PERNIKAHAN KEDUA 60 "Mama, sembuh dong. Besok kan hari perpisahan sekolah aku."Zakia sibuk mengusap dahiku dengan kompres. Aku tersenyum melihatnya. Sejak semalam, aku terserang demam. Badanku panas dan kepalaku pusing sekali. Aku tahu bahwa aku tak boleh sakit. Besok, akan ada perpisahan sekolah. Zakia akan lulus SD.Ya. Lima tahun lagi telah berlalu sejak kepergian Bang Zaid. Zakia kini berusia dua belas tahun dan akan segera lulus SD, sementara aku masih setia hidup dalam kenangan bersamanya. Setiap malam, aku tidur sendirian, memeluk sepi, dan dia selalu hadir dalam mimpi meski tanpa kuminta."Sayang, jangan siksa dirimu seperti ini. Menikahlah lagi. Aku ikhlas."Itulah mimpi yang sering datang. Dan di dalam mimpi, aku menangis. Tangis yang kemudian terasa hingga aku bangun. Bantalku yang basah oleh air mata menyadarkan bahwa mimpiku merasuk hingga ke dasar jiwa. Dan semalam, Tiba-tiba saja aku demam tinggi. Kiara sudah memanggilkan dokter dan kata dokter aku baik-baik saja dan
PERNIKAHAN KEDUA 61 Begitu mobil berhenti di halaman rumah, Zakia langsung berseru-seru memanggil Kiara. Kebetulan sekali hari ini Kiara pulang kuliah lebih awal. Adikku itu terkejut, berlari keluar dengan wajah tegang. Setelah banyak kejutan sepanjang hidupnya, dia sepertinya telah bersiap akan satu kejutan terakhir."Kia, ada apa?!" Suara Kiara panik.Tapi keponakannya itu malah melompat-lompat kegirangan. Perlahan, wajah Kiara mengendur."Oh, kamu dapat nilai terbaik? Lulusan terbaik?"Zakia mengangguk, masih melompat-lompat."Hemm… Alhamdulillah. Keponakan Tante kan memang pintar.""Ada lagi. Coba tebak!""Apa?"Aku tersenyum melihatnya. "Aku akan punya Papa! Yeaaayyy!"Mata Kiara melebar. Lalu dia menyadari bahwa aku dan Diaz berdiri mengawasi. Tatapan matanya menyorot, meminta penjelasan. Lalu, tangan Diaz yang menggenggamku-lah yang menjadi fokusnya. Kiara tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Dia lalu berlari menghambur dan memelukku erat-erat."Jadi?"Aku mengangguk.Kiara menar
PERNIKAHAN KEDUA 62 (ENDING)Jam sepuluh malam, pesta telah sepenuhnya usai. Rumah lengang meski dekorasi taman belum dibongkar. Para ART, Kiara dan kedua anakku dibawa Tante Arumi ke rumahnya. Mereka semua ingin membiarkan kami hanya berdua malam ini karena aku menolak kamar pengantin di hotel. Aku ingin berada disini. Di tempat aku bertemu mereka berdua. Tempat aku memulai takdirku. Dengan bergandengan tangan, kami naik ke lantai atas. Kamar Diaz telah disulap Lea menjadi kamar pengantin yang indah. Begitu membuka pintunya, aroma wangi mawar langsung menerpa hidung. Membawaku pada kenangan tujuh belas tahun silam. Aku mengerjap, memaksa diriku untuk menyadari bahwa tangan yang kugenggam ini bukan tangannya. "Nggak apa-apa kan kita disini? Dibawah…"Diaz membungkam bibirku dengan jarinya. Kami berdiri berhadapan, dengan tatapan lembut di matanya. Kemarin, aku memang meminta untuk tidak menempati kamarku bersama Bang Zaid, setidaknya untuk sementara waktu sampai aku merasa nyaman de
PERNIKAHAN KEDUA 1"Malam ini, bawa Kiara tidur bersamamu, dan jangan ganggu Ibu."Aku tertegun sejenak. Kutatap lagi wanita cantik bergelar Ibu itu. Masih ada sisa-sisa riasan bekas akad nikah yang dilaksanakan pagi tadi. Ya, Ibu baru saja menikah lagi, setelah tepat seratus tiga puluh hari Ayah pergi.Kiara memandangku, menatap tangannya yang kugenggam, lalu berakhir pada wajah Ibu. Masih kuingat bagaimana Ibu menepis tangannya tadi, saat adikku ingin ikut Ibu masuk kamarnya."Kau dengar kan Key? Sekarang, Ibu sudah punya suami. Tanggung jawab Ibu bukan hanya mengurus kalian.""Tapi Bu…""Key…" Ibu menghela nafas. Dia berjalan mendekat dan memegang kedua bahuku."Kita butuh penopang, butuh seseorang yang memberi kita nafkah. Kamu tahu? Ibu lelah sekali jika harus bekerja setiap hari. Setidaknya, sekarang ada yang memberi Ibu uang belanja. Jangan lupakan biaya sekolahmu, dan juga lima bulan lagi Kiara akan masuk TK."Aku menggigit bibir. Apa yang Ibu katakan benar, meski tak sepenuhn
