Share

3. Tidak punya hati

Yujie membiarkan rintihan wanita itu. Dia masih berdiri dengan bersedekap. Terus memandangi, menikmati kesakitan Marta atas perbuatannya. Pemandangan yang sangat menyenangkan bagi Yujie. Marta terlihat sangat menderita, tubuhnya seperti sudah tidak bisa dikendalikan. Tali yang mengikat pergelangan tangan, mulai menggores kulit cantiknya.

Hingga waktunya sudah tiba, Yujie melangkahkan kaki ke arah pintu. "It's time," gumamnya. "Lakukan tugasmu!" Perintah Yujie pada seorang pria yang telah menunggu di depan pintu.

"Baik, Bos."

"Namanya Marta, dia ingin dipanggil ketika dipuaskan," ucap Yujie dingin.

Pria yang baru saja masuk kedalam kamar itu pun tersenyum. Tentu saja itu hal yang paling dia inginkan. "Apa alasannya kali ini, Bos?" tanya Pria itu.

Yujie selalu punya alasan yang berbeda setiap kali memutuskan untuk mencari mangsa. Banyak pria di bar ini yang akan dia beri kesempatan untuk bersenang-senang.

"Wanita itu pemilih, aku hanya muak dengannya."

"Anda selalu nakal seperti biasa, Bos."

"Aku nakal, kamu juga menikmatinya bukan?"

"Hehe, benar, Bos. Aku berterima kasih."

"Ya, sudah, lakukan saja. Ingat, pergi sebelum wanita itu sadar."

"Siap, Bos."

Yujie menoleh ke arah tempat tidur sejenak sebelum meninggalkan wanita itu. Marta menatap nanar ke arahnya. Masih dengan racauan yang semakin tak karuan. Obat telah mempengaruhi hingga Marta kehilangan kendali. Dia sudah mulai berhalusinasi. Ketika dia sadar nantinya, maka hal terakhirlah yang akan dia ingat.

Pria yang ditugaskan oleh Yujie, mulai mendekati Marta. Yujie berbalik dengan rasa puas telah mengerjai wanita itu.

"Kau sudah selesai?" tanya Bob saat Yujie kembali ke meja bar.

"Sudah, seperti biasa."

"Kau benar-benar pria brengsek, Yu. Kadang aku berpikir, apa kau tidak punya hati sama sekali? Setelah kau puas, kau serahkan setiap wanita yang kau jebak pada pria lain."

Bob tidak pernah ingin tau apa yang telah Yujie lakukan pada mangsanya. Sebagai seorang pria yang bekerja di bar, dia sudah yakin, Yujie pasti bertingkah seperti pria brengsek lainnya.

"Apakah orang sepertiku harus punya hati, Bob? Apakah bersenang-senang harus dengan hati?" Tawa renyah terdengar dari mulut Yujie.

Bob hanya menggeleng mendengar jawaban Yujie. Mereka sudah saling mengenal selamat empat tahun. Bob sangat tau bagaimana tindak tanduk Yujie selama ini. Hanya satu yang Bob tidak tau, identitas Yujie yang sebenarnya. Bagaimana jika dia tau kalau pria tampan, gagah dan nakal itu adalah seorang wanita? Bob pasti akan menganga dengan kenyataan itu.

"Masih ingin minum, Yu?" tanya Bob kemudian. Membahas tentang kenakalan Yujie tak akan pernah selesai.

"Tidak usah, yang tadi sudah cukup banyak."

"Tumben, biasanya habis hingga lima botol."

"Aku tidak ingin tidur malam ini. Kalau mabuk, aku sulit bangun lagi."

Bob mengernyitkan dahinya mendengar hal itu. Kenapa bisa sulit bangun? Kalau tidur pasti akan bangun bukan?

Kebingungan Bob disadari oleh Yujie. "Ahh, sudahlah bukan apa-apa. Kenapa kau memikirkan perkataanku?" Yujie berdecak. "Berikan aku yang ringan saja. Aku sedang menunggu Imanuel, kau melihatnya?"

"Dia sedang ada transaksi di pelabuhan. Kau cari saja dia di sana," ucap Bob sambil menyerahkan minuman racikannya.

Yujie meminumnya perlahan. Mengurangi rasa mabuk akibat taruhan dengan Marta tadi. "Tidak, sebaiknya aku ke jalanan saja. Aku mau bertaruh malam ini."

Bob pun teringat akan sesuatu. "Kau mau balapan? Ah iya, beberapa hari yang lalu Kenzi mencarimu. Ada yang menantangmu katanya."

