Share

TERTIPU

Author: Mommy Alkai
last update Last Updated: 2022-09-18 11:56:04

"Mas butuh bantuan kamu, Ndra. Aina juga!" ucapnya dengan bibir bergetar.

"Kenapa?"

"Mas ditipu!"

"Ditipu bagaimana sih, Mas?" Aku semakin penasaran dan tiba-tiba saja teringat soal pemesan kaos yang belum memberikan uang muka padanya.

"Teman Mas yang pesan nggak bisa dihubungi. Ayo antar Mas ke rumahnya yang di Bogor. Tolong, Ndra, Mas gemetar ini. Bagaimana kalau sampai Feli tahu?" kata Mas Gani memohon, dengan wajah yang tidak bisa menutupi kepanikannya.

"Memang, kaosnya sudah di ambil?"

"Belum, Ndra. Masih dalam proses pengerjaan. Kemarin dia janji mau kasih DP, tapi sampai pagi ini nggak ada kabar. Mas hanya butuh kepastian. Masalahnya, jumlahnya nggak main-main. Uang Mas habis untuk bayar bahan kain!"

"Kenapa Mas bisa percaya begitu saja?"

"Dia teman baik Mas, lagipula Mas tahu dia orang kaya."

"Oalah Mas, giliran sama orang kaya, dengan mudahnya mempercayakan uang ratusan juta.  Coba kalau sama orang susah, dua ratus ribu saja susahnya minta ampun! Orang kaya juga belum tentu bisa dipercaya, Mas. Sama dengan orang miskin, jangan selalu diragukan!" sungutku kesal.

"Ya ampun, Ndra. Ini bukan saatnya nyindir begitu!"

"Mungkin teman Mas itu lupa. Tunggu saja sampai besok!"

"Masalahnya, dia itu pesan kaos untuk partai. Dan tadi, Mas lihat berita kalau salah satu anggotanya ditangkap karena terlibat kasus korupsi. Mas takut dia terlibat dan kabur juga."

"Astaghfirullah ...!" 

Walau kesal, aku kasihan juga sama Mas Gani. Terlebih, Mbak Feli dan anaknya masih di rumah sakit sekarang.

"Aina, Mas bisa minta tolong kembali ke rumah sakit, kan? Tolong jaga Feli dulu di rumah sakit. Dia nggak ada yang jaga disana," pinta Mas Gani, langsung dengan Aina. Tumben.

"Bagaimana, Bu?" tanya Aina pada Ibunya.

"Tenang saja, Ai. Biar Abi sama Ibu."

"Maaf ya Bu, Andra selalu merepotkan Ibu." Aku sengaja berucap begitu sama Ibu demi menyindir Mas Gani. Selama ini bukan hanya Aina yang dipandang rendah, tapi juga Ibunya.

Bahkan setiap lebaran pun, mereka suka pura-pura sibuk untuk menghindari bersalaman dengan Ibunya Aina.

Entah merasa atau tidak, aku tidak tahu. Yang pasti, Ibu adalah tipikal orang yang selalu berpikir positif.

"Udah nggak apa-apa. Tapi, Ndra, apa nggak bahaya kalau kalian yang nyetir? Kan, habis jaga di rumah sakit semalaman? Baiknya, sewa supir saja, anaknya Pak RT juga bisa," saran Ibu.

"Betul, Mas. Jangan ambil resiko!" tambah Aina.

"Bagaimana, Mas?' tanyaku pada Mas Gani.

"Terserah. Mas ikut saja."

"Kalau sudah oke, kamu siap-siap aja, Ndra, biar Ibu yang ngomong sama anaknya Pak R!."

***

Setelah mengantar Aina ke rumah sakit, aku dan Mas Gani meneruskan perjalanan ke Bogor, bersama Tian, anak Pak RT yang biasa dimintai tolong jika ada yang memerlukan jasa supir.

"Mas, coba hubungi yang lain, barangkali ada kenalan Bapak atau Dani yang bisa bantu," usulku pada Mas Gani yang terlihat melamun sejak tadi.

"Mereka nggak bisa di hubungi dari kemarin!"

"Coba telepon Adel, Mas. Sekalian minta dia untuk gantian jaga Mbak Feli. Kasihan Abi kalau terus-terusan Aina yang jaga."

"Adel mana mau, Ndra?"

Kalau keadaan susah begini memang Adel nggak bakal mau. Coba kalau di ajak liburan sama Mas Gani seperti biasanya, pasti maju paling depan!

***

Sampai di tempat tujuan, rumah yang ditempati temannya dalam keadaan kosong. Padahal, kata Mas Gani, rumah ini adalah rumah orangtuanya. Menurut tetangga sekitar, keluarga teman Mas Gani yang bernama Anton, sudah meninggalkan rumah itu sejak semalam.

