Share

PERMINTAAN IBU ADRIAN

BAB 10

PERMINTAAN IBU ADRIAN

"Yan, lihat kelakuan istri kamu. Dia berani sekali melawan ibu," adu Karin.

"Mbak, jangan fitnah ya!" sentak Kamila tidak terima. 

"Mila, jangan membentak kakakku!" sentak Adrian balik.

“Dia yang mulai duluan,”sahut Kamila.

“Cukup!” sentak Adrian dengan suara menggelegar. Karin tersenyum sinis melihat adik iparnya tersebut dibentak oleh Adrian.

“Yan, istrimu itu sudah benar-benar keterlaluan. Dia tidak menghargai Ibu sama sekali,” ujar mertua Karin seraya melirik menantunya tersebut dengan sinis. Sementara itu, Adrian mengusap wajahnya dengan kasar. Maksud hati ingin segera beristirahat sepulang kerja, ini malah disuguhi dengan keributan.

“Mila, ayo minta maaf sama Ibu,” pinta Adrian pada sang istri.

“Gak, aku gak salah kok,” sahut Kamila.

“Mila!” sentak Adrian lagi dengan suara tertahan.

“Mereka yang mulai. Mereka mengambil makanan yang aku beli tadi,” ujar Kamila.

“Alah … hanya gara-gara makanan seperti ini kamu berani membentak Ibu. Sungguh keterlaluan,” ejek Karin.

“Makanan yang Mbak bilang hanya itu nyatanya sekarang ada di tangan Mbak. Kembalikan,” ujar Kamila.

“Makanan ini Ibu ambil. Kamu keterlaluan, membeli makanan tanpa memikirkan kami. Ayo Karin, kita pulang,” ujar mertua Kamila.

“Tunggu, kembalikan dulu makanannya,” seru Kamila berusaha merangsek, namun langkahnya segera dihadang oleh sang suami.

“Mila, cukup!” sentak Adrian lagi.

“Mereka membawa makananku, Mas. Itu untuk makan malam kita,” seru Kamila masih berusaha merangsek dan merebut bungkusan makanan tersebut, namun Adrian tetap dengan keukeuh menghalangi. Sementara itu, Karin dan ibunya sudah menghilang dibalik pintu.

“Hentikan!” bentak Adrian lagi seraya menghentakkan tubuh Kamila hingga tubuhnya terhuyung ke belakag. Beruntung, tubuhnya menabrak dinding sehingga dirinya tidak sampai terjatuh.

“Biarkan saja mereka membawa makanannya, kamu bisa membeli lagi atau masak sendiri,” ujar Adrian memberikan keputusan.

“Kamu saja yang beli, uangku sudah habis, aku juga tidak punya bahan masakan,” sahut Kamila.

“Habis? Kemana saja uang dariku selama ini? Apa kamu menggunakannya untuk berfoya-foya dengan keluargamu?” sentak Adrian lagi.

“Uang mana yang untuk foya-foya? Bahkan untuk makan sehari-hari saja aku harus super ngirit,” sahut Kamila tidak terima disalahkan, apalagi sang suami sampai melibatkan nama orang tuanya.

“Gak usah ngeles kamu. Memangnya dari mana kalian bisa makan enak kalau bukan dari aku? Adikmu belum kerja, ibumu juga gak kerja, hanya mengandalkan uang pensiunan ayahmu saja,” ujar Adrian lagi.

Kamila menatap sang suami dengan tajam beberapa saat, lalu memilih meninggalkannya dan masuk ke dalam kamar putrinya. Moodnya untuk membersihkan rumah, ambyar seketika. Akhirnya dia memilih merebahkan tubuhnya dan beristirahat. Untungnya dia tadi menyisihkan ayam goring di dalam tasnya. Jadi setidaknya nanti dia tidak kesulitan jika putrinya lapar. Untuk dirinya sendiri, dia tidak terlalu memikirkan. Makan nasi dengan sambal pun baginya sudah cukup.

Adrian menatap kepergian sang istri dengan kesal. Dia pun bergegas melangkah ke kamarnya dan membersihkan tubuhnya. Setelah selesai, dia memilih beristirahat sejenak seraya memainkan ponselnya.

"Mila, mana makan malamnya? Aku lapar!" seru Adrian beberapa lama kemudian.

"Aku sudah tidak punya pegangan. Kalau Mas mau makan, beri aku uang!" ujar Kamila.

"Uang terus, uang terus saja yang ada dipikiranmu. Dasar istri tidak berguna!" omel Adrian dengan kesal, lalu segera melangkah meninggalkan sang istri. 

"Lebih baik aku makan di rumah Ibu saja!" ujar Adrian pada dirinya sendiri. Adrian meraih kunci mobilnya, lalu melajukannya meninggalkan rumah. 

"Bu! Ibu!" seru Adrian saat memasuki rumah ibunya.

"Adrian? Kamu ngapain malam-malam kesini?" tanya ibunya heran.

"Ibu punya makanan gak? Aku lapar," sahut Adrian.

"Memangnya istriku tidak masak?"

