Share

PART 5. BODOH KARENA CINTA

Makisha mendesah pelan saat masuk ke dalam mobil milik Tamika. “Kenapa, sih, tidak bilang dari awal? Kalau tahu begini, aku tidak akan membuat janji dengan Sean sebelumnya,” keluhnya dengan bibir mengerucut seperti siput. 

“Iya, maaf! Aku janji, besok aku akan membantumu bertemu dengan Sean. Ayo!” ajak Tamika kemudian. 

Tidak mudah untuk membujuk Makisha yang tengah merajuk. Sikap dia sama keras kepalanya seperti Adam. Terkadang, Tamika lebih memilih mengalah daripada ujungnya harus berdebat dengan saudarinya itu, sebab dia tidak akan pernah menang melawan Makisha.

Hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba saja tubuh Tamika tersentak saat lengannya ditarik oleh seseorang, gadis itu pun menoleh secara terpaksa. Tubuhnya menegang dengan bola mata yang membulat sempurna saat bertatapan dengan pria tersebut. 

Tamika menghela napas kasar lalu mengayunkan tangannya dengan kencang hingga cekalan Evan pun terlepas begitu saja.

“Mau apa kau ke mari?” Tamika melipat tangannya di dada menatap Evan begitu sengit. “Sudah ku bilang, aku tidak pernah ingin bertemu denganmu lagi. Jadi, lebih baik, kamu enyah dari pandanganku saat ini juga!” usir gadis itu.

Di hadapan Tamika, Evan bersimpuh menjatuhkan bobot tubuhnya. Wajah pria itu terlihat sangat frustrasi. Kantung matanya pun terlihat menghitam seperti panda. Tak ada lagi Evan yang selalu menomor satukan penampilan. Benar-benar bukan Evan yang selama ini Tamika kenal. 

“Aku mohon, Tamika! Tolong maafkan aku! Aku mengaku bersalah. Aku janji, aku tidak akan pernah mengulanginya lagi. Tolong beri aku kesempatan sekali lagi! Aku mohon.”

Mendengar semua permohonan Evan, Tamika tersenyum sinis kemudian terkekeh mengejek pria tersebut sembari melangkah kembali hendak menuju mobil.

“Aku mohon! Beri aku kesempatan sekali lagi. Aku akan memperbaiki semuanya. Demi kamu, aku sudah meninggalkan Agnes.” 

 Langkah Tamika terhenti dengan napasnya yang sedikit memburu. “Kemarin kau bermadu kasih dengan wanita lain, sekarang kau memohon mengiba memintaku kembali? Aku tidak sebodoh itu, Evan. Pergilah! Sebelum ayahku menyeret tubuhmu itu.”

 

Di dalam mobil, Makisha yang tengah merajuk, semakin dibuat kesal kala dirinya melihat Tamika masih berada di luar. Dengan rasa kesal yang mendera, Makisha kembali keluar untuk menemui Tamika. 

“Tamika, cepatlah! Kalau tidak, aku akan pergi saja menemui Sean. Dasar ….” Ucapan Makisha terhenti saat melihat Evan yang bersimpuh di samping Tamika. “Sedang apa dia di sini?” Makisha bertanya kepada saudarinya itu, sedangkan yang ditanya hanya mengendikkan bahu acuh tak acuh.

“Ayo masuk! Jangan hiraukan pria itu. Nanti kita terlambat,” seru Tamika kemudian.

Tanpa berdebat lagi, Tamika masuk ke dalam mobil seraya membanting pintu membuat tubuh pria itu terkesiap di tempat. 

Tamika mengenakan gaun turtleneck selutut. Kulitnya yang seputih susu, sangat kontras dengan gaun berwarna biru gelap yang ia kenakan. Tak lupa, ia menambahkan aksesoris berupa kalung berbandol huruf inisial namanya. Malam ini, Tamika terlihat begitu bersinar di antara gelapnya malam.

Gadis itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, memburu waktu yang terbuang sia-sia karena Evan yang terus saja mengiba. Kala mengingat perkataan Evan yang menyebut dirinya sudah meninggalkan Agnes demi dia, membuat suasana hatinya semakin memburuk. Berulang kali dara keturunan Turki itu memukul kemudinya.

“Kau ini kenapa?” Makisha mendelik pada gadis di sampingnya. “Harusnya, aku yang marah, bukannya kamu.”

Tamika tidak menghiraukan ucapan Makisha. Berulang kali dia memukul kemudianya pelan dengan gerutuan dan umpatan yang bahkan tidak terdengar oleh gadis di sampingnya.

“Astaga! Kau ini kenapa? Memangnya, apa yang Evan katakan?” Makisha membenarkan posisi duduknya menjadi menyamping menghadap Tamika. “Apa dia memaksamu untuk kembali lagi?” Dia menatap Tamika dengan intens. “Jangan! Jangan pernah kembali pada pria itu! Selingkuh itu penyakit, Tamika.”

Tamika mendecih. “Siapa juga yang mau kembali kepadanya. Hanya orang bodoh yang mau melakukan itu,” desisnya kemudian.

“Syukurlah, kalau kau tidak bodoh karena cinta!” Makisha terkekeh pelan membuat Tamika mendelik tajam.

“Lalu, bagaimana denganmu? Kita berdua sama-sama bodoh karena cinta.” Ucapan Tamika sukses membuat Makisha merajuk kembali.

Tiba di kediaman Sanders, Tamika mengedarkan pandangan mencari si empunya rumah. Namun, gadis itu tidak melihatnya, Dia hanya melihat dua orang pria tengah berjalan mendekat dengan mengenakan pakaian yang begitu formal. Bisa Tamika tebak jika salah satu dari mereka adalah Johan. 