"Kebetulan, aku sedang bosan. Aku mau lihat kemampuan orang itu." Yujie menyesap sisa minumannya "Aku akan menghubungi Kenzi. Aku pergi, Bob."

"Oke, baiklah."

Yujie memang pantas disebut sebagai seorang badboy. Dia bebas bergaul dengan siapa saja. Dikenal sebagai pria yang berhati dingin. Meski jiwanya terperangkap dalam tubuh wanita saat ini.

"Tolong hentikan, Yu. Balapan itu sangat berbahaya." Tiba-tiba suara Jiena terdengar dari dalam. Yujie menghentikan sejenak niat menyalakan motor sport miliknya.

"Kamu terbangun saudariku?" Entah panggilan itu berupa sindiran atau memang menganggap Jiena sebagai saudarinya. Dia bahkan tidak peduli dengan keberadaan Jiena saat ini.

"Kamu akan mempertaruhkan nyawa lagi. Kamu sadar, kita akan sama-sama mati jika terjadi kecelakaan." Suara Jiena terdengar lemah.

"Kenapa, kau takut? Bukankah selama ini aku baik-baik saja. Kau tau, aku sangat handal dalam hal ini. Diamlah, jangan ganggu kesenanganku!"

Percuma, tak ada satupun usaha Jiena yang berhasil. Dia lelah hingga tak sanggup lagi untuk bangun. Seolah tenaganya juga terkuras habis saat Yujie menguasai tubuhnya.

***

Ketika Jiena sadar, sudah tiga hari berlalu. Dia melenguh merasakan sakit di kepala dan sekujur tubuhnya. Matanya mengerjap sesaat, mengedarkan ke segala penjuru ruangan apartemen kecil itu. Botol minuman berserakan di mana-mana. Sampah makanan ringan dan laptop dalam keadaan standby.

"Dia melakukannya lagi? Dasar perampok!" kesal Jiena bermonolog, dia mengeram karena perbuatan Yujie.

"Berapa banyak yang dia rampok kali ini? Astaga, 200 juta?" Jiena melotot, tak percaya dengan nominal angka yang tertera di layar. "Gajiku saja tak ada seperempat dari jumlah ini."

Tatapan Jiena beralih pada secarik kertas yang terselip di bawah laptopnya.

'Aku tebak, kau pasti marah, kan? Haha … aku cukup puas membayangkan ekspresi wajahmu. Ayolah, setidaknya aku tidak menggunakan uang dari hasil kerja konyol yang kau lakukan. Aku berfoya-foya dengan uangku sendiri. Bye my sister, I want to rest.'

"Uang yang kau hasilkan dari membobol rekening orang lain, cihh!" Kertas pesan dari Yujie dia remuk tak berbentuk.

Jiena beranjak dari tidurnya. Waktunya pergi bekerja sekarang. Namun, apartemennya seperti kapal pecah, terpaksa dia membersihkan kekacauan ini terlebih dahulu.

Jiena hanya bisa pasrah dengan keadaan. Hidup sendiri dan mengandalkan diri sendiri. Tanpa saudara atau teman di sampingnya. Dia hanya perlu bertahan hingga menemukan jalan keluar. Suatu saat, Jiena akan melenyapkan Yujie dari hidupnya.

Setelah selesai bersiap, Jiena melangkahkan kaki keluar apartemen. Dia harus mampir ke apotik sebelum berangkat ke kantor. Entah berapa botol yang Yujie minum semalam, sehingga perut Jiena terasa tidak nyaman. Untung saja apotik dua empat jam dekat dari kawasan apartemennya, Jiena hanya perlu berjalan kaki lima menit.

Jiena bekerja di sebuah perusahaan periklanan. Sudah lebih tiga tahun Jiena bekerja di sana, dan dia merasa sangat nyaman. Lingkungan kerja yang tak mempermasalahkan siapa dirinya. Tak ada yang mempertanyakan identitasnya, walau banyak yang ragu. Entah bagaimana ceritanya, Jiena lebih dikenal sebagai seorang pria di kantor. Bahkan orang-orang memanggilnya Jie—persis nama pria.

"Ini obatnya, Mas." Gadis apoteker menyerahkan obat yang Jiena beli. Panggilan 'Mas' sudah biasa dia dengar, dan Jiena tak memperdulikan itu.

"Terima kasih." Jiena mengambil kembalian setelah melakukan pembayaran, dia segera pergi dari sana.

Saat Jiena berbalik dan baru berjalan beberapa melangkah. "Aahhh …."

Tubuhnya tiba-tiba bertabrakan dengan pria yang lebih tinggi, menangkap dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status