"Gak ada, Bu. Dia malah tiduran di kamarnya Yasmin," adu Adrian seraya menghempaskan bobotnya di kursi. 

"Itu sayur yang ibu bawa dari rumah tadi?" tanya Adrian antusias seraya menatap sayur yang berada di mangkuk.

"Iya, tapi sudah dibagi dua sama kakakmu."

"Ada lagi gak, Bu? Aku juga lapar banget ini," pinta Adrian penuh harap.

"Yach … Ibu cuma dikasih sedikit, yang banyak dibawa kakakmu pulang. Mending kamu beli makanan sana aja!" ujar wanita paruh baya tersebut.

“Kok gitu sih, Bu? Memangnya ibu gk punya apa-apa di belakang?” tanya Adrian lagi.

“Ada telur sama mie instan, mau?”

“Iya deh, Bu, dari pada gak ada,” sahut Adrian lemas. 

“Ya sudah, kamu tunggu disini, Ibu masakkan dulu,” ujar wanita paruh baya tersebut. 

Ibu Adrian segera melangkahkan kakinya ke belakang. Sementara itu, Adrian menunggunya di ruang makan sembari memainkan ponselnya. Selang tak berapa lama kemudian, makanan yang dipesannya pun sudah siap. Dengan sigap, Adrian segera menyantapnya hingga habis tak bersisa.

“Kamu ini kayak orang gak pernah di kasih makan aja, Yan!” omel ibunya.

“Laper banget, Bu. Lagian, ini sudah termasuk istimewa. Di rumah Mila masak tidak jauh dari tahu dan tempe,” sahut Adrian.

“Memang dasar istrimu saja yang boros. Pasti uangnya habis untuk ibunya,” sahut wanita paruh baya tersebut.

"Oh ya, besok kamu gajian kan?" tanya ibu Adrian mengalihkan pembicaraan.

"Ibu ingat saja kalau waktunya gajian."

"Jelas dong. Mulai besok, si Mila tidak usah kamu kasih jatah, biar tahu rasa dia," ujar wanita paruh baya tersebut seraya bersungut-sungut.

"Terus nanti dia masaknya bagaimana, Bu?" tanya Adrian.

"Biarkan saja dia, kita lihat apa dia masih berani semena-mena sama kamu kalau tidak dikasih jatah," sahut Ibu Adrian.

"Wanita itu harus sadar kalau dia itu hidup dari nafkah kamu. Kalau gak gitu, dia akan semakin ngelunjak," cecar wanita paruh baya tersebut.

"Bener juga, Bu. Kemarin aja dia berani ninggalin aku seharian dan tidak menyiapkan pakaian kerjaku. Malam ini dia tidak menyiapkan makan malam," sahut Adrian.

"Nah, itu dia. Dia harus dibuat sadar kalau dia itu tidak bisa hidup tanpa kamu, jadi dia harus mau nuruti semua keinginanmu," ujar Ibu Adrian memberikan penjelasan.

"Iya, ibu benar. Tapi mulai besok aku makan disini ya, Bu."

"Gak masalah, asalkan jatah ibu ditambahi."

"Gampang kalau masalah itu," sahut Adrian. Sementara itu, ibunya tersenyum penuh kemenangan.

“Oh ya, Yan, bagaimana hubunganmu sama Silvi?” tanya Ibu Adrian.

“Ya … gitu deh!”

“Gitu deh bagaimana?” 

“Ya gak gimana-gimana, jalan aja,”sahut Adrian.

“Pepet terus dia, jangan sampai lepas.”

“Maunya sih gitu, Bu. Tapi bagaimana kalau Mila tahu?” tanya Adrian bimbang.

“Biarin aja. Lagian dia juga gak ada gunanya.” Adrian terdiam sejenak. Untuk beberapa lama, dia larut dalam kebimbangan. 

“Silvi itu janda kaya. Kalau kamu bertahan sama si Mila, yang ada hidupmu akan tetap seperti ini,” bujuk wanita paruh baya tersebut.

“LIhat saja mobil yang dia pakai, mewah banget. Belum lagi penampilannya juga glamour, gak malu-maluin kalau diajak jalan, beda jauh sama istri kamu yang buluk itu,” lanjut wanita paruh baya tersebut lagi.

“Memangnya dia beneran masih mau sama aku, Bu? Kan dia tahu kalau aku sudah punya istri,” sahut Adrian.

"Dia sudah bilang sama kakakmu kalau siap jadi yang kedua," sahut wanita paruh baya tersebut.

"Beneran, Bu?"

"Iya, memangnya dia gak bilang apa-apa sama kamu?"

"Gak ada, Bu. Kami ketemu hanya makan dan ngobrol biasa saja," sahut Adrian.

"Kalau begitu, kamu yang harus aktif deketin dia. Pokoknya ibu mau kalian bisa segera menikah," pinta wanita paruh baya tersebut.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Tati Sahati
up n up thooirrr
goodnovel comment avatar
Tati Sahati
lanjuuttt thooorrrr
goodnovel comment avatar
Mifta Nur Auliya
ayo ramaikan,biar othor semnagt ngelanjutij
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status