Share

KEDATANGAN BAPAK

Author: Mommy Alkai
last update Last Updated: 2022-09-18 12:11:32

Satu minggu berlalu. Kini, hatiku perlahan mulai pulih dan menerima kenyataan, kalau aku memang tidak diterima oleh keluargaku sendiri.

Saat ini, kuserahkan seluruh hidupku hanya untuk keluarga kecil kami. Aina, Abi dan juga ibu mertuaku.

Karena mulai sibuk berdagang, aku terus berusaha melupakan semua kejadian demi kejadian yang membuatku semakin merasa dikucilkan.

Kuminta juga Aina untuk memblokir kontak seluruh keluargaku, seperti yang aku lakukan lebih dahulu.

Kios kecil di ujung gang tak jauh dari rumah kami, disewa dengan biaya tiga ratus ribu per bulan. Baru beberapa hari saja, setidaknya, paling sedikit aku bisa menjual seratus potong ayam goreng setiap harinya. Dengan keuntungan dua ribu rupiah per potong, cukup untuk menutup biaya hidup sehari-hari dan sedikit tabungan.

Sedangkan Aina, dia lebih sering dirumah dan melanjutkan kegiatan menulisnya sambil mengurus Abi. Hanya saat jam makan siang dia mengantarkan makanan yang dimasak oleh Ibu mertuaku.

"Mas, kata Bang Faiz, dia tertarik  juga buat buka usaha disini, biar nggak jauh-jauh kerja di Bandung," beritahu Aina, yang datang dengan membawa serantang makan siang.

"Bagus, Yang, biar Mas ada temennya di sini. Tuh, mumpung kios sebelah masih kosong!"

"Dia mau urus surat pengunduran diri dulu, Mas. Mungkin minggu depan baru kesini. Tapi sebelum itu, dia minta masukan, baiknya buka franchise apa?"

"Bisa minuman, mungkin. Disini kan belum ada! Tinggal disesuaikan aja dengan modal yang mau dia gunakan," jelasku. 

Wajah Aina langsung terlihat ceria dan penuh semangat. Dia memang sangat dekat dengan Bang Faiz.

"Kata Bang Faiz, sekalian cariin kontrakan juga, Mas. Dia mau ngontrak rumah petakan buat sendiri."

"Lho, kenapa harus ngontrak? Kalaupun ada yang keluar dari rumah itu kan seharusnya kita, Yang ... Bang Faiz lebih berhak tinggal di rumah itu."

"Ya tapi maunya dia begitu, Mas. Katanya, kalau dia gampang, wong tinggal bawa badan sendiri."

"Mas salut sama Bang Faiz. Dia tidak seperti keluarga Mas, Yang.  Senang lihat orang susah, tapi susah lihat orang senang."

"Udah nggak usah dipikirin! Mending cepetan dimakan, kasihan tuh makanan dari tadi di anggurin!"

"Eh, iya juga ya. Masa makanan enak begini dicuekin!"

Setelah menyantap makan siang, Aina kembali merapikan ramtang kosong untuk dibawa pulang kembali. Sementara aku, kembali berkutat dengan sebaskom paha ayam yang siap diberi tepung.

"Mas Andra, mau dada dua sama sayap satu ya!" pinta Bu Rina, tetangga kami yang datang bersama Bu Irma.

Tanpa diminta, Aina langsung bergerak membungkus pesanan, karena tanganku masih berbalut tepung.

"Mbak Aina sama Mas Andra makin ramai ya, usahanya," kata Bu Irma.

"Alhamdulillah Bu. Mungkin karena disini belum banyak yang buka usaha seperti ini."

"Saya juga kalau punya modal mau usaha kemitraan begini, Mbak. Pasti mahal ya?" Kali ini Bu Rina terlihat ingin tahu. "Katanya, modalnya sampai puluhan juta!'

"Mas Andra, kan, anak orang kaya, Bu. Uang segitu mah, kecil buat Bapaknya ya, Mas?" tebak Bu Irma asal. 

Andaikan saja mereka tahu, jangankan untuk membantu, bahkan untuk bersikap baik dengan orang sepertiku saja mereka tidak mampu.

"Nggak Bu, ini semua hasil kerja keras Aina sebagai penulis. Bukan campur tangan Bapak saya," kataku menjelaskan. Sementara Aina lebih memilih diam. Dia memang paling malas menanggapinya.

"Oalah ... yang waktu itu di share Mbak Aina ya? Saya kira lagi halu. Masa iya menulis pendapatannya sampai sebanyak itu?" Bu Irma yang asal ceplas-ceplos kalau berbicara itu, seolah tidak yakin dengan pencapaian istriku.

Aku dan Aina hanya bisa bertukar pandang. Meski ada sedikit kesal karena diragukan, kami lebih memilih diam. 

