Share

Phospene 3

Bab 3

Semoga suatu saat Tuhan mempertemukan puisi-puisi kelam ini denganmu. Agar setidaknya kamu tidak marah, apalagi kecewa. Aku minta maaf perihal tingkahku yang membuatmu bimbang, perihal rasaku yang masih berubah-ubah, perihal aku yang terkesan memainkan perasaanmu.

Keesokan harinya, dira berpapasan dengan ragil di dekat perpustakaan kampus. Ia menyapa ragil, ah pria itu, dira rasa ia mulai tertarik padanya.

“ragil?” sapanya.

Ragil yang mendengar suara itu langsung membalikan badannya, ia tersenyum. Ah gadis ini, pikirnya. 

“adira? Abis dari perpus ya?” sambil melirik ke arah tangan dira yang sedang memegang beberapa buku.

“iya, gue minjem beberapa buku buat referensi skripsi”

“God, bentar lagi angkatan kita wisuda ya, gak kerasa udah mau lulus aja”

“Haha” dira tertawa, rasanya sedikit canggung.

“ah iya gil, gue punya tebak-tebakan nih”

Ragil mulai tertarik, ia tertawa, ah gadis ini.

“apaan tuh? Pffttt” sambil menahan senyum, ragil bertanya.

“duduk yuk disana” dira menunjuk bangku di dekat lorong.

Setelah mereka duduk, dira memulai tebak-tebakan nya.

“Oke, kita mulai ya. Emmmmmm ... Kalo masuk kan kedalam, nah kalo keluar kemana coba?” dira sangat excited dengan jawaban yang akan ragil ucapkan. Ragil hanya tertawa, membuat dira kebingungan.

“ih ko ketawa? Ayo jawab”

“sebenernya itu bukan tebakan sih. Gue coba jelasin dari segi bahasa ya. Hm, kalo masuk ke dalam, kalo keluar ke-luar. Karena ‘masuk’ dan ‘keluar’ merupakan kata. Tapi ‘ke’ (dipisah) Berfungsi sebagai preposisi, gitu.”

Dira yang medengar itu hanya bisa terdiam, mulutnya menganga, dira tidak menyangkan, jawabnya akan semenakjubka ini. 

“btw, biasakan menulis keterangan tempat di pisah, ya. ‘ke dalam’ ‘ke mana’, okay?” lanjutnya, ragil melihat dira yang tengah melongo hanya bisa tertawa

“Hahahaha, mulut lo kenapa? Mingkem gih, nanti kemasukan laler” ragil menutup mulut dira dengan merapatkan dagu nya agar mingkem. Dira yang di perlakukan seperti itu lantas kebingungan.

“e-eh? Ah? Emmmm .. anu, itu” dira nampak salah tingkah. Ragil yangmelihatnya nampat menautkan alisnya karena kebingungan.

“ah itu, jawaban lo gila, gue berasa berguru sama Albert Einstein, keren banget si lo”

“Hahahaha bisa aja lo”

“Emang jawabannya menurut lo apa?” lanjutnya.

“Gak ah gak jadi, jawaban gue jadi insecure karena jawaban lo itu hahahaha”

Mereka pun tertawa bersama-sama. Ini sangat menyenangkan, mereka terlihat sangat menikmati moment ini.

“nanti malem ada pasar malem di dekat kampus kita ini, tahu kan?”

“Oooh tahu-tahu, kenapa emang?”

“Ekhem” ragil berdehem sekedar menghilang rasa gugupnya.

“nanti malem kesini yuk bareng gue? Mau gak” dira tahu, ragil tengah merasa canggung saat ini. Ia tersenyum dan menganggukan kepalanya pertanda setuju dengan ajakan ragil.

“Hayuk, kita ketemuan dimana?”

“gue jemput lo aja deh”

“emang lo tahu rumah gue?” dira merasa kebingungan, karena ia dan ragil tidak nampak akrab sebelumnya, dan ragil tidak pernah berkunjung ke rumah dira sebelumnya.

“Gue anter lo pulang aja nanti, gimana?” dira tampak berpikir dengan ajakan ragil, namun ia segera mengangguk-anggukan kepalanya. 

