Share

RUMAH BARU

BAB 7

RUMAH BARU

Kamila yang tengah sibuk dengan masakannya, terpaksa berhenti sejenak saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja tidak jauh dari posisinya. Kamila tersenyum tipis saat melihat nama sang pemanggil. Tak berminat mengangkatnya, dia kembali meletakkan ponselnya, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

Dering ponselnya akhirnya berhenti. Baru saja dia menghembuskan nafas lega, ponselnya kembali berdering. Sama seperti sebelumnya, Kamila membiarkan ponselnya hingga mati sendiri. Sampai pada panggilan ke sekian kalinya, Kamila terpaksa menghentikan aktivitasnya karena teguran sang ibu.

“Ponselmu dari tadi bunyi terus. Kenapa gak diangkat?” tanya wanita paruh baya tersebut.

“Lagi nanggung, Bu. Lagian panggilan gak penting juga,” sahut Kamila santai.

“Itu ponsel bunyi terus dari tadi. Berarti kan memang penting banget. Dari siapa sih?” tanya Ibu Kamila lagi.

“Mas Adrian, Bu,” sahut Kamila.

“Angkat dulu sana, siapa tahu memang penting banget. Ganggu saja,” omel wanita tersebut. Meskipun enggan, akhirnya Kamila mengangkat panggilan tersebut.

“Halo!” sahut Kamila malas.

“Kemana aja sih? Lama sekali!” omel Adrian seraya bersungut-sungut. Seandainya saat ini mereka tengah berhadapan langsung, Kamila pasti bisa melihat wajah sang suami yang penuh kekesalan.

“Ada apa?” tanya Kamila balik tanpa berminat menjawab pertanyaan sang suami.

“Dimana kamu meletakkan seragamku untuk hari ini? Kemeja warna biru,” tanya Adrian.

“Ada di keranjang ruang tengah,” sahut Kamila.

“Apa? Kamu belum menyetrikanya?” tanya Adrian.

“Belum, kamu setrika sendiri kan bisa,” sahut Kamila santai.

“Apa kamu sudah gila? Cepat pulang, aku bisa terlambat ini,” sentak Adrian.

“Waktunya gak akan cukup, Mas. Sudahlah, sekali-kali kamu setrika sendiri. Sudah ya, aku mau lanjut masak lagi.” Klik. Usai mengatakan hal itu, Kamila segera mematikan ponselnya.

“Tunggu. Halo! Halo! Kamila!” seru Adrian.

“Si al!” umpat Adrian setelah menyadari panggilannya dimatikan sepihak.

Adrian melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Benar, tidak mungkin dia menunggu istrinya pulang, bisa-bisa dia akan terlambat. Untuk menyetrika sendiri pun sepertinya waktunya sudah mepet, dia juga belum sarapan. Dia tidak ingin sampai kantor terlambat dan mendapatkan pemotongan gaji.

‘Lebih baik aku mampir ke rumah ibu saja dulu untuk ikut sarapan di sana. Tidak, itu akan semakin memperlambat. Lebih baik aku beli saja di jalan! Iya, beli di jalan!’ ujarnya pada dirinya sendiri. Akhirnya, dengan terpaksa dia mengenakan kemeja kusut tersebut. Beruntung, sang istri sudah mencucinya. Jadi, kondisinya tidak terlalu parah.

Nasib seakan sedang mempermainkan Adrian. Kemacetan panjang menghadang laju kendaraannya. Akhirnya dia memutuskan langsung ke kantor tanpa membeli sarapan terlebih dahulu.

"Si@l banget sih hari ini!" gerutu Adrian pada dirinya sendiri.

"Kusut banget itu muka?" ejek Dito, rekan kerja Adrian.

"Gak usah ngeledek!" sahut Adrian. Dengan kesal, Adrian melangkah masuk ke ruangannya dan menjatuhkan bobotnya di kursinya.

"Bau-baunya ada yang gak beres nih!" ujar Dito seraya menatap penampilan rekan kerjanya tersebut.

Adrian dikenal sebagai pribadi yang bersih dan rapi. Jadi, jika dia datang dalam keadaan kusut, pasti ada yang tidak beres.

“Mau aku pecat?” ancam Adrian. Dia benar-benar kesal karena Dito meledeknya sejak tadi. Dito dan Adrian dulunya rekan kerja dan hubungan mereka cukup dekat. Hanya saja, Adrian mendapat promosi kenaikan jabatan. Alhasil, Dito kini menjadi bawahannya. Meskipun begitu, hal itu tidak membuat hubungan mereka canggung. Mereka tetap layaknya seorang sahabat.

“Hei, jangan gitu dong! Sensi amat,” sahut Dito.

“Ada masalah” tanya Dito penasaran.

“Udah, gak usah kepo. Mending kamu belikan aku sarapan deh!” ujar Adrian seraya memberikan uang lima puluh ribuan.

“Wow … benar-benar ada masalah nih pastinya!”

“Pergi gak?” sentak Adrian dengan kesal.

“Iya, aku pergi. Mau dibelikan apaan ini?” tanya Dito menyerah. Sepertinya sahabatnya tersebut sedang tidak ingin diganggu.

“Terserah!”

“Oke, siap.” Dito segera melangkah meninggalkan ruangan tersebut.

Sementara itu, di tempat lain, Kamila tengah bersiap bersama Ibu dan adiknya. Hari ini mereka berencana membersihkan rumah barunya sekaligus membeli beberapa macam perabotan. Setelah selesai bersiap, mereka pun segera meluncur ke lokasi.

Dika berangkat mengendarai motornya, sementara itu Kamila, putrinya, dan ibunya menggunkan taksi online. Tak lupa mereka membawa alat kebersihan karena di rumah barunya belum ada apapun.

“Wah … rumah kamu bagus juga. Desainnya bagus, rumahnya juga gak terlalu kecil,” ujar Ibu Kamila.

“Iya, Bu. Ini aku sengaja beli dua kapling agar masih ada lahan kosong. Rencananya lahan kosong itu mau aku tanami sayuran,” sahut Kamila.

“Bagus, Kak. Ntar aku bantu siapkan medianya. Pakai polybag kan?” sahut Dika.

“Iyalah, lahannya kan terbatas. Biar bisa tanam macam-macam,” sahut Kamila.

“Ayo masuk, Bu!”lanjut Kamila. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ada yang menyapa mereka.

“Wah … tetangga baru ya!” sapa wanita tersebut. Kamila segera berbalik dan menatap wanita tersebut. Matanya membeliak tak percaya saat menyadari siapa yang kini tengah berdiri di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status