Share

PPRS 06

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-07-14 23:07:20

Kenna menatap pria yang baru saja keluar dari dalam panti. Jantungnya berdegup tak karuan saat melihat sosok yang ramah memberi salam itu.

"Aku sudah kirim pesan, tapi kamu abaikan." Suara bariton Rangga segera terdenga lagi.

 Kenna masih terdiam tak percaya.

"Aku pikir aku mau mengajakmu ke panti ini. Tak tahunya kamu juga ke sini. Jodoh ya?"

"Maaf, aku tadi langsung ke sini. Kangen emak-emak aku," jawab Kenna, mencoba terdengar wajar. Tapi ia tahu, ia mulai tak bisa menghindar dari sorot mata Rangga.

"Jadi kamu dari panti ini?" tanya Rangga menyipit, seolah tak percaya. Padahal mulanya dia mau mengajak Kenna ke sana, seolah itu dunia baru yang harus dikunjungi Kenna.

"Iya, di sinilah rumahku. Aku dibesarkan oleh orang-orang hebat yang menyayangi aku seolah aku ini bagian dari hidup mereka." Dengan terharu Kenna merangkul kedua orang tua yang kini juga menatapnya dengan bangga.

"Dalam keterbatasan kami membesarkannya.  Dia tumbuh menjadi gadis hebat. Belajar agama, bisa kuliah tanpa biaya, dan menjadi mubaligh muda yang duluh amat dicintai anak-anak muda. Sayang, perkawinan membuat Kenna meninggalkan dunianya," kelu Bu Firdaus sedih.

Dan saat Bu Khodijah dengan polosnya berkata, "Sepertinya kalian sudah pernah kenal ya?"

 Kenna reflek menatap Rangga yang juga makin sering menatapnya. Jangtungnya berdetak keras. Wajah itu terbayang sampai Kenna kembali ke rumahnya.

"Assalamualaikum!" ucap Kenna setiap masuk rumahnya. Walau tak ada orang.

Kenna menghela napas panjang. Matanya memandang ke dalam rumah yang terasa lebih hampa dari biasanya. Udara siang masih mengendap di antara dinding-dinding bisu.

Siang itu Kenna masih merasa gelisah. Ia duduk di meja makan, menatap kosong ke arah cangkir kopi yang tinggal separuh. Jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan gelas itu, seolah mencari irama yang bisa mengusir sunyi di hatinya.

Sejak pertemuan singkat itu, pikirannya tak berhenti bekerja.

Kegiatan live masaknya yang biasa menjadi pelarian kini mulai terasa hambar. Ia memang masih membuka DM, masih menggulir komentar, masih membalas sapaan penggemar. Tapi semangatnya menipis.

"Kak, kok sekarang nggak seberapa sering live? Kenapa?" tanya salah satu penggemar.

Kenna tersenyum tipis. Ia tak mungkin menjawab bahwa jiwanya sedang penat, bahwa pernikahan yang ia coba pertahankan pelan-pelan mulai meretakkan dinding hatinya.

"Ditunggu live-nya ya, Kak!" harap yang lain.

Kenna membalas dengan emoji senyum dan kalimat pendek: "InsyaAllah ya."

Tak lama, ponselnya bergetar. Nama Rangga muncul di layar. Kenna menatapnya sejenak, lalu membuka pesan itu.

["Terimakasih, saat kita bertemu tadi, kamu sudah tak asing denganku. Sampai detik ini, aku tak dapat melupakan pertemuan tak sengaja itu. Aku makin mengagumimu. Kamu wanita hebat yang pernah aku temui"]

Kenna tak membalas. Ada yang berdebar saat dia membacanya.

"Astaghfirullah, kenapa aku menjadi seperti ini? Ampuni aku,  ya Allah! Aku hanya manusia biasa yang berada dalam ambang kebingungan. Dan dia datang seolah menjadi penghiburku."

["Kenna, jawab dong!"]

Kenna masih diam.

Rasa bersalah pada suaminya membuat dada Kenna terasa sesak. "Mungkin memang sudah waktunya aku mencoba memperbaiki lagi," tekadnya.

Dengan sisa semangat yang terkumpul, Kenna melangkah ke dapur. Ia menyiapkan makan malam. Memotong wortel, menumis bumbu, dan menggoreng ikan kesukaan Barel. Makanan hangat ia masukkan ke dalam kotak, dibungkus rapi.

Ponselnya menyala. ["Kenna, kamu kenapa?"]

["Maaf, aku janjian bertemu dengan suamiku. Dia sedang lembur di kantor."] Kenna berbohong untuk menghentikan detak hatinya pada Rangga.

Malam itu, hujan gerimis turun perlahan saat Kenna memesan taksi online dan menuju kantor suaminya. Sengaja dia tak bawa mobil dengan harapan bisa pulang bersama Barel. Di kepalanya, ia membayangkan senyum Barel, pelukan hangat, atau setidaknya obrolan ringan yang bisa menghidupkan kembali bara cinta mereka.

