Home / Rumah Tangga / PESONA ISTRI NAKAL CEO / Bab 03. Pagi yang Kacau

Share

Bab 03. Pagi yang Kacau

Author: Kenzie
last update Last Updated: 2025-07-19 09:34:33

“Kamu yakin kita harus pakai cincin itu?” tanya Reina berbisik saat melihat bunda Abian berjalan mendekat ke arah altar sambil membawa kotak beludru warna merah.

“Apa hal begini saja kamu tidak tahu?” sindir Abian.

“Jangan mulai,” peringat Reina sambil mencubit lengan Abian dengan pelan.

Setelah acara tukar cincin selesai, lima puluh tamu undangan pilihan bergiliran mengucapkan selamat pada kedua mempelai. Mereka adalah orang-orang terpilih dari keluarga inti, rekan bisnis hingga orang yang berpengaruh dalam dunia bisnis. Mereka semua menyambut bahagia pernikahan ini, berbanding terbalik dengan kedua mempelai.

Sore harinya, Reina memilih untuk mengurung diri di kamar pengantin yang dingin dan luas. Ia tidak memedulikan petugas keamanan yang berpatroli di sekitar vila, tidak juga suara para pekerja yang mulai membereskan dekorasi. Ia hanya berbaring di ranjang, menatap langit-langit yang sama hampa dengan hatinya.

Di tempat lain, Abian berdiri di balkon kamarnya, memandangi langit yang mulai menghitam. Angin membawa aroma laut dari kejauhan. Di tangannya, ada foto dirinya dan Cindy yang masih tersimpan di dompet. Ia menatapnya lama, rasa cinta itu masih ada, tapi hatinya tidak menerima sebuah pengkhianatan.

“Permainan ini baru saja dimulai,” gumam Abian sebelum memasukkan dompet ke dalam saku celananya.

Malam itu, mereka makan malam berdua untuk pertama kalinya sebagai suami istri. Di ruang makan yang terlalu megah dan terlalu sepi, Reina memutar-mutar garpunya tanpa niat untuk menyentuh makanan.

“Aku akan tinggal di rumahku,” kata Abian memulai. “Besok kamu akan ikut denganku,” lanjutnya.

Reina mendongak. “Kapan aku menyetujui itu?”

Abian melirik sekilas istrinya, lalu kembali fokus pada makanannya. “Tidak ada pilihan lain. Apartemenmu terlalu dekat dengan ... seseorang.”

Reina menyipitkan mata. “Apa maksudmu?”

“Raka.”

Detik itu juga jantung Reina berdetak cepat. “Sejauh mana kamu menyelidikiku?”

Abian mengedikkan bahu. “Sejauh yang kamu bayangkan.”

Reina menatap tajam Abian. “Termasuk tentang orang tuanya?”

“Termasuk tentang ibu Kasih yang pernah menjadi wanita penghibur di klub malam,” tambah Abian dengan santainya, acuh dengan tatapan berang Reina.

Reina meletakkan garpu dengan kasar. “Sialan. Kamu pikir dengan menyelidiki latar belakang Raka, kamu bisa mengontrolku seperti dulu?”

“Tidak, tapi aku akan memastikan tidak ada skandal baru yang mencuat setelah semua ini,” jawab Abian dingin.

Mata mereka saling bertemu. Dingin melawan panas, luka melawan gengsi. Di tengah meja itu, dua gelas wine merah menjadi saksi bahwa pernikahan ini bukan tentang cinta, melainkan tentang kekuasaan, rahasia, dan kebencian yang belum selesai.

Selepas makan malam yang penuh ketegangan itu, Abian dan Reina menuju kamar pengantin yang telah disiapkan. Keduanya mulai melakukan aktivitas masing-masing tanpa memperdulikan yang lain. Abian berjalan menuju balkon dan Reina langsung menuju kamar mandi.

Kerutan di kening Reina muncul saat melihat Abian rebahan di satu-satunya kasur yang ditempatkan di tengah ruangan. “Kenapa masih di sini?” tanyanya.

“Tentu saja untuk tidur,” jawab Abian masih dengan memejamkan kedua bola matanya, menyembunyikan netra hazel yang memikat.