“Selamat datang, Nona Douglass! Mari, ikuti saya. Tuan Sanders sudah menunggu kalian berdua,” ajak Johan. Senyuman pria itu membuat tubuh Makisha terpaku barang sejenak. Kemudian, gadis itu beralih menatap Tamika yang hendak menggandeng tangannya.

“Si-siapa dia, Tamika? Kemarin, di klinik dr.Ann aku tidak melihatnya,” tanya Makisha. Tangannya bergetar seakan tengah menahan rasa takut yang luar biasa.

Tamika menoleh dengan mata yang memicing. “Dia asisten pribadi Tuan Sanders. Memangnya kenapa? Kenapa kau terlihat ketakutan seperti ini?”

Gadis bergaun putih itu memejamkan mata sejenak kemudian menggeleng dengan cepat. “Tidak. Ayo masuk, Tuan Sanders pasti sudah menunggu!”

Menatap Makisha yang melangkah mendahuluinya, Tamika menghela napas panjang. Batinnya bertanya- tanya, dia yakin jika Makisha mengetahui sesuatu tentang Johan. 

Pandangan gadis tersebut menelisik ke seluruh ruangan, mencari keberadaan paman tampan yang ia nantikan. Sayangnya, pria dewasa itu tidak terlihat sama sekali.

Entah mengapa, perasaan Tamika menjadi was-was dan tidak tenang. Apalagi saat memerhatikan tingkah Makisah yang berulang kali meremas jemarinya. Kebiasaan jika Makisha tengah merasa tidak nyaman atau risih dengan situasi yang tengah ia alami.

Semua pikiran Tamika yang tengah bercabang, seketika menyatu kembali saat dirinya mendengar suara gadis kecil memanggil namanya. Sontak dia menoleh ke asal suara.

“Tante, kau sudah datang.” 

Dengan mengenakan gaun ala-ala princess berwarna biru muda, Kimberly datang dengan sorot matanya yang berbinar. Rambutnya yang dikepang satu menambah kesan menggemaskan di wajahnya yang sedikit tembem.

“Hai, Sayang! Kamu cantik sekali.”

“Tante juga cantik.” Kim menyahut dengan malu-malu. “Ini siapa, Tante?” tunjuknya pada Makisha.

Makisha segera bangkit dari sofa kemudian tersenyum lembut menatap Kimberly. “Saya Makisha, saudarinya Tamika, Nona Manis. Namamu siapa?”

“Saya Kimberly,” jawab Kim. Kemudian gadis itu kembali menoleh ke arah Tamika. “Ayo! Daddy sudah menunggu,” ajaknya kemudian.

Kimberly mengajak Tamika juga Makisha duduk di meja makan. Bersamaan dengan itu, Adrian juga muncul di hadapan mereka. Saat tatapan Adrian dan Tamika bersirobok di satu titik, Tamika tersenyum memuja. 

‘Astaga, kenapa dengan dadaku? Kenapa jantungku berdebar seperti ini?’ Tamika membatin dengan memegang dadanya yang bertalun dengan cepat. Sesekali dia meringis merasakan hal tersebut. 

“Selamat malam, Nona Douglass!” sapa Adrian.

Tidak terdengar balasan dari Tamika, Makisha menoleh sejenak. Dia mendapati saudarinya itu tengah tersenyum tipis memandang lurus ke arah Adrian yang mengenakan tuksedo berwarna senada dengan gaun yang Tamika kenakan.

 

“Awas! Bola matamu lepas,” kata Makisha berbisik. Dia tersenyum jahil menatap Tamika yang dengan cepat memudarkan senyumannya. Gadis itu terkekeh pelan.

“Se-selamat malam, Tuan Sanders,” jawab Tamika gugup. Malu karena dirinya tertangkap basah menatap Adrian dengan penuh cinta. 

‘Ah, sial. Kenapa aku lepas kendali seperti ini!’

“Terima kasih sudah datang ke mari, Nona Douglass.” Adrian tersenyum ramah. “Mari, silahkan duduk!” titah pria itu kemudian. “Maaf, sudah merepotkan kalian berdua untuk jauh-jauh datang ke mari. Lalu, Anda datang ke mari dengan ….” Adrian menunjuk ke arah Makisha.

“Perkenalkan, saya Makisha Douglass, Tuan Sanders.” Makisha berdiri, kemudian memperkenalkan diri.

“Kalian berdua begitu mirip.” Adrian terkekeh pelan. “Padahal, bisa saja orang suruhan saya yang akan menjemput kalian berdua.”

“Tidak apa-apa, Tuan Sanders. Malahan, kalau Anda sendiri yang menjemput kami, bisa-bisa orang tua kami tidak akan memberi ijin pergi.”

Mata Adrian membulat. “Jadi, kalian berbohong pada kedua orang tua kalian?” tanya pria itu kemudian.

Tamika maupun Makisha kompak menggelengkan kepala. “Bu-bukan. Bukan begitu, Tuan.” 

Melihat kepanikan keduanya, Adrian terkekeh pelan. “Baiklah. Mari dinikmati, maafkan saya tidak bisa menjamu yang lebih baik dari ini!”

“Daddy Tante Tamika cantik, kan?” Dia menatap ayahnya dengan tatapan menggoda. “Kim setuju, kok, kalau Daddy sama Tante Tamika menikah!”

Mendengar ucapan Kimberly, Tamika sontak tersedak ludah sendiri, sedangkan Adrian. hanya berdehem pelan untuk mengendalikan perasaannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status