu dan keluarga perlu mencari pengacara. Ini hanya saran saya secara pribadi saja untuk berjaga-jaga, siapa tahu masalah ini akan lebih rumit untuk suami Ibu nantinya.”Rayna hanya menoleh sesaat, dan memberikan satu anggukan tanpa mengatakan sepatah katapun. Dia masih tak senang dengan petugas tersebut karena telah memborgol suaminya.Meski begitu, sepertinya sekarang dia mulai sedikit bisa memahami kalau polisi tersebut sama sekali tak memiliki pandangan buruk terhadap Yusuf.Di koridor, Harmoko mencoba menyusul istrinya. Dia menahan bahu Rosdiana dari
Polisi pun datang, namun tak seorang di sana kecuali beberapa mayat yang tergeletak di semak-semak. Satu petugas langsung melakukan panggilan dan meminta bantuan ke Polres Kota Padang.Tak hanya itu, dia juga melakukan panggilan pada satu rekannya yang masih berada di rumah sakit menjaga Yusuf dan Bobby.“Apa laki-laki itu masih bersamamu?”[Ya!]“Tahan dulu dia untuk sementara waktu. Kami menemukan mayat di sini. Orang-orang yang katanya sempat mereka lumpuhkan ternyata sudah mati.”Tanpa melakukan penyelidikan lebih jauh, tentu masih terlalu dini bagi mereka untuk menilai kalau Bobby dan Yusuf lah pembunuhnya. Namun tetap saja, mereka berdua saat ini menjadi satu-satunya tersangka. Karena Bobby sendiri telah mengaku bahwa mereka yang melumpuhkan preman-preman tersebut.Satu petugas polisi mencoba mengamati mayat-mayat tersebut secara seksama tanpa menyentuhnya. Dia mendapati tubuh-tubuh preman itu penuh luka, baik di bagian lengan maupun kaki..Namun satu luka yang jelas fatal yang