BAB 6
KEKESALAN ADRIANKamila menatap pria tersebut tak berkedip. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Sementara itu, pria tersebut tidak menyadari keberadaan Kamila. Dia justru terus melanjutkan langkahnya seraya memeluk pinggang wanita yang bersamanya."Mbak Mila, liatin apaan sih? Serius banget!" tegur Dika. Dia pun menoleh dan mengikuti arah pandangan sang kakak."Mbak, itu kayak suami kakaknya Mas Adrian deh!" ujar Dika. Dia bisa mengenali pria tersebut karena pernah bertemu pada beberapa kesempatan."Benar, Dik!""Terus wanita itu siapa? Bukan kakaknya Mas Adrian kan?" Kamila menggelengkan kepalanya."Mbak juga gak tahu. Mending kamu keluar saja dulu, mbak ada perlu sebentar!""Mbak mau ngapain? Mending gak usah ikut campur deh!" ujar Dika memperingati."Gak akan, sudah kamu keluar dulu. Jangan sampai ketahuan!" sahut Kamila."Gak, aku mau disini sama Mbak Mila aja," sahut Dika keukeuh."Terserah kamu deh!" sahut Kamila.Kamila kembali menjatuhkan bobotnya di kursinya dengan mata yang masih mengamati pasangan tersebut yang duduk tidak jauh dari posisinya. Dia mengambil buku menu untuk menutupi wajahnya."Mbak Mila ngapain sih?" tanya Dika seraya berbisik."Sst!" ujar Kamila seraya meletakkan jari telunjuknya di bibir. Dengan satu tangan masih memegangi buku menu, Kamila mengeluarkan ponsel dari dalam tas, lalu menyalakan kamera."Dik, tolong kamu foto kan!" pinta Kamila."Mereka? Buat apa?" tanya Dika."Udah deh, lakukan saja!" perintah Kamila. Dengan malas, Dika pun melakukan permintaan sang kakak. Secara sembunyi-sembunyi, dia mengambil beberapa buat foto dan video yang mengabadikan momen kemesraan mereka. Setelah mendapatkan yang dibutuhkannya, Kamila mengajak adiknya meninggalkan tempat tersebut."Buat apa sih Mbak motret mereka? Kurang kerjaan banget deh!" protes Dika. Saat ini, mereka tengah di atas motor untuk kembali pulang."Nanti pasti ada gunanya!" sahut Kamila santai."Awas aja kalau digunakan untuk julid!" ancam Dika."Kalau memang terpaksa, mau bagaimana lagi? Wkwkwk!" sahut Kamila serah terkekeh."Dasar!" omel Dika. Kamila kembali terkekeh melihat kekesalan sang adik semata wayang. Sebenarnya dia bukan tipe orang suka julid. Hanya saja, mengingat watak kakak iparnya, dia menjadi gemas sendiri. Sepertinya foto-foto tadi bisa dia gunakan untuk menyerang balik kakak iparnya saat dia sudah benar-benar keterlaluan.Selang tak berapa lama kemudian, mereka sudah tiba di rumah dan disambut oleh putrinya.“Ibu!” seru Yasmin dengan wajah ceria saat melihat kedatangan Kamila.“Halo, sayang. Sudah mandi?” tanya Kamila seraya membawa gadis kecil tersebut ke dalam pelukannya.“Sudah dong, sama nenek tadi,” sahut Yasmin dengan wajah ceria.“Anak pintar,” ujar Kamila seraya melepaskan pelukannya, lalu mengacak rambutnya dengan gemas.“Ibu ... jangan diacak-acak dong, kan jadi berantakan lagi,” protes Yasmin seraya mengerucutkan bibirnya.“Aduh ... maaf ya, Sayang!” sahut Kamila merasa bersalah. Dia segera merapikan kembali rmabut putrinya menggunakan tangannya.“Dulu kamu juga gitu, paling gak suka rambutnya diacak-acak!” sahut ibu Kamila seraya terkekeh. Beliau kembali terkenang pada masa kecil Kamila yang menurutnya sangat mirip dengan cucunya tersebut.“Oh ya, bagaimana tadi? Lancar?”“Alhmadulillah lancar, Bu!” sahut Kamila.“Terus, kapan rumahnya bisa ditempati?” tanya Ibu Kamila lagi.“Sekarang juga bisa. Aku sudah pegang kuncinya kok,” sahut Kamila.“Jangan sekarang dong, kan belum ada persiapan,” sahut ibunya.“Iya, Bu, besok setelah Mas Adrian berangkat, kita kesana lagi, bersih-bersih, sekalian beli perabotan juga,” sahut Kamila.“Apa Mas Adrian gak akan curiga, Mbak? Secara mbak lebih banyak menghabiskan waktu disini,” ujar Dika.