“oke”

Ragil tersenyum, ia tidak akan melewatkan kesempatan ini.

“yaudah gue duluan ya, ada kelas bentar lagi”

“oh yaudah”

“bye” dira melambaikan tangannya yang di balas senyum oleh ragil.

“sampai ketemu nanti malem adira” ucap ragil pelan, sambil melihat punggung dira yang semakin menjauh.

Di parkiran, ragil nampak tengah menaiki motonya dan segera menunggu dira di depan gerbang. 

“gil, aku nebeng ya” tiba-tiba arum menghampirinya dan meminta diantarkan pulang. Sekilas info, kalau rumi ini pernah nembak ragil, ia mengejar cinta ragil, namun ragil terlihat acuh. Jika rumi ikut nebeng untuk diantar pulang, sesekali ragil meng-iya kan karena menurutnya, orang yang memerlukan bantuan harus di tolong, siapa pun itu.

“sorry rum, gue udah ada janji”

“Hah? Sama siapa?”

Ragil melenggok-lenggok kan kepalanya untuk mengetahui keberadaan dira. Nampaknya dira melihat dan segera melambaikan tangannya pada ragil.

“hai gil, sorry, nunggu lama ya?” dengan nafas terengos-engos dira akhirnya sampai di dekat gerbang saat ini, ia yang melihat rumi merasa keheranan.

“OOOHH SI CEWE GANJEN INI? Lo mau sama dia gil! Serius?”

Rumi terlihat sinis kearah dira.

“gue balik sama dira, lo cari tebengan lain aja” suruhnya dengan nada santai.

“naik dir!” Ragil memberikan helm kepada dira, ragil mulai melihat sikap dingin dira saat berhadapan dengan rumi, ia tahu betul bagaimana hubungan antara keduanya, terlebih dengan three masketeer. 

Dira menaiki motor ragil dan segera memaki helm nya. Dira hanya diam, bersikap dingin, ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk menghadapi rumi.

“udah?” ucap ragil. Rumi hanya mengangguk. Terlihat, rumi menampilkan sikap ketidak sukaannya pada dira. Ia sangat kesal.

Sementara itu, dijalan ragil dan dira masih terlihat saling diam, sedikit canggung ditambah aura dingin dira masih terasa oleh ragil.

“rumah lo di mana?” tanya ragil, dira tidak terlalu mendengar sehingga ia hanya mengatakan ‘”HAH?”, ragil tersenyum dii balik helm nya lalu membuka kaca helm nya dan memelankan laju motor supaya suaranya tidak terlalu terbawa oleh angin.

“RUMAH LO DI MANA?” kali ini ragil agak berteriak.

“Ah, itu ... Emmm .. NAH DARI SINI BELOK KANAN, RUMAH GUE DI BLOK M, NO15” dira pun ikut berteriak supaya ragil mendengar suaranya.

Ragil tidak menjawab, ia hanya mengangguk-anggukan kepalanya pertanda sudah paham dan tahu arah rumah dira.

Sesampainya di rumah dira, mereka mengobrol sedikit membicarakan acara mereka ke pasar malam nanti malam.

“Ini rumah gue, sorry ya disini memang serba sederhana”

“Santai aja kali” 

“mau masuk dulu?” dira menawarkan ragil untuk masuk ke rumahnya namun ragil menolak karena memang harus segera pulang karena di rasa waktu sudah mulai petang.

“gausah, lain kali aja” ragil menolak dengan halus.

“oh oke” dira diam sebentar, rasanya sedikit canggung entah mengapa.

“Ekhemm” ragil berdehan, ia merasa gugup karena ia ingin meminta no telepon dira untuk di hubungi nanti malam.

“adira, gue boleh minta no lo biar kita bisa kontekan nanti malem”

“oh, boleh, sini hp lo” dira pun mengetikan no telpon nya di hp ragil.

“nih” dira memberikan hp ragil.

“oke, yaudah kalo gitu gue duluan ya. Gue jemput jam 9”

“Oke” ucap dira kalem.

Setelah ragil pergi dari rumah dira, baru saja ia melangkahkan kakinya tiba-tiba ia teringat bahwa dia harus kerja dan dira pulang kerja pukul 10. Lantas ia memikirkan sesuatu untuk jalan keluarnya.

