Share

02

Di pagi harinya Alina bangun kesiangan. Dia lupa dengan apa yang terjadi semalam, dia hanya ingat saat dirinya marah karena banyak bangsawan yang mengatakan dirinya akan segera turun takhta dan berakhir meminum alkohol sampai mabuk.

"Cukup berani untuk orang seperti mereka."

Alina memijat pangkal hidungnya untuk meredakan rasa pusing. Marisa, pelayan Alina, berjalan memasuki kamarnya dengan membawa air yang sudah dia campur dengan madu.

"Queen, akhirnya anda bangun. Queen tahu? Semalam queen membuat orang-orang di istana panik karena tiba-tiba menghilang. Lalu saat semua orang sibuk mencari, Queen tiba-tiba sudah berada di kamar."

"Aku menghilang?"

Marisa mengangguk sebagai jawaban. Jujur saja dirinya semalam hampir menangis karena Alina tidak segera ditemukan. Di kota juga tidak kalah heboh saat ada kabar beberapa gudang harta milik bangsawan terbakar habis. Saat mendengarnya Marisa sudah berpikir terjadi hal buruk dengan Alina.

"Saya pikir Queen di culik oleh pelaku pembakaran gudang harta milik bangsawan itu."

"Jika itu memang benar-benar terjadi, maka kau harus mengkhawatirkan penculik itu."

***

Alina sedang menikmati teh di taman bunganya. Dirinya baru saja selesai memeriksa berkas yang dilaporkan oleh prajurit perbatasan yang mendapati pergerakan monster di hutan lepas. Beberapa rekan mereka juga tidak pernah kembali saat mengecek di tempat pergerakan monster itu.

"Seharusnya mereka tidak berani muncul setelah kejadian itu, kecuali ada yang memanggil mereka."

"Alina!"

Alina yang sedang menyeruput tehnya berrhenti saat mendengar suara nyaring yang sudah jelas siapa pemiliknya.

"Zeva, bukankah kau tidak memiliki ijin dariku untuk memasuki wilayah ini?"

"Kenapa? Aku tadi tersesat Alina. Tetapi syukurlah ada kau di sini."

"Pelayan! ambilkan aku cambuk!"

Pelayang yang berdiri di belakang Alina bergegas untuk mengambilkan apa yang Alina minta.

"Alina, kenapa?"

"Pertama, memanggil Ratu kerajaan ini tanpa sebutan Queen. Kedua, memasuki wilayah terlarang tanpa ijin. Aku rasa itu cukup untuk membuatmu di jatuhi hukuman cambuk."

Pelayan yang dia minta untuk mengambilkan cambuk sudah kembali dengan cambuk ditanganya. Alina segera mengambil cambuk itu dan meminta para pelayan memegangi tangan Zeva. Sebelum cambuk itu mengenai tubuh Zeva, Cyril tiba-tiba datang.

"Audelina! Apa yang kau lakukan?"

"Yang mulia." Wajah pucat Zeva membuat Cyril semakin marah. Dia mendekap Zeva dengan erat.

"Aku tadinya ingin meminta maaf kepadamu, tetapi melihat apa yang baru saja kau lakukan, sepertinya aku tidak perlu repot-repot minta maaf kepadamu."

Cyril menggendong Zeva dan membawanya pergi dari hadapan Alina.

Alina mengernyitkan alisnya heran. Padahal dia belum menyentuh tubuh Zeva seujung kukupun. Justru Zeva yang sudah menyentuhnya. Lihatlah pergelangan tangan Alina yang memerah karena di cengkram oleh Zeva.

"Cyril, sepertinya kau memang buta."

"Queen astaga! Saya akan mengambilkan obat."

"Tidak perlu, nanti akan sembuh sendiri."

***

Alina yang berniat ke perpustakaan tidak sengaja melihat Zeva dan Cyril yang sedang bersantai di ruang kerja Cyril. Posisi Zeva duduk di lantai dan menyandarkan kepalanya di paha Cyril yang duduk di sofa. Tetapi bukan itu yang membuat Alina marah.