PERNIKAHAN KEDUA 2Apa yang terjadi dengan Ibu? Kenapa semua bisa berubah hanya dalam waktu sehari saja? Aku menggigit bibir, menahan air mata yang hendak tumpah. Sungguh, aku tak boleh menangis di depan Kiara. Setelah semua penolakan Ibu padanya, aku tak boleh membuatnya merasa berkecil hati lagi. Di hadapanku Ibu menunduk setelah mengatakan kalimat itu, menyembunyikan wajahnya dariku. Sementara lelaki itu, yang sepertinya sama usianya dengan Ibu tersenyum."Sekolah sampai SMA itu cukup Key. Ayahmu sudah tak ada. Bapak dan Ibu harus menabung untuk calon anak kami nanti. Dan juga Rani masih butuh banyak biaya."Rani adalah putri semata wayang suami baru Ibu. Aku bertemu dengannya kemarin. Usianya dua tahun di bawahku. Dan dari tatapan matanya, aku tahu bahwa seharusnya aku tak dekat-dekat dengannya."Rani harus kuliah. Karena itu pesan almarhum Mamanya." Suara Ibu bergetar."Dan pesan Almarhum Ayah tidak penting bagi Ibu. Rani masih punya Bapak. Sementara aku, seharusnya bisa mengand
ERNIKAHAN KEDUA 3"Mau apa kalian kesini?"Suara ketus Eyang tak menyurutkan niatku duduk dan menatap matanya. Kugenggam tangan Kiara erat-erat. Adikku yang tak tahu apa-apa, tadi sibuk berceloteh tentang betapa bagusnya rumah ini. Namun dia terdiam begitu sosok Eyang putri muncul. Wanita berusia nyaris tujuh puluh tahun itu memandang Kiara tak berkedip. Kiara memang sangat mirip Ibu, sementara aku mirip Ayah. Aku memutuskan datang kesini, meski tahu bahwa akhirnya semua yang keluar dari mulut Eyang hanya akan menyakitiku."Tolong jelaskan, siapa Om Reyhan sebenarnya. Kenapa dia tiba-tiba datang dan menikahi Ibu. Dan kenapa Eyang menerimanya dengan bahagia, tidak seperti Eyang menerima Ayahku. Padahal… padahal selama tujuh belas tahun lamanya Ayah terus berusaha mengambil hati Eyang."Wajah tua yang masih tampak ayu itu termangu sejenak. Mataku tak berkedip memandangnya. Eyang putri, Ibu dan Kiara memiliki garis wajah yang sama. Tak ada yang bisa menyangkal bahwa mereka berdua memilik
PERNIKAHAN KEDUA 4"Kalau begitu katakan saja sekarang! Aku sudah cukup besar untuk mengerti. Jangan terus membuat teka teki!""Keysha! Pergilah!"Suara Ibu getas. Sesaat, kami saling menatap, dengan permohonan di mata masing-masing. Ibu memohon padaku untuk pergi, sementara aku memohon pada Ibu penjelasan tentang semua kejanggalan ini."Kau mau tahu?" Om Reyhan melangkah maju dan berhenti lima langkah di hadapanku. Aku berpaling dari Ibu dan kini memandangnya. Dia seorang pria dengan perawakan tinggi dan besar. Seharusnya dia tampan asalkan wajahnya cukup ramah."Jangan katakan apa-apa, Mas. Aku yang akan menceritakannya sendiri!" Seru Ibu. Kali ini dia berjalan cepat dan menarik tanganku menjauh. Aku tak berusaha meronta meski rasa penasaran masih menguasai hati. Aku tak mau Ibu menerima imbasnya. Di dalam kamar, Ibu langsung menarik ransel besar dari atas lemari. Aku ternganga menyaksikan beliau dengan cepat memasukkan baju-bajuku ke dalamnya. Masih belum cukup, Ibu menarik tas ba
PERNIKAHAN KEDUA 5Rumah sepi ketika aku datang dengan membawa Kiara dalam gendongan. Lagi-lagi, tak kuhiraukan kaki yang lelah seperti hendak lepas dari persendian. Aku datang dengan harapan Kiara dapat bertemu ibu sehingga demamnya turun. Tapi, setibanya di rumah, hatiku patah. Rumah itu sepi, tanpa ada tanda-tanda kehidupan, padahal baru kemarin kutinggalkan. Aku memandang gembok yang terpasang dari luar dengan nanar, ngilu membayangkan perasaan adikku. Aku juga rindu, tapi rindu yang bercampur benci hingga sakit rasanya. Namun, aku sudah cukup dewasa untuk mengendalikan semua rasa ini. Tapi Kiara?"Loh, Key? Tante kira kalian ikut pindah?"Sebuah suara membuatku menoleh. Tante Lina, tetangga sebelah kiri rumah membuka pagar dan menghampiri kami."Pindah? Maksud Tante Ibu pindah?"Tante Lina justru memandangku heran."Iya. Semalam, Ibumu pamit hendak pindah ke Surabaya. Katanya hendak mengurus usaha Ayah barumu disana."Bagai langit runtuh di atas kepala, itulah yang kurasakan. Aku