Setelah di tempat kerja, ia izin pada panji untuk pulang jam setangah sembilanmalam. Dan tidak di sangka, pandi mengizinkan padahal dira belum genap sebulan bekerja di kedai itu.

Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malaman, dira bergegas pulang menaiki ojek online yang sudah ia pesan sebelumnya.

Setelah tiba di rumah, ia langsung mandi dengan kecepatan dua ratus ribu tahun cahaya alis mandi sekenanya karena ia takut ragil akan segera tiba. Dira mengenakan sebuah cardigar berwarna ungu dan celana jeans. Tampilannya sederhana, ia membiarkan rambutnya terurai. Tiba tiba-tiba handphone nya berdering, terlihat bahwa itu nomor yang tidak di kenal. Dira sudah mengira itu adalah ragil, dan ternyata dugaannya itu memang benar.

• “Hallo?” terdengar suara berat dari sebrang sana.

• “Ragil?” 

• “Iya ini gue, emmm ... Dir, gue otw nih”

• “oke gue tunggu, gue udah siap ko”

• “Cie udah siap, mau kemana tuh hahaha”

• “ish, udah ah”

• “hahaha yaudah gue kesitu sekarang nih”

Setelah telpon nya terputus, dira kembali bersiap-siap dan melihat tampilannya lagi. Entah kenapa, ia terlihat mudah sekali gugup akhir-akhir ini. Sebelumnya, dira adalah pribadi yang kalem dan tenang. Ia mampu menghadapi segala sesuatu dengan santai namun sungguh.

TIIIIIIIIIIITT

Terdengar suara klaksok dari luar rumah pertanda ada seseorang berkunjung, ya, orang itu tak lain adalah agil. Dira pun segera keluar menemui ragil.

“hai” dira mencoba menyapa.

“hai” ragil tersenyum, sangat manis.

“Yuk” ragil mengajak dira untuk naik ke motor nya.

Setelah tiba di pasar malam, mereka langsung melihat-lihat wahana yang ada disana. Dira sangat excited, ia ingin menaiki bianglala, kora-kora, dan memasuki rumah hantu. 

“wow, keren banget pemandangannya. Eh gil, kita naik kora-kora yuk?”

“gue sih ayo-ayo aja, Cuma yakin lo berani?” Ragil berbicara seperti mengejek.

“Dih, kita liat aja nanti”

“hahaha ... Yaudah yuk”

Saat berjalan menuju tempat pembelian tiket, disana sangat ramai, sempit, dan banyak sekali yang ingin menaiki wahana ini. Ragil dengan refleks memegang tangan dira supaya tidak terpisah, dira yang sadar akan hal itu lantas terkejut, ia sedikit gugup namun ia paham bahwa mungkin ragil hanya ingin menjaganya, dira pun membiarkan ragil memegang tangannya sambil merasakan kehangatan di hatinya.

“huufftt akhirnya bisa antre juga” ragil berucap sambil melihat ke arah tangannya yang memegang tangan dira, ia sontak langsung melepas tangannya dari dira.

“Eh sorry, gu-gue ...”

“its okay” dira memotong ucapan ragil sambil tersenyum. Ragil yang melihat itu lantas tersenyum juga.

Setelah mereka mengantri sekitar setengah jam, akhirnya mereka dapat menaiki wahana tersebut.

“AAAAAAAAAAAAAAAAA GAK MAUUUUU, MAS UDAH MASSSS” dira berteriak ketakutan, ragil yang mendengar itu lantas tersenyum dan berteriak ke arah dira.

“DIR, PEGANG TANGAN GUE KALO LO TAKUT”

Dira yang mendengar itu lantas langsung memegang tangan ragil.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA AAAAA MASS UDAAAHHHH” walaupun berteriak namun dira merasa lebih baik saat tangannya menggenggam tangan ragil.

Setelah mereka selesai bermain, dira merasa pusing, ragil yang melihat itu langsung menyuruh dira untuk duduk terlebih dahulu dan kemudian ia membeli sebotol air mineral. 