Setibanya di kantor, suasana tampak sepi. Hanya beberapa lampu di lantai atas yang masih menyala. Kenna masuk dengan pelan, sapaan satpam yang mengenalnya hanya dijawab anggukan singkat. Ia menaiki lift, membawa harapan dalam genggaman.

Saat sampai di lantai tempat ruang kerja Barel, langkahnya melambat. Dari balik pintu yang tak sepenuhnya tertutup, terdengar suara.

Tawa perempuan. Lalu suara berat seorang pria.

Kemudian... desahan.

Tubuh Kenna membeku.

Suara itu bukan halus, bukan bisik, melainkan suara jelas yang menghantam gendang telinganya dengan kejam. Napasnya memburu, matanya membelalak. Tangannya gemetar saat menyentuh gagang pintu, namun ia tak sanggup membukanya lebih lebar.

"Mas..." bisiknya nyaris tak terdengar.

Ia menelan ludah. Suara itu makin nyata. Ada rintihan tertahan, tawa pelan, dan gesekan kursi yang membuat jantungnya seolah terjatuh.

Kenna melepas sepatunya. Di telapak kakinya, dinginnya lantai marmer menyengat—mengingatkannya, ini bukan mimpi.

Air matanya menetes tanpa bisa ditahan. Tangannya terlepas dari gagang pintu. Ia melangkah mundur, pelan, seperti tubuhnya tidak lagi memiliki tulang.

Sunyi.

Sunyi yang memekakkan.

Dengan langkah gontai, ia kembali ke lift. Kotak makanan masih digenggamnya erat.

Pintu lift tertutup perlahan, memisahkan kenyataan dari mimpi buruk yang baru saja menghancurkan hatinya.

Dalam sekat sempit itu, tubuh Kenna gemetar hebat. Ia memejamkan mata, berusaha menenangkan diri.

"Kalau pintu ini tertutup... apa masih ada 'kami' besok pagi?"

Apa aku harus lari dari semua ini? Apa aku tidak salah ruang, hingga tidak terdengar suara Barel?"

 Kenna yang tidak percaya suaminya bertindak yang macam-macam, kembali lagi.

Sementara beberapa saat yang lalu di tempat lain...

["Kiandra, kamu di mana?"]

["Aku di tempat orang yang lebih bisa menghargai aku, Rangga."]

Rangga tersenyum.

Dan saat Kenna masuk lift.. ada sepasang mata menatap angka lift yang turun.

Bibirnya melengkung samar—antara puas dan cemas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   88. Dia bukan,..

    Beberapa saat yang lalu, saat Kenna beranjak ke mushola."Mi, hentikan," ujar Wijaya dengan nada tegas. "Sudah cukup menyalahkan orang lain. Rangga butuh tenang, bukan kebencian. Hanya gadis itu yang bisa memberinya semangat untuk hidup, jadi biarkan dia menemaninya."Wieke menatap suaminya tak percaya. "Kamu membelanya? Setelah semua yang dilakukan Kimmi, perempuan yang berkali-kali berusaha menghancurkan hidup kita?""Kau pikir, Kenna itu Kimmi?" Wijaya menatap istrinya lama. "Buka matamu, Wieke. Lihatlah siapa dia.""Dia mirip Kimmi!" seru Wieke, matanya merah karena tangis. "Setiap kali aku melihat wajahnya, aku seperti melihat perempuan itu lagi.""Okelah kalau dia memang mirip Kimmi, bahkan kalaupun sejatinya dia memang anak Kimmi. Tapi sekarang, lihatlah keadaannya,.." Wijaya menghela nafas panjang. "Kalau memang dia anak Kimmi, seharusnya dia bergelimang harta. Tapi kenyataannya? Dia dibesarkan di panti asuhan. Sejak bayi, Wieke. Makan seadanya. Tidak pernah tahu siapa orang

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   87. Bangunlah!

    Kenna segera mendekat, "Saya, Dok. Bagaimana dengan Rangga? Apa dia sadar?"Dokter tak langsung menjawab. Ia hanya menatap Kenna lama, seolah sedang menimbang kalimat."Dok, tolong katakan... dia masih bisa diselamatkan, kan?"Namun, belum juga dokter itu menjawab, Kimmi yang berdiri agak jauh bersama suaminya segera beranjak dan menyilah Kenna dengan tangannya, "Dok, bagaimana dengan anak saya?""Kami sudah berusaha, Pak, Bu. Saya,..""Maksud Dokter?" Wieke yang tak sabar, menyela. "Kita hanya bisa berdo'a sekarang. Kalau dalam dua puluh empat jam dia belum sadar, kemungkinan nyawanya tertolong sangatlah kecil."Wanita yang tetap cantik di usianya yang tak lagi muda itu, terhuyung. Setetes airmata jatuh di pipinya. Untunglah sebuah tangan lembut merengkuhnya. "Mi,... Sabar, Mi," ucap Rieke, adik Rangga."Kakak kamu, Rieke. Duluh, saat dia tidak memperdulikan bisnis keluarga, dan kerjaannya hany berfoya-foya, Mami berdo'a siang malam. Dan setelah kini do'a itu terjawab dengan dia te

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   86. Jaga dia..