Setelah keduanya pergi, Aina berencana pulang ke rumah. Namun, baru beberapa langkah dia berjalan meninggalkan kios, Aina kembali lagi menghampiriku.

"Kenapa, Yang?"

"Bukannya itu Bapak, Mas?"

"Bapak?"

Kulihat mobil putih yang keluar dari arah rumah kami. Setelah berhenti, Bapak turun dari mobil bersama dengan Bu Asti.

Segera kucuci tangan, dan menghentikan aktivitasku sementara. Dari wajahnya, aku bisa melihat kekecewaan. Mungkinkah karena melihatku berdagang seperti ini?

"Duduk disini, Pak, " kataku mempersilahkan, sambil merapikan kursi. Setelah Bapak duduk, Bu Asti ikut juga di sebelahnya. Mata Bapak lalu meluas ke sekeliling, melihat kios ini dan isinya.

"Sekolah sampai sarjana, kalau berakhir disini untuk apa tho, Le?" tanya Bapak pelan, tapi cukup terdengar jelas di telingaku. Semoga saja Aina tidak mendengarnya.

"Bapak jauh-jauh kesini, hanya untuk bilang begitu?"

Bapak terdiam, mungkin merasa bersalah juga.

"Kenapa kamu menjauhkan diri dari keluarga?" tanyanya kemudian.

Keluarga seperti apa yang Bapak maksud?

Aku diam sejenak. Walau kesal, jika sudah berhadapan seperti ini, mana bisa aku memperlihatkannya?

"Tidak apa-apa, Pak. Andra hanya ingin fokus berdagang dulu."

"Kamu sampai tidak tahu, kan, kalau anaknya Gani meninggal dunia?"

"Anaknya Mas Gani, meninggal?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    LEMBARAN TERAKHIR

    "Harapan pasti ada. Tapi kami semua tahu seberapa besar kesalahan Mas Gani terhadap Mbak Feli. Jadi, nggak mungkin kami memaksa," jawabku jujur, atas pertanyaan Mbak Feli."Sudah makan siang belum, Mbak?" tanya Aina mengalihkan."Belum." Mbak Feli lalu beralih pada Bang Faiz yang masih saja melamun. "Iz, Mbak ingin nagih janji!"Bang Faiz benar-benar tidak mengindahkan panggilan Mbak Feli. Padahal, dia berteriak cukup keras."Bang!" panggil Aina sedikit lebih keras dari Mbak Feli."Eh, iya, kenapa Ai?" Bang Faiz gelagapan seperti orang bingung."Ditagih janji sama Mbak Feli. Janji traktiran waktu itu!""Sekarang, ya? Saya kan waktu itu janjinya mau traktir sekalian sama Mas Gani ....""Jangan bahas yang lalu, deh!" sungutnya kesal. "Maaf ya, Ndra ....""Santai saja, Mbak. Aku nggak apa-apa."Mau bagaimana lagi? Ini semua memang kesalahan Mas Gani sendiri. Dia yang sudah menyia-nyiakan wanita sebaik Mbak Feli."Iz, pacarmu orang mana?"Duh, Mbak Feli, kenapa harus membahas hal itu?"Sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    NIKO INGIN RUJUK

    Setibanya di rumah Adel, aku melihat mobil Niko terparkir di depan pagar. Entah bagaimana caranya dia bisa membawa kendaraan dalam keadaan mabuk.Sementara Niko sendiri, dia duduk bersandar di depan pintu rumahnya saat masih bersama Adel dulu."Niko, ngapain malam-malam di sini?" tanyaku seraya berusaha membangunkannya.Niko bangkit, lalu duduk di bangku teras. Sementara Aina tetap mengekor di belakangku. Dia memang takut setiap kali melihat orang mabuk."Saya ingin bertemu Adel dan Azka, Mas!""Nggak seperti ini, Niko. Sidang perceraian kalian sedang berjalan. Adel bisa saja lapor RT karena merasa terganggu dengan kedatangan kamu dengan keadaan mabuk begini. Tapi dia nggak mau kamu malu, Niko! Pulang dan kembali lagi besok setelah kamu sadar dari pengaruh minuman!" Niko lalu mengusap-usap wajahnya beberapa kali. Saat dia sedang tidak fokus begitu, Aina mengambil kesempatan untuk membuka pintu dengan kunci cadangan yang pernah diberikan Adel."Saya ingin rujuk dengan Adel, Mas ... sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN BANG FAIZ

