PERNIKAHAN KEDUA 42Nyaris semalaman aku tak bisa tidur. Kalau saja tak ingat aku masih harus ujian besok pagi, rasanya aku ingin menangis saja. Tapi kemungkinan, mataku akan bengkak besok dan Lea pasti bertanya-tanya. Kalau menuruti keinginan, rasanya aku ingin membalas WA dari Celine dan memaki-maki dirinya. Tapi itu malah akan membuatnya senang. Dia akan semakin mengataiku anak bau kencur. Padahal di sekolah saja, aku harus menebalkan telinga dengan gosip yang beredar bahwa aku bertunangan dengan konglomerat karena aku sudah dijual oleh Ibuku. Astaga. Untung saja ada Lea, yang dengan garang, berdiri di depanku dan menepis siapa saja yang coba-coba menyakiti perasaanku.Gadis tujuh belas tahun dan sudah bertunangan, memangnya kenapa?Aku turun ke dapur ketika aroma masakan memenuhi udara. Mbok Imas, seperti masih di rumah Vila, sudah hampir selesai masak. Aku segera membantu dengan membuat minuman hangat."Ini bubur untuk Ibu, Mbak Key. Katanya Ibu harus makan makanan yang lembut."
PERNIKAHAN KEDUA 50PoV ZAIDAku menutup pintu mobil dan bersandar di jok-nya dengan hati perih. Riri, salah satu yang terbaik. Tiga tahun lamanya dia bekerja padaku, sebagai asisten pribadi dan mengurus segala masalah teknis yang tak mungkin ku tangani sendiri. Sosoknya yang lembut membuatku memilihnya menjadi asisten pribadi Keysha, meski aku tak secara gamblang mengatakan hal itu pada istriku, karena aku yakin Keysha akan menganggap itu berlebihan. Sungguh aku tak pernah menduga bahwa tugas biasa saja, yaitu menjaga Keysha ternyata membuatnya harus meregang nyawa. Keysha tak pernah punya musuh. Om Reyhan yang selama ini menjadi ancamannya tak berdaya di rumah sakit jiwa. Lalu, siapa lagi yang dengan sangat beraninya mencari masalah denganku.Apakah Celine?Aku menghela napas. Bayangan wajah Mbak Riri membayang. Kupejamkan mata, merasakan mataku yang panas karena air mata yang mendesak. Sekuat tenaga aku menahannya. Aku tak boleh menangis. Keysha akan semakin khawatir.Ponsel yang k
PERNIKAHAN KEDUA 51PoV KEYSHA"Begitu Ibumu menikah dengan lelaki pembawa sial itu, kau langsung hadir dalam rahimnya. Maka kau sama saja dengan Ayahnya, anak pembawa sial. Pergi! Jangan pernah tampakkan lagi wajahmu di depanku!"Satu tahun yang lalu, aku pernah nekad datang sendirian ke rumah Eyang. Demi melihat Ibu yang kerap bersedih karena kedatangannya selalu ditolak, dan Ayah yang tak mampu berbuat apa-apa. Aku pikir, jika aku datang sendirian, mungkin saja Eyang akan luluh.Nyatanya tidak. Sama seperti kedatangan kami sebelumnya, Eyang mengusir ku, dan masih ditambahi kata-kata yang menyakitkan."Pergi! Kau dan Ayahmu sama-sama pembawa sial. Selamanya aku tak akan memaafkan kalian berdua!"Dan kini, aku duduk di hadapannya dengan berlinang air mata. Bagaimanapun dia menolak, darahnya lah yang mengalir di tubuhku. Mungkin benar kata Eyang, aku anak pembawa sial. Eyang dan Mbak Riri, meninggal karena aku, di hari pernikahanku."Maafkan aku Eyang. Saat itu, aku hanya ingin Eyang
PERNIKAHAN KEDUA 52"Oke, aku rubah pertanyaannya. Apa kau menyesal menikah muda?"Aku menoleh dengan terkejut. Kupegang bahunya. Bang Zaid menghela napas tanpa menoleh, tetap fokus pada jalanan di depan."Maaf sayang. Aku hanya sedang cemburu. Melihat dirimu begitu muda dan cantik, dikelilingi remaja seusiamu yang memandang kagum pada kecantikanmu. Aku merasa…"Kalimatnya terhenti oleh ciumanku di pipinya. Aku menyandarkan kepala di bahu lelakiku dengan manja."Bertemu dan menikah dengan Abang, adalah anugerah terbesar dalam hidupku. Tolong jangan ragukan lagi."Dari kaca spion aku melihat Bang Zaid tersenyum, memiringkan kepalanya sedikit sehingga kepala kami saling bersentuhan. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan dalam diam, memandangi wiper yang bergerak dinamis menyingkirkan gerimis yang jatuh di kaca depan.Sampai rumah, Kiara menyambut dengan segala celotehnya tentang sekolah. Sejak Rani tak lagi tinggal disini, Ara menjadi semakin akrab dengan Bibik-bibik yang menganggapny