“Tidur? Maksudmu kita malam ini harus berbagi tempat tidur?” tanya Reina memastikan dan berharap lelaki itu menjawab tidak.

Abian membuka matanya. Hazel bertemu obsidian. Seringai muncul di bibir tebalnya sebelum menjawab. “Sayangnya iya. Bukankah sudah seharusnya sepasang suami-istri berbagi tempat tidur dan saling menghangatkan?”

“Kalau kamu pikir malam ini akan seperti malam-malam kita dulu.” Reina menatap tajam Abian. “Teruslah berharap dalam mimpimu itu,” lanjutnya.

Reina lalu mengambil bantal dan berjalan ke arah sofa yang ukurannya cukup besar. Malam ini dia akan tidur di sofa. Dia tidak sudi harus seranjang dengan Abian, cukup di masa lalu dia menjadi bodoh, tidak untuk masa sekarang.

.

.

.

~ To Be Continue ~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 07. Panas yang Menelanjangi

    Reina berdiri, sempoyongan, lalu menarik tangan teman di sampingnya yang masih setengah sadar. “Kepalaku berisik, minuman ini tidak bisa mengurangi berisiknya.”Kemudian, Reina duduk lagi karena merasa pusing. Ia ambil ponselnya dan menekan nomor Abian. Sudah empat kali dia spam panggilan, tapi tak ada satu pun yang dijawab. Saat panggilan kelima, dia sudah tidak peduli akan terhubung atau tidak.“ABIAAAAAANN! APA KAMU MEMANG SEJAHAT ITU?” bentak Reina. Suaranya sedikit serak, bernada tinggi, dan jelas terdengar mabuk. “Sialan! Kamu tuh … kamu tuh cowok paling menyebalkan sedunia! SOK ATUR! PADAHAL AKU NGGAK NGAPA-NGAPAIN!”“Heh cowok brengsek, dengar ya. Kalau aku mati malam ini, itu karena kamu! Kamu yang terlalu ganteng, terlalu sok cool, dan terlalu diem kayak setan!” racau Reina yang tidak sadar kalau panggilan itu tersambung.Tak ada balasan, tentu saja, tapi Reina terus bicara. Mata mulai berkaca. “Kamu pikir aku nggak n

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 06. Reina dan Rencananya

    Sementara itu di kamar utama, Reina baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah dan tubuh hanya dibalut bathrobe kecil. Ketika ia melihat koper-kopernya masih tertumpuk di sudut ruangan, membuatnya bertanya-tanya.Reina berjalan ke sisi kiri ranjang dengan ponsel sudah berada di tangan kanannya. Dia melihat jadwal sang kekasih yang menunjukkan bahwa Raka sedang berjaga di rumah sakit. Sore ini dia akan datang berkunjung. Bagi Reina, Raka adalah tempatnya melarikan diri dari dunia nyata.“Tumben nomornya tidak aktif?” monolog Reina saat dua panggilannya mengarah pada jawaban operator.Kini Reina sudah berganti pakaian. Mini dress warna biru dengan corak bunga Daisy. Rambutnya dibiarkan terurai setelah menyisirnya rapi.Reina keluar dan menuju kamar tamu. Namun, saat ia hendak membuka pintunya, pintu itu tak mau terbuka. Kesal, Reina turun ke lantai bawah untuk mencari keberadaan bu Mar.“Bu Mar, itu pi

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 05. Aturan Abian

    Rumah besar itu berdiri megah di kawasan elite yang sunyi. Arsitekturnya bergaya minimalis modern. Reina menatap bangunan itu dari balik kaca mobil, kacamata hitamnya menutupi separuh wajah lelahnya. Abian keluar dari mobil, diikuti Reina di belakangnya. Kedatangan keduanya disambut oleh bibi kepala pelayan dan satpam rumah. Abian menyerahkan kunci mobil dan meminta satpam mengeluarkan koper istrinya. “Selamat datang, Nyonya Reina. Saya Maryam, kepala pelayan di sini sekaligus orang yang akan membantu segala keperluan rumah tangga di sini,” ujar bibi kepala pelayan. Bu Mar segera tersenyum. “Itu sudah menjadi tugas saya, Nyonya.” Reina masuk ke dalam rumah dengan menjinjing tas kecilnya. Hawa dingin khas pendingin ruangan mahal dan aroma maskulin yang samar menyambutnya. Rumah itu besar, megah, tapi terlalu hampa untuk rumah yang mewah. Bu Mar menyuruh seorang pelayan untuk membawa koper Reina ke kamar utama. Abian langsung melenggang pergi menuju ruang kerjanya, meninggalkan Rei