    "Jaga dia untukku, Ya Allah,.. jaga dia untukku!" Kenna terus berdo'a sampai dia tak sadar kalau mereka telah tiba di rumah sakit."Hati-hati Mbak!" seru Jerry saat Kenna mau terhuyung, tersandung gamisnya. Namun dia tak berhenti, berlari ke dalaam rumah sakit, mencari petugas."Cepat, tolong, dia terluka!" seru Kenna panik saat tiba di rumah sakit. Petugas yang berada di depan segera membawa ranjang. Tak lama, para perawat segera berlarian mendorong ranjang dorong menuju ruang gawat darurat. Tubuh Rangga tampak lemas, wajahnya pucat, darah di seragamnya belum mengering.Kenna masih berlari di belakang mereka, air matanya bercucuran. "Rangga... jangan tinggalin aku... aku pingin ngomong bukankah kamu belum dengar jawabanku..." suaranya pecah di antara langkah-langkah yang tergesa."Harap tunggu di luar, Mbak" ucap suster "kami akan segera melakukan tindakan.""Mbak, yang sabar," hibur Jerry.Ruang tunggu hening. Bau obat dan cairan antiseptik menusuk hidung. Kenna duduk memeluk lutut

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   85. Bagaimana mungkin?

    Belum sempat Rahma bicara, suara langkah-langkah terdengar di luar gudang. Lampu-lampu senter menembus celah pintu. Anak buah Rangga datang, kurang lebih sepuluh orang, semuanya berpakaian hitam. Dalam keadaan tersungkur, Rangga menatap Rahma tajam. "Kamu,...kamu udah habis waktumu. Dan setelah ini, kamu akan lama mendekam di penjara." Rahma masih berkacak pinggang. "Kalau kamu pikir aku akan menyerah, kamu salah besar, Rangga." "Aku pastikan kalian akan. Membusuk di penjara karena berkali-kali berusaha menculik Kenna." "Kamu pikir penjara bisa menembus ku? " "PD sekali kamu. Mengatakan itu? Sekarang, katakan, apa hubunganmu dengan Kiandra!" Rangga sudah kehilangan kesabaran. Salah seorang anak buah Rangga mendekat. "Pak, maaf, kami terlambat. Kami kehilangan jejak." Rangga baru ingat kalau dia mematikan handphone-nya saat dia sholat. "E,.. iya, maaf,..Nggak apa, tolong bantu Kenna. Cepat,.. to,.. long dia." Nafas Rangga tersengal, perut dan kepalanya tak lagi bisa ko

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   84. Darahnya

    "Kembalikan Kenna, bi4d4b!" teriak Rangga saat mobil yang membawa Kenna telah melaju. Dengan cepat dia kembali ke mobilnya, lalu melajukannya dengan kencang menembus jalanan kota yang masih gelap.Angin malam menghantam kaca, tapi pikirannya jauh lebih berisik. Satu hal saja yang berputar di kepalanya, wajah Kenna yang teriak minta tolong.Rangga menekan gas lebih dalam. Tangannya gemetar di setir lalu menekan tombol, menghubungi seseorang. "Bertahan, Kenna... tolong bertahan." "Baik, Pak. Saya tahu. Saya akan terus mengikuti sinyal ponsel Bapak, dan segera membawa anak buah saya ke sana." Suara di sebran segera menyahut.Tak lama, suara azan Subuh terdengar. Hati Rangga bergolak, antara terus atau sholat duluh."Ini bagaimana sholat Subuhnya kalau gini?" guman Rangga bingung. Akhirnya, dia menghentikan mobilnya yang tak jauh dari mobil penculik berhenti. "Bismillah, aku niat sholat Subuh. Jaga dia, Tuhan!" Rangga lalu meletakkan tangan di kaca mobilnya hendak tayamum dan megerjaka

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   83. Jangan jahui aku,..

    Malam itu, Kenna baru menyadari, kalau masa lalunya akan kembali lagi. Susah payah dia membuang Barel, ternyata dia juga mendapatkan calon mertua yang pemikirannya sama dengan keluarga mantan suaminya itu."Kenna, kamu kenapa diam terus dari tadi?" tanya Rangga. Suaranya yang kuat memecah hening di dalam mobil. Jalanan sore itu padat, tapi yang lebih padat adalah pikirannya.Kenna tetap menatap keluar jendela, mengikuti bayangan pepohonan yang melintas cepat di kaca. "Aku cuma capek," jawabnya pelan."Capek atau kecewa sama Mami?" Rangga menoleh sekilas. "Kamu tahu, kan, aku udah tahu semua tentang kamu, dan aku nerima kamu apa adanya. Jangan berubah, Ken."Kenna menarik napas panjang. "Aku gak berubah, Rangga. Aku cuma takut. Aku gak mau ngulang kesalahan yang sama.""Kesalahan?" alis Rangga naik."Dulu aku juga pernah nggak disukai keluarga suamiaku karena aku tak bisa memberi mereka keturunan," suaranya mulai bergetar. "dan sekarang, mami kamu... bahkan menuntut hal yang sama, yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status