PERNIKAHAN KEDUA 53Empat tahun kemudian."... Sungguh, jika saya harus mengucapkan terima kasih pada orang-orang yang telah berjasa di hidup saya, akan sangat banyak dan panjang hingga mungkin tak akan cukup waktu sepuluh menit. Untuk Almarhum Ayah dan Ibu, yang telah mengajari saya untuk kuat. Sahabat saya Lea Khumaira yang selalu ada di setiap langkah saya. Adik-adik saya, Diaz, Rani, dan Kiara yang selalu mampu membuat saya tersenyum. Dan akhirnya, terima kasih saya ucapkan pada orang yang paling berharga dalam hidup saya, suami saya tercinta, Muhammad Zaidan Adhyaksa, yang tak pernah lelah menjadi penopang dan selalu ada untuk mengusap air mata saya. Terima kasih. Saya berdiri disini karenamu."Suasana gedung serba guna Unila senyap sesaat. Sebelum akhirnya tepuk tangan menggema, mengucapkan selamat pada lulusan terbaik fakultas teknik tahun ini. Aku, Keysha Veronika Arman, yang empat tahun lalu hanya lah seorang gadis muda yang kebingungan hendak melangkah kemana. Keluar dari ru
PERNIKAHAN KEDUA 54Aku memasukkan tiga stel baju Bang Zaid ke dalam travel bag, beberapa pakaian dalam, handuk dan peralatan mandinya. Sambil cemberut, ku masukkan juga charger ponselnya ke dalam kantong kecil di samping tas berwarna hitam itu."Hey, jangan cemberut. Abang hanya pergi dua hari saja."Aku mendongak."Kenapa akhir-akhir ini Abang sering sekali pergi ke luar kota? Aku kesepian, anakmu di dalam sini, selalu saja rewel kalau Abang nggak di rumah."Bang Zaid tertawa kecil, meraih tanganku dan melingkarkan nya di lehernya sendiri sementara dia memeluk pinggangku. Kami saling bertatapan dan aku tak bisa tak terpesona melihat ketampanan wajahnya."Hemm… yang rewel, anakku ataukah Ibunya?"Aku ikut tertawa, malu karena tebakannya yang jitu. Kami memang baru saja mendapat kabar gembira, kehamilan yang telah kami rencanakan sejak aku lulus kuliah tiga bulan lalu langsung dikabulkan oleh Allah. Usia kandunganku kini sepuluh minggu dan aku bersyukur tidak mengalami emesis berlebiha
PERNIKAHAN KEDUA 55Lagu itu meresap ke dalam jiwa, mengobrak-abrik perasaanku hingga ke relung hati terdalam. Betapa banyak kematian memisahkanku dengan orang-orang yang kucintai. Apalagi ketika aku tahu bahwa yang menyanyikan lagu itu bukan Diaz, tapi Bang Zaid. Tentu saja, apa yang kupikirkan? Diaz jauh di London sana. Dia tak mungkin bisa muncul tiba-tiba.Sambil memeluk tanganku sendiri, meredam rasa gelisah, aku meneruskan langkah hingga ke balkon yang menghadap taman belakang. Pantas saja Bang Zaid tak mendengarku pulang. Di kursi malas yang biasa diduduki Diaz, dia duduk sambil memeluk gitar kesayangan adiknya itu. Aku tak menduga kalau dia juga pintar bermusik dan suaranya indah.Dari belakang, siluet dirinya duduk di situ saja sudah membuatku bergetar. Kenapa Bang Zaid harus menyanyikan lagu sepedih ini? Kemana dia pergi selama ini? Benarkah masalah kerjaan? Dan mengapa? Semakin hari, tubuhnya semakin kurus saja?Air mataku menetes bahkan sebelum aku sempat menyentuh bahuny
PERNIKAHAN KEDUA 56Air mata yang meluncur tanpa kendali ini mengaburkan penglihatanku. Rasa perih bagai diremas-remas menguasai hati. Bang Zaid sengaja menyembunyikan penyakitnya dariku karena dia tak mau melihatku sedih. Dia menyimpannya sendiri. Sudah sejak kapan Bang Zaid sakit? Ya Allah, istri macam apa aku ini? Yang tak tahu bahwa suamiku sakit separah itu. Ya, aku tahu bahwa penyakitnya serius. Karena kini, Bang Zaid berjalan memasuki klinik hemodialisa.Adakah yang terlewat di mataku? Selain wajahnya yang sesekali pucat dan lemas, juga kebiasaannya pergi ke luar kota dua minggu sekali, tak ada yang aneh. Ya Allah, bukankah penyakit itu sakit sekali rasanya? Bagaimana dia bisa menahan semua itu dan bersikap biasa saja di depanku?Kuhapus air mata, meski rasanya sulit sekali untuk berhenti. Perlahan, aku mengikuti langkahnya yang tenang dan penuh percaya diri. Dia tak pernah kehilangan wibawanya meski dalam keadaan sakit. Langkahnya tetap setenang biasa. Dia tak tahu, bahwa aku