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 04. Godaan dan Keputusan

    “Jadi, setelah ini kalian akan tinggal di mana?” suara mama Reina terdengar ringan, tetapi jelas mengandung harapan tertentu.Setelah sarapan, suasana di ruang tamu beralih menjadi sedikit lebih serius. Abian duduk dengan tenang, tangan kanannya menggenggam secangkir kopi hitam. Sementara Reina, kini sudah berganti pakaian menjadi lebih tertutup.Reina yang masih duduk di samping Abian langsung menoleh dengan refleks. Dia belum memikirkan apa pun soal tempat tinggal. Baginya, pernikahan ini saja masih seperti skenario teater yang dipaksa dijalani.“Kita sepakat untuk tinggal di rumahku,” jawab Abian kalem, tanpa melihat Reina.“Tentu saja, Nak.” Bunda Abian menyahut cepat, ekspresinya puas atas keputusan kedua pengantin.Ayah Abian mengangguk setuju. “Keamanan rumahnya pun ketat. Jadi kalian berdua aman dari kejaran wartawan.”Reina menahan napas. Semua orang berbicara seakan dia tak punya suara. Seolah hidupnya sudah dipetakan dengan garis tegas. Tinggal di rumah suami dan berpura-pu

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 03. Pagi yang Kacau

    “Kamu yakin kita harus pakai cincin itu?” tanya Reina berbisik saat melihat bunda Abian berjalan mendekat ke arah altar sambil membawa kotak beludru warna merah. “Apa hal begini saja kamu tidak tahu?” sindir Abian. “Jangan mulai,” peringat Reina sambil mencubit lengan Abian dengan pelan. Setelah acara tukar cincin selesai, lima puluh tamu undangan pilihan bergiliran mengucapkan selamat pada kedua mempelai. Mereka adalah orang-orang terpilih dari keluarga inti, rekan bisnis hingga orang yang berpengaruh dalam dunia bisnis. Mereka semua menyambut bahagia pernikahan ini, berbanding terbalik dengan kedua mempelai. Sore harinya, Reina memilih untuk mengurung diri di kamar pengantin yang dingin dan luas. Ia tidak memedulikan petugas keamanan yang berpatroli di sekitar vila, tidak juga suara para pekerja yang mulai membereskan dekorasi. Ia hanya berbaring di ranjang, menatap langit-langit yang sama hampa dengan hatinya. Di tempat lain, Abian berdiri di balkon kamarnya, memandangi langi

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 02. Janji Tanpa Rasa

    “Aku tidak menghina. Aku cuma mengingatkanmu. Kamu dan aku tahu. Dunia kita kotor. Hubungan bukan cuma soal cinta, tapi reputasi, kekuasaan, dan nama baik.” Abian melangkah mendekat. Wajah mereka kini hanya berjarak sejengkal. Ketegangan mereka semakin mencapai puncaknya. “Apa kamu cukup hebat sampai tega menyingkirkan tunanganmu sendiri hanya karena dia selingkuh? Kamu lupa jati dirimu dulu?.” “Kamu lupa selingkuhanku itu kamu?” tambah Abian santai. Reina memukul meja terlalu keras. “Kita berdua sama-sama punya alasan. Kamu ingin bebas dari tekanan keluarga dan menyelamatkan citramu. Aku ingin lepas dari seseorang dan memperbaiki citraku. Cukup.” ungkap Abian. Senyap. Dunia seperti membeku dalam kesepakatan yang tak terucapkan. Ketegangan masih menyelimuti keduanya. Namun, sesuatu di dalam diri Reina merasa ditelanjangi dalam tatapan tajam Abian. Reina menimbang sebelum bicara, sejenak menunduk seolah menakar dosa yang akan diucapkan. Reina tahu, orang tuanya tak akan pernah s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status