    Hari ini, aku dan Bang Faiz kembali membuka kios. Sedangkan Dani tidak bisa berjualan hari ini. Kabar bahagia yang kami terima, Zema kini tengah berbadan dua. Ngidam yang cukup parah membuat Dani memutuskan untuk libur berdagang untuk sementara waktu. Ketika sedang sibuk-sibuknya kami menyiapkan dagangan, seorang pelanggan yang pernah memesan banyak waktu itu, kembali datang. "Mas, saya pesan minuman sama paket nasi ayam untuk besok, bisa?" tanya wanita itu. "Berapa porsi, Mbak?" "Seratus lima puluh porsi. Bisa, kan?" "Insya Allah bisa, Mbak ... kalau boleh tahu, untuk acara apa, ya?" tanyaku penasaran. Jujur saja, aku merasa heran. Melihat penampilannya, kalau untuk acara resmi, bisa saja dia memesan makanan di tempat lain yang lebih mewah. Bukan makanan kaki lima pinggir jalan seperti ini. "Maaf, tapi saya nggak bisa bilang, Mas. Oya, toko rotinya nggak buka hari ini, ya?" Wanita itu melirik kios Dani. "Libur hari ini, Mbak. Memang mau pesan juga? Bisa saya sampaikan nanti. K

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    PENYESALAN

    "Karena Azka sudah lahir, aku mau minta dukungan kalian untuk mengajukan gugatan perceraian di pengadilan," ungkap Adel hari itu, saat kami semua berkumpul di rumah Bapak yang kini dihuni Mas Gani bersama Siska. Sejak dia kehilangan salah satu kakinya, rumah ini memang menjadi tempat berkumpul kami. Selain karena kondisi Mas Gani, Siska juga sedang mengandung."Pikirkan lagi baik-baik, Del. Kasihan Azka. Bukankah bayi ini adalah bayi yang kalian nantikan selama ini?" kata Bu Asti sambil menimang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu."Iya, Del. Nggak mudah menjalani hidup sendiri. Lagipula, bukannya Niko sudah berjanji akan menceraikan Findri?" sambungku.Niko memang berjanji akan menceraikan Findri. Setelah Azka lahir, barulah timbul perasaan bersalah yang begitu dalam. Niko menyesal dan ingin kembali pada Adel."Nggak semudah itu untuk aku bisa menerima dia lagi, Mas. Coba lihat Mbak Feli, dia juga melakukan hal yang sama saat tahu Mas Gani selingkuh." Ucapan Adel sangat lanca

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KARMA UNTUK MAS GANI

    "Mas sendiri yang bermain api, kenapa harus menyalahkan kami?" protes Dani yang gemas. Dia mau buka suara juga ternyata."Istri baru Mas sedang hamil sekarang. Kalau Mbak Feli menarik semua asetnya bagaimana? Kalian mau bertanggung jawab?" katanya tanpa rasa malu. Sudah tahu bergantung sama Mbak Feli, kenapa malah banyak tingkah?"Mas nggak malu, menafkahi dia dengan uang hasil dari usaha milik Mbak Feli? Aku saja dengarnya malu, Mas!" kataku mengingatkan."Mas kerja di sana, Ndra. Selama ini Mas yang jatuh bangun mengurus pabrik. Jadi memang sudah semestinya Mas berhak mendapatkan bagian. Orang lain saja kerja dibayar! Kalau begini, Mas bisa nggak dapat apa-apa!"Aku semakin tak habis pikir dengan cara berpikir Mas Gani yang terbilang kuno. Pikiranku berkecamuk.Gemas rasanya punya kakak seperti Mas Gani."Bahkan, uang hasil jual kontrakan, Mas serahkan sama Feli supaya dia nggak curiga. Kenapa kamu sama yang lain malah menusuk Mas dari belakang? Kalian sengaja, lihat saudara kalian

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN MBAK FELI

    Hari ini, aku datang bersama Aina dan Abidzar berkunjung ke rumah Adel. Di sana, nantinya akan ada Dani dan Zema juga. Sengaja kami berkumpul untuk membahas perihal pernikahan kedua Mas Gani yang belum diketahui Mbak Feli."Memang seharusnya diberitahukan sejak awal. Mas-nya aja yang ngotot ingin menyembunyikan semuanya dari Mbak Feli!" kata Adel menyalahkanku. "Alih-alih mau melindungi perasaannya, kita itu malah semakin menyakiti dia!"Meski Adel bicara dengan gaya khasnya yang frontal, aku terima. Aku memng salah karena telah membiarkan masalah ini terus berlarut-larut. Walau awalnya hnya niat baik, ternyata pilihanku untuk merahasiakannya dari Mbak Feli adalah keputusan yang salah."Aku sendiri ngerasain, Mas. Waktu keluarganya Niko ada di acara pernikahannya dengan Findri, itu rasanya sakit sekali! Mereka yang kuanggap berpihak padaku, malah mendukung pernikahan itu. Jangan sampai nih, ya, Mbak Feli justru tahu lebih dulu dari orang lain." tambahnya lagi."Iya, Mas menyesal ...,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status