"Yang mulia kapan yang mulia akan mengangkat Zeva menjadi Selir?"

Cyril mengusap rambut Zeva dengan lembut. Dia suka wangi dari rambut calon selirnya ini.

"Kau memakai shampo apa?"

"Yang mulia! Jangan mengalihkan pembicaraan." Zeva memasang wajah cemberut karena diabaikan oleh Cyril.

Cyril tertawa melihat Zeva marah. Dia mengangkat Zeva agar duduk di pahanya, "Segera setelah ulang tahun Queen Alina," ucap Cyril sambil membelai pipi putih milik Zeva.

Alina tidak habis pikir denganya, kenapa ada manusia sebodoh dirinya. "Kapan kau akan sadar? Dasar bodoh!"

Alina pergi dari depan pintu ruangan Cyril menuju perpustakaan. Ada buku yang harus Alina cari dan Alina sudah memastikan astikan buku itu ada di perpustakaan milik Cyril. Yang paling penting bagaimana caranya agar dia bisa menyelinap masuk.

Zeva.

Dasar Alina menyebalkan. Kenapa aku harus memanggilnya queen? Padahal daripada dia aku lebih pantas dipanggil queen.

"Menyebalkan menyebalkan menyebalkan!"

Aku berteriak sambil membanting barang-barang di kamarku. Kenapa harus Alina? Kenapa? Apa bagusnya Alina.

"Nona Zeva, tolong Nona tenang dulu."

"Diam kau! Pelayan sepertimu tahu apa?!"

Dasar pelayan rendahan beraninya dia berbicara seperti itu kepada calon selir kerajaan ini. Alina, aku benar-benar akan merebut semuanya darimu!

"Nona, bagaimana jika Nona pergi menemui yang mulia?"

"Untuk apa?"

"Mungkin jika Nona mengatakan langsung, yang mulia akan segera mengabulkan permintaan Nona."

"Ah, kau benar. Pelayan tolong bantu aku bersiap-siap."

Aku bersiap-siap dengan di bantu oleh pelayan-pelayanku. Hari ini aku akan berpakaian seperti Alina. Rambut yang biasanya di ikat akan aku gerai. Elegan dan cantik, aku akui Alina memang cantik sekaligus elegan. Tetapi bukan hanya dia saja yang bisa berpakaian seperti itu.

"Buat aku semirip mungkin dengan Alina!"

Lihat saja Alina, yang pertama akan aku ambil darimu adalah yang mulia. Selama ini yang mulia selalu terpana setiap melihatmu. Jangan kalian kira aku tidak tahu tatapan apa yang, yang mulia berikan. Dia masih menyukai Alina! Aku akan membuat yang mulia melupakanya.

"Yang Mulia, setelah ini di hati Yang Mulia hanya ada Zeva, tidak ada akan ada lagi Alina di hati Yang Mulia."

Aku berjalan ke arah ruangan Cyril berada. Tadi setelah mengantarkanku ke kamar, tangan kanan Cyril mengatakan ada dokumem yang harus segera dia tangani, sehingga Cyril harus segera pergi.

Aku langsung memasuki ruangan kerjanya karena tidak ada prajurit yang berjaga di depan pintu. Entah kemana prajurit-prajurit yang selalu berjaga itu. Begitu memasuki ruangan aku bisa melihat banyak barang dan dokumen yang berserakan. Sepertinya Cyril juga melakukan apa yang aku lakukan di kamar tadi.

"Yang Mulia." Aku membungkuk memberikan salam.

"Zeva, kenapa datang kesini?"

Cyril menuntunku agar duduk di sofa ruang kerjanya. Aku langsung mendudukkan diriku di bawah saat Cyril sudah mendudukkan diri di sofa. Bisa aku lihat wajahnya yang terkejut beberapa saat, tetapi kembali normal lagi dalam beberapa detik.

"Yang Mulia, apa Yang Mulia akan mengabulkan keinginan Zeva?"