Tubuh kakak lelaki yang usianya lebih tua tiga tahun diatasku itupun limbung seketika. Kalau saja Tian tidak sigap menangkapnya, sudah pasti dia pingsan di jalan.

Dengan tertatih, kami berdua membawa Mas Gani untuk duduk dan memberinya air putih.

"Sudah, Mas, lebih baik sekarang kita pulang. Percuma disini juga kalau orangnya sudah nggak ada."

Mas Gani bergeming sambil menatap kosong ke depan. Aku pun menuntunnya untuk masuk ke dalam mobil.

Saat perjalanan pulang, panggilan telepon dari Aina, masuk ke ponselku.

"Mas, masih lamakah disana?" tanyanya setelah mengucap salam.

"Sebentar lagi, ini arah pulang, Yang ... ada apa?"

"Mbak Feli sepertinya mengalami baby blues. Tadi pas suster minta dia menyusui anaknya, malah marah-marah dan menolak. Bagaimana ini, Mas?"

"Nanti Mas sampaikan sama Mas Gani, kamu jaga saja Mbak Feli ya?"

Setelah menutup sambungan telepon, Mas Gani langsung mencecarku dengan berbagai pertanyaan, dan langsung kujelaskan apa yang Aina sampaikan. Berharap, Mas Gani akan memahami kondisi Mbak Feli setibanya di rumah sakit. Namun, tanggapan berbeda justru dilontarkannya dan membuatku semakin gemas.

"Apa anak Mas itu bawa sial ya, Ndra? Kok masalah datang bergantian setelah dia lahir?"

"Astaghfirullah Mas, istighfar! Yang namanya anak ya bawa rejeki, bukan bawa sial!

"Tapi Mas habis-habisan, Ndra!"

"Habis-habisan kok nyalahin anak, sih? Mas yang ceroboh bisa sampai ketipu, malah bilang anak bawa sial. Kalau aku jadi dia, mending cari orangtua baru yang pikirannya sudah di upgrade!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    LEMBARAN TERAKHIR

    "Harapan pasti ada. Tapi kami semua tahu seberapa besar kesalahan Mas Gani terhadap Mbak Feli. Jadi, nggak mungkin kami memaksa," jawabku jujur, atas pertanyaan Mbak Feli."Sudah makan siang belum, Mbak?" tanya Aina mengalihkan."Belum." Mbak Feli lalu beralih pada Bang Faiz yang masih saja melamun. "Iz, Mbak ingin nagih janji!"Bang Faiz benar-benar tidak mengindahkan panggilan Mbak Feli. Padahal, dia berteriak cukup keras."Bang!" panggil Aina sedikit lebih keras dari Mbak Feli."Eh, iya, kenapa Ai?" Bang Faiz gelagapan seperti orang bingung."Ditagih janji sama Mbak Feli. Janji traktiran waktu itu!""Sekarang, ya? Saya kan waktu itu janjinya mau traktir sekalian sama Mas Gani ....""Jangan bahas yang lalu, deh!" sungutnya kesal. "Maaf ya, Ndra ....""Santai saja, Mbak. Aku nggak apa-apa."Mau bagaimana lagi? Ini semua memang kesalahan Mas Gani sendiri. Dia yang sudah menyia-nyiakan wanita sebaik Mbak Feli."Iz, pacarmu orang mana?"Duh, Mbak Feli, kenapa harus membahas hal itu?"Sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    NIKO INGIN RUJUK

    Setibanya di rumah Adel, aku melihat mobil Niko terparkir di depan pagar. Entah bagaimana caranya dia bisa membawa kendaraan dalam keadaan mabuk.Sementara Niko sendiri, dia duduk bersandar di depan pintu rumahnya saat masih bersama Adel dulu."Niko, ngapain malam-malam di sini?" tanyaku seraya berusaha membangunkannya.Niko bangkit, lalu duduk di bangku teras. Sementara Aina tetap mengekor di belakangku. Dia memang takut setiap kali melihat orang mabuk."Saya ingin bertemu Adel dan Azka, Mas!""Nggak seperti ini, Niko. Sidang perceraian kalian sedang berjalan. Adel bisa saja lapor RT karena merasa terganggu dengan kedatangan kamu dengan keadaan mabuk begini. Tapi dia nggak mau kamu malu, Niko! Pulang dan kembali lagi besok setelah kamu sadar dari pengaruh minuman!" Niko lalu mengusap-usap wajahnya beberapa kali. Saat dia sedang tidak fokus begitu, Aina mengambil kesempatan untuk membuka pintu dengan kunci cadangan yang pernah diberikan Adel."Saya ingin rujuk dengan Adel, Mas ... sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN BANG FAIZ