“Mbak akan pulang sebelum Mas Adrian pulang dari kantor. Kamu tenang saja, semua akan baik-baik saja.”“Sekolah Yasmin bagaimana?” tanya Ibu Kamila.“Besok sudah mulai libur, Bu. Ini kan sudah kenaikan kelas,” sahut Kamila.“Oh iya, Yasmin kan mau masuk SD. Rencananya mau kamu sekolahkan dimana?” tanya ibunya lagi.“Rencananya sih mau masuk sekolah Islam tidak jauh dari rumah baru kita, jadi nanti aku bisa sering-sering main kesana,” sahut Kamila.“Tapi kan agak jauh dari rumah kamu.”“Gak masalah, Bu, aku kan bisa bawa motornya Dika. Nanti Dika aku belikan yang baru,” sahut Kamila santai.“Kenapa gak Mbak Mila aja pakai yang baru? Kalau aku sih, pakai ini saja sudah cukup,” sahut Dika.“Untuk mengamankan aset. Aku gak mau kalau sampai mereka tahu mengenai pekerjaan dan penghasilanku,” sahut Kamila.“Kenapa gak langsung diceraikan aja sih, Mbak? Laki-laki model seperti itu, tidak pantas dipertahankan,” ujar Dika.“Gak bisa gitu dong, Dik. Mbak gak punya alasan untuk menggugat cerai. Yang jelas, untuk saat ini pernikahan kami sudah tidak sehat. Jadi, mbak harus mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuknya. Apalagi, ada Yasmin yang harus mbak nafkahi,” sahut Kamila.Sementara itu, di tempat lain, Adrian sudah kembali ke rumahnya. Keesokan harinya, dia hampir saja terlambat ke kantor karena tidak ada yang membangunkan.“Si@l, ini semua gara-gara si Mila nginap di rumah ibunya. Awas saja nanti,” omelnya seraya melanjutkan aktivitasnya bersiap-siap. Dia mengacak-acak lemarinya mencari seragamnya, namun tak ditemukan. Dengan kesal, dia meraih ponselnya dan menghubungi sang istri.BAB 10PERMINTAAN IBU ADRIAN"Yan, lihat kelakuan istri kamu. Dia berani sekali melawan ibu," adu Karin."Mbak, jangan fitnah ya!" sentak Kamila tidak terima. "Mila, jangan membentak kakakku!" sentak Adrian balik.“Dia yang mulai duluan,”sahut Kamila.“Cukup!” sentak Adrian dengan suara menggelegar. Karin tersenyum sinis melihat adik iparnya tersebut dibentak oleh Adrian.“Yan, istrimu itu sudah benar-benar keterlaluan. Dia tidak menghargai Ibu sama sekali,” ujar mertua Karin seraya melirik menantunya tersebut dengan sinis. Sementara itu, Adrian mengusap wajahnya dengan kasar. Maksud hati ingin segera beristirahat sepulang kerja, ini malah disuguhi dengan keributan.“Mila, ayo minta maaf sama Ibu,” pinta Adrian pada sang istri.“Gak, aku gak salah kok,” sahut Kamila.“Mila!” sentak Adrian lagi dengan suara tertahan.“Mereka yang mulai. Mereka mengambil makanan yang aku beli tadi,” ujar Kamila.“Alah … hanya gara-gara makanan seperti ini kamu berani membentak Ibu. Sungguh keterlaluan,
BAB 9KARIN BERULAH“Apa sih, Mbak?” sahut Kamila santai.“Enak banget jadi kamu, santai-santai di rumah ibumu sambil ngabisin uang Adrian. Kasihan sekali adikku itu,” ujar wanita yang usianya di atasnya tersebut.“Bukannya yang ngabisin gajinya Mas Adrian itu mbak sama ibu ya? Aku kan cuma dapat sisanya,” sahut Kamila seraya terus melangkahkan kakinya ke ruang makan. Sementara itu, kakak iparnya mengikuti langkahnya seraya memperhatikan kantong dalam genggaman Kamila.“Kalau masalah itu kan memang sudah menjadi kewajiban Adrian memberi nafkah untuk ibu,” sahut Karin tak mau kalah.“Benar, tapi seharusnya mengutamakan anak dan istrinya . Lagian Mbak juga jangan lupa, Mbak itu sudah menikah dan sudah punya suami. Jadi, Mas Adrian tidak punya kewajiban menafkahi mbak,” sahut kamila lagi.“Ya terserah dong. Lagian kan kamu itu orang lain yang kebetulan diurus saja, sementara aku ini kakak kandungnya,” sahut Karin sewot. Kamila tak menanggapi lagi. Dia memilih mengalihkan perhatiannya pad