Cyril mengelus rambutku yang membuat aku ingin tertidur. Posisiku yang sedang menyandarkan kepalaku di pahanya membuat aku semakin ingin tertidur.

"Bagaimana aku bisa menolak kalau kau sampai berlutut untuk meminta sesuatu kepadaku?"

Alina, sepertinya masamu berada di hati yang mulia akan segera berakhir. Setelah ini aku yang akan menggantikan posisimu. Kasihan sekali kau Alina.

Disisi lain lebih tepatnya di perpustakaan, akhirnya Alina berhasil menyelinap karena tiba-tiba para prajurit pergi dengan terburu-buru. Setelah mencari cukup lama akhirnya Alina menemukan buku yang dia cari.

"Ternyata pelaku pembantaian klan dan kecelakaan 'itu' adalah kelompok yang sama." Alina mengamati buku di tanganya dengan seksama sekali lagi, tidak salah itu memang mereka.

"Dasar para kaparat! Kak, aku akan pulang besok."

Seekor peri kecil yang sejak tadi hinggap di bahu Alina terbang menjauh karena terkejut.

"Bagaimana kau bisa tahu kalau ini aku?" Suara Arise terdengar seperti seseorang yang sedang takjub saat Alina bisa menyadari keberadaannya. Seperti biasa Adiknya yang satu ini memang mengagumkan.

"Di kerajaan ini hanya kau yang bisa membuat peri mengerjakan hal tidak berguna seperti ini. Dan ya, aku tahu kau sudah mengikutiku sejak di taman tadi."

"Wah, kau semakin hebat, ya. Ngomong-ngomong Alina, kapan kau menceraikan si brengsek itu?"

"Siapa? Cyril? Aku tidak akan menceraikanya."

"Dasar gadis nakal! Apa hebatnya si brengsek itu? Lebih baik kau cari-"

"Daripada menceramahiku, bagaimana kalau Kakak mencobanya sendiri? Cari saja pasangan yang cocok untukmu, nanti juga Kakak akan tahu."

"Queen." Suara peri itu berubah menjadi lembut. Melihat suara dan juga gerakan tubuh peri itu yang memberinya salam membuat Alina yakin jika Kakaknya melarikan diri.

"Dia pergi?"

Peri itu mengangguk dengan anggun. Di kerajaan ini ada yang namanya hewan panggilan. Hewan panggilan adalah hewan yang bisa mereka panggil setelah kita melakukan kontrak dengan hewan itu. Ada berbagai macam hewan panggilan seperti peri tadi contohnya— sebenarnya peri tidak termasuk sebagai hewan panggilan karena memang tidak ada yang bisa memanggil peri kecuali Arise.

Baru kali ini Alina melihat cara mengirimkan pesan yang unik. Pesan yang dikirim nenggunakan hewan panggilan seperti yang tadi Kakaknya lakukan. Sepertinya sebentar lagi keluarga mereka akan menemukan penemuan baru.

"Nyonya Arise hanya menghubungkan pikiran kami, Queen. Lebih tepatnya mereka yang sudah saling mengontrak bisa melakukanya. Mereka tinggal bertukar tempat dengan hewan kontrak mereka, setelah itu mereka bisa berkomunikasi menggunakan tubuh hewan kontraknya seakan-akan sedang mengobrol berdua meski dalam jarak jauh. Tetapi itu tidak semudah yang di bayangkan. Jika kita tidak bisa kembali maka jiwa kita akan hilang dan tidak akan pernah bisa kembali. Mereka yang jiwanya hilang sama saja dengan orang mati."

"Maksudmu tidak semua orang bisa melakukanya?"

Peri itu mengangguk, "Betul Queen."

Alina menganggukkan kepalanya paham. Kakaknya memang sangat cerdas. "Ternyata dia masih saja nekat."

"Queen, ada laporan dari pusat."

"Aku akan segera mengatasinya, terimakasih, kau bisa pergi."

Peri itu memberi salam kepada Alina sebelum menghilangkan diri dari hadapan Ratu kerajaan ini.

"Dasar penganggu!"

TBC.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status