    Hari ini, aku dan Bang Faiz kembali membuka kios. Sedangkan Dani tidak bisa berjualan hari ini. Kabar bahagia yang kami terima, Zema kini tengah berbadan dua. Ngidam yang cukup parah membuat Dani memutuskan untuk libur berdagang untuk sementara waktu. Ketika sedang sibuk-sibuknya kami menyiapkan dagangan, seorang pelanggan yang pernah memesan banyak waktu itu, kembali datang. "Mas, saya pesan minuman sama paket nasi ayam untuk besok, bisa?" tanya wanita itu. "Berapa porsi, Mbak?" "Seratus lima puluh porsi. Bisa, kan?" "Insya Allah bisa, Mbak ... kalau boleh tahu, untuk acara apa, ya?" tanyaku penasaran. Jujur saja, aku merasa heran. Melihat penampilannya, kalau untuk acara resmi, bisa saja dia memesan makanan di tempat lain yang lebih mewah. Bukan makanan kaki lima pinggir jalan seperti ini. "Maaf, tapi saya nggak bisa bilang, Mas. Oya, toko rotinya nggak buka hari ini, ya?" Wanita itu melirik kios Dani. "Libur hari ini, Mbak. Memang mau pesan juga? Bisa saya sampaikan nanti. K

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    PENYESALAN

    "Karena Azka sudah lahir, aku mau minta dukungan kalian untuk mengajukan gugatan perceraian di pengadilan," ungkap Adel hari itu, saat kami semua berkumpul di rumah Bapak yang kini dihuni Mas Gani bersama Siska. Sejak dia kehilangan salah satu kakinya, rumah ini memang menjadi tempat berkumpul kami. Selain karena kondisi Mas Gani, Siska juga sedang mengandung."Pikirkan lagi baik-baik, Del. Kasihan Azka. Bukankah bayi ini adalah bayi yang kalian nantikan selama ini?" kata Bu Asti sambil menimang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu."Iya, Del. Nggak mudah menjalani hidup sendiri. Lagipula, bukannya Niko sudah berjanji akan menceraikan Findri?" sambungku.Niko memang berjanji akan menceraikan Findri. Setelah Azka lahir, barulah timbul perasaan bersalah yang begitu dalam. Niko menyesal dan ingin kembali pada Adel."Nggak semudah itu untuk aku bisa menerima dia lagi, Mas. Coba lihat Mbak Feli, dia juga melakukan hal yang sama saat tahu Mas Gani selingkuh." Ucapan Adel sangat lanca

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KARMA UNTUK MAS GANI

    "Mas sendiri yang bermain api, kenapa harus menyalahkan kami?" protes Dani yang gemas. Dia mau buka suara juga ternyata."Istri baru Mas sedang hamil sekarang. Kalau Mbak Feli menarik semua asetnya bagaimana? Kalian mau bertanggung jawab?" katanya tanpa rasa malu. Sudah tahu bergantung sama Mbak Feli, kenapa malah banyak tingkah?"Mas nggak malu, menafkahi dia dengan uang hasil dari usaha milik Mbak Feli? Aku saja dengarnya malu, Mas!" kataku mengingatkan."Mas kerja di sana, Ndra. Selama ini Mas yang jatuh bangun mengurus pabrik. Jadi memang sudah semestinya Mas berhak mendapatkan bagian. Orang lain saja kerja dibayar! Kalau begini, Mas bisa nggak dapat apa-apa!"Aku semakin tak habis pikir dengan cara berpikir Mas Gani yang terbilang kuno. Pikiranku berkecamuk.Gemas rasanya punya kakak seperti Mas Gani."Bahkan, uang hasil jual kontrakan, Mas serahkan sama Feli supaya dia nggak curiga. Kenapa kamu sama yang lain malah menusuk Mas dari belakang? Kalian sengaja, lihat saudara kalian

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN MBAK FELI

    Hari ini, aku datang bersama Aina dan Abidzar berkunjung ke rumah Adel. Di sana, nantinya akan ada Dani dan Zema juga. Sengaja kami berkumpul untuk membahas perihal pernikahan kedua Mas Gani yang belum diketahui Mbak Feli."Memang seharusnya diberitahukan sejak awal. Mas-nya aja yang ngotot ingin menyembunyikan semuanya dari Mbak Feli!" kata Adel menyalahkanku. "Alih-alih mau melindungi perasaannya, kita itu malah semakin menyakiti dia!"Meski Adel bicara dengan gaya khasnya yang frontal, aku terima. Aku memng salah karena telah membiarkan masalah ini terus berlarut-larut. Walau awalnya hnya niat baik, ternyata pilihanku untuk merahasiakannya dari Mbak Feli adalah keputusan yang salah."Aku sendiri ngerasain, Mas. Waktu keluarganya Niko ada di acara pernikahannya dengan Findri, itu rasanya sakit sekali! Mereka yang kuanggap berpihak padaku, malah mendukung pernikahan itu. Jangan sampai nih, ya, Mbak Feli justru tahu lebih dulu dari orang lain." tambahnya lagi."Iya, Mas menyesal ...,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status