Share

FAKTA BARU

BAB 5

FAKTA BARU

Kamila membiarkan ponselnya yang terus berdering. Dia tahu betul yang menghubunginya adalah sang suami.

Kring .... Ponsel Kamila kembali berdering untuk kesekian kalinya. Dengan kesal, dia pun akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

“Kemana aja sih? Ditelepon dari tadi juga,” omel Adrian.

“Ada apa? Aku nginap di rumah Ibu,” ujar Kamila.

“Gak boleh, pulang sekarang.”

“Maaf, aku gak mau. Besok aku baru pulang.”

“Ka—“ Belum selesai Adrian mengucapkan kalimatnya, Kamila sudah menutup panggilan secara sepihak. Karena tidak ingin diganggu, dia pun memblokir nomor sang suami. Tidak mungkin baginya mematikan ponsel karena dua sedang ada janji dengan pemilik rumah yang akan dia beli.

“Si al, berani sekali dia membantah aku. Awas aja besok!” umpatnya dengan kesal. Adrian segera melangkahkan kakinya ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah selesai, dia menyambar kunci motor, lalu melaju menuju rumah ibunya.

“Lho, Yan, kok sudah sampai sini lagi?” tanta ibunya heran.

“Iya, Kamila nginap di rumah ibunya.” Adrian segera menghenyakkan bobotnya di sofa tidak jauh dari ibunya.

“Kok kamu biarin sih? Nanti kalau uang kamu diberikan mereka bagaimana?” protes ibunya.

“Sudah aku suruh pulang, Bu, tapi dia gak mau,” sahut Adrian dengan bersungut-sungut.

“Duh, makin kurang ajar aja dia, harus diberi pelajaran ini. Kamu jemput dia aja gih!”

“Ogah, malas. Terserah kalau uangnya dikasih ibunya, asalkan gk minta aku lagi,” sahut Adrian.

“Ish, kamu ini!” omel ibunya lagi. Untuk beberapa saat, suasana terasa hening. Mereka sama-sama larut dalam pikiran masing-masing.

“Bu!”

“Apa?”

“Aku lapar, ada makanan gak?” tanya Adrian dengan wajah memelas.

“Mana ada? Kita kan baru pulang. Kamu order online aja lah, kita makan sama-sama disini,” ujar ibunya.

“Boros, Bu! Tadi kita juga udah habis uang banyak!” protes Adrian.

“Mau bagaimana lagi? Salah sendiri gak mau jemput Kamila, kan dia bisa disuruh masak disini!” Adrian menghembuskan nafas panjang. Malas berdebat kembali, dia pun segera mengutak-atik ponselnya.

“Pesan yang agak banyak, Karin sama Keisya biar ikut sekalian. Mereka pasti juga belum makan. Ibu mandi dulu!”

‘Rugi bandar dong! Nasib ... nasib!” oceh Adrian dalam hati. Namun tak urung, dia pun melakukan sesuai perintah ibunya. Jika tidak, siap-siap saja akan kena omel panjang lebar.

Selang tak berapa lama kemudian, mereka semua sudah berkumpul. Makanan yang dipesan pun juga sudah datang.

“Wah ... makan besar nih! Sering-sering ya, Yan!” ujar Karin seraya tersenyum lebar.

“Jangan keseringan juga kali, Mbak. Boros.”

“Bener, ibu gak mau kalau sampai jatah bulanan ibu dipotong,” sahut wanita paruh baya tersebut.

“Gak akan lah. Kan gajinya Adrian besar,” sahut Karin santai.

“Tapi kan harud dibagi-bagi, Mbak. Aku juga butuh tabungan,” sahut Adrian.

“Oh ya, Yan, bagaimana pendapat kamu tentang Silvi?” tanya ibunya.

“Cantik.”

“Dia sering nanyain kamu lho!”ujar Karin.

“Masak sih?” tanya Adrian tidak percaya.

“Beneran, dia sepertinya belum bisa move on dari kamu deh!” sahut Karin.

“Yang benar saja? Kan dia yang ninggalin aku waktu itu.”

“Benar, tapi dia bilang, di sangat menyesal. Mantan suaminya kasar dan suka main tangan.”

“Masak sih?” tanya ibu Adrian tidak percaya.

“Iya, bu, kasihan banget. Mana mandul lagi, makanya dia milih cerai.”

“Benar itu, ceraikan aja laki model kayak gitu,” sahut Ibu Adrian.

Silvi adalah mantan kekasih Adrian. Dulu, dia meminta putus dari Adrian yang saat itu hanya karyawan kantor biasa dan memilih menikah dengan seorang pria yang lebih kaya. Selang tak berapa kemudian, Adrian berkenalan dengan Kamila, lalu memutuskan untuk menikah.

Sementara itu, sore ini Kamila bersama sang adik tengah melakukan kesepakatan jual beli dengan salah seorang petugas perumahan yang dia beli. Tadi mereka sudah melihat rumah tersebut sekali lagi untuk memastikan pilihannya. Setelah negosiasi, akhirnya mereka pun sepakat dengan harganya.

“Baiklah, Bu, ini kuncinya. Jika ibu mau, bisa langsung ditempati sekarang juga!”

“Terima kasih banyak, Pak!” Usai berjabat tangan, pria itu pun pergi meninggalkan mereka. Sementara itu, Kamila dan sang adik pun segera beranjak setelah makanan pesanan yang akan mereka bawa pulang, telah selesai disiapkan. Saat dia hendak melangkah, tiba-tiba pandangannya tertuju pada seseorang pria yang baru saja memasuki kafe dengan seorang wanita.

“Itu kan ....”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status