BAB 8“Halo, nama saya Silvi. Saya tinggal di depan,” ujar wanita berparas cantik tersebut seraya menatap rumahnya. “Oh, halo, Nak Silvi. Saya Saraswati, dan ini putri saya Kamila,” sahut Ibu Kamila. Silvi terkesiap sejenak, lalu menatap Kamila dengan seksama. Untuk beberapa saat, mata mereka saling bersiborok sebelum akhirnya wanita tersebut mengulas sebuah senyuman.“Halo, Kamila. Nama kamu mengingatkan saya pada seseorang,tapi saya yakin itu pasti bukan kamu,” ujar Silvi seraya mengulurkan tangannya. Kamila menatap uluran tangan tersebut sejenak sebelum akhirnya menjabatnya.“Saya rasa memang bukan karena saya tidak mengenal kamu,” sahut Kamila. SIlvi pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.“Sudah mau ditempati?” tanya Silvi basa-basi.“Rencananya sih secepatnya. Nak Silvi sendiri sudah lama tinggal disini?” tanya Ibu Kamila.“Belum lama sih, baru sekitar dua minggu. Baiklah, saya permisi dulu, mau ketemu calon mertua,” ujar wanita tersebut seraya berbisik.“Oh iya, silahkan, Na
BAB 7RUMAH BARUKamila yang tengah sibuk dengan masakannya, terpaksa berhenti sejenak saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tidak jauh dari posisinya. Kamila tersenyum tipis saat melihat nama sang pemanggil. Tak berminat mengangkatnya, dia kembali meletakkan ponselnya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Dering ponselnya akhirnya berhenti. Baru saja dia menghembuskan nafas lega, ponselnya kembali berdering. Sama seperti sebelumnya, Kamila membiarkan ponselnya hingga mati sendiri. Sampai pada panggilan ke sekian kalinya, Kamila terpaksa menghentikan aktivitasnya karena teguran sang ibu.“Ponselmu dari tadi bunyi terus. Kenapa gak diangkat?” tanya wanita paruh baya tersebut.“Lagi nanggung, Bu. Lagian panggilan gak penting juga,” sahut Kamila santai.“Itu ponsel bunyi terus dari tadi. Berarti kan memang penting banget. Dari siapa sih?” tanya Ibu Kamila lagi.“Mas Adrian, Bu,” sahut Kamila.“Angkat dulu sana, siapa tahu memang pe
BAB 6KEKESALAN ADRIANKamila menatap pria tersebut tak berkedip. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Sementara itu, pria tersebut tidak menyadari keberadaan Kamila. Dia justru terus melanjutkan langkahnya seraya memeluk pinggang wanita yang bersamanya."Mbak Mila, liatin apaan sih? Serius banget!" tegur Dika. Dia pun menoleh dan mengikuti arah pandangan sang kakak."Mbak, itu kayak suami kakaknya Mas Adrian deh!" ujar Dika. Dia bisa mengenali pria tersebut karena pernah bertemu pada beberapa kesempatan. "Benar, Dik!""Terus wanita itu siapa? Bukan kakaknya Mas Adrian kan?" Kamila menggelengkan kepalanya."Mbak juga gak tahu. Mending kamu keluar saja dulu, mbak ada perlu sebentar!""Mbak mau ngapain? Mending gak usah ikut campur deh!" ujar Dika memperingati."Gak akan, sudah kamu keluar dulu. Jangan sampai ketahuan!" sahut Kamila."Gak, aku mau disini sama Mbak Mila aja," sahut Dika keukeuh."Terserah kamu deh!" sahut Kamila. Kamila kembali menjatuhkan bobotn
BAB 5FAKTA BARUKamila membiarkan ponselnya yang terus berdering. Dia tahu betul yang menghubunginya adalah sang suami. Kring .... Ponsel Kamila kembali berdering untuk kesekian kalinya. Dengan kesal, dia pun akhirnya mengangkat panggilan tersebut.“Kemana aja sih? Ditelepon dari tadi juga,” omel Adrian.“Ada apa? Aku nginap di rumah Ibu,” ujar Kamila.“Gak boleh, pulang sekarang.”“Maaf, aku gak mau. Besok aku baru pulang.”“Ka—“ Belum selesai Adrian mengucapkan kalimatnya, Kamila sudah menutup panggilan secara sepihak. Karena tidak ingin diganggu, dia pun memblokir nomor sang suami. Tidak mungkin baginya mematikan ponsel karena dua sedang ada janji dengan pemilik rumah yang akan dia beli. “Si al, berani sekali dia membantah aku. Awas aja besok!” umpatnya dengan kesal. Adrian segera melangkahkan kakinya ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai, dia menyambar kunci motor, lalu melaju menuju rumah ibunya.“Lho, Yan, kok sudah sampai sini lagi?” tanta ibunya heran.“Iya, Ka