“nil minum dulu” ragil memberika air dan memijik punggung dan kepala dira. Setelah agak mendingan, ragil lantas tertawa, hal itu membuat dira bingung.

“HAHAHAHAHAAHAH” 

“kenapa ketawa” ucap dira dengan nada sinis.

“Katanya berani, ko keliatannya gak begitu”

Dira yang mendengar itu lantas merasa malu.

“ya- ya- g-gue tt-tadi Cuma...”

“Cuma takut hahaha” ragil tertawa lagi.

“ish, yauda si” dira merasa sebal.

“ok-ok, sekarang mau pulang aja?”

“Ih, ko pulang, nanti dulu, mau naik bianglala” dira merengek, ragil yang melihat hal itu merasa gemas sendiri. Ah gadis ini, dia selalu membuat perasaan ragil naik turun. Beberapa waktu lalu saat ragil melihat dira berpelukan dengan aksa,ragil merasakan sesak di hatinya. Namun saat ini, dira justru bertingkah manja pada ragil yang membuat perasaannya menghangat.

“Gak capek?” ucap ragil.

“capek sih, Cuma kapan lagi gue bisa sebebas ini, nanti gue gak bisa senang-senang di pasar malam lagi karena gue kerja”

“Oh iya, gue lupa, lo kan kerja di kedai kopi kan ya?”

Dira hanya mengangguk.

“Terus sekarang kenapa lo bisa kesini?”

“gue dapet izin, tapi gak tau kedepannya bakal dapet izin lagi atau enggak. Makanya gue gak mau sia-siain kesempatan ini”

Ragil tersenyum kecil, bibirnya terangkat sedikit, seseorang tidak akan sadar bahwa ragil tengah tersenyum.

Heuuuhhhh

Ragil menghela napas dan menghembuskan nya lagi. Ragil merasa kagum dengan dira, ia sangat bersimpati.

“yaudah, kita bakal naik bianglala tapi kita makan sesuatu dulu, gue laper” sambil menepuk perutnya.

“okeeh” dira memberikan jempol sebagai tanda persetujuan.

Mereka berjalan beriringan, menikmati jajanan pasar malam seperti arumanis, takoyaki, roti bakar, dan martabat. Keadaan membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak di sengaja seperti berpegangan tangan, saling menyuapi, saling tersenyum satu sama lain, tertawa bersama sambil bercanda ria. Kebersamaan ini membuat dira nyaman dan bahagia, perasaan ragil tumbuh semakin dalam dengan adanya moment ini.

“kita naik sekarang?” ucap dira

“ready?” ragil memberi ancang-ancang lalu kemudian mengulurkan tangannya pada dira.

“ready” dira menerima ulurannya dengan senang hati. Mereka pun bergandengan tangan di tengah kerumunan menuju bianglala.

Setelah mendapatkan tiket bianglala, mereka segera menaiki nya. Kali ini dira tidak merasa takut, ia menikmati moment ini, sepanjang perjalanan ini, bibirnya selalu tersenyum membuat orang yang memandangnya merasa tenang, ragil misalnya.

“Dir gue punya tebak-tebakan buat lo”

“Apa?”

“kalo lo berdiri di depan cermin sambil membawa 11 bunga mawar, apa yang lo lihat di sana?”

“emmmmmm ...” dira 

“diri gue sendiri lah”

“salah”

“Terus apa?”

“Lo akan melihat 12 bunga tercantik yang pernah ada”

Dira merasa bingung, namun tak lama ia menyadari hal tersebut. Dira tertawa, ragil memang pandai dalam bermain tebak-tebakan.

“Hahaha bisa aja lo” kata dira.

Waktu berjalan sangat lambat hari ini, Karena aku telah menghitung menit sampai kita bisa bersama untuk bertemu malam ini. Kamu adalah satu-satunya hal didunia yang tidak dapat aku tolak, aku ingin menghabiskan setiap menit denganmu disisiku. Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta itu, kamu adalah orang pertama yang mampu membuat jantungku berdetak lebih lambat dan lebih cepat pada saat yang sama setiap aku melihatmu, itulah yang ku tahu soal perasaan cinta. 

Malam ini kau cantik, ah tidak, setiap hari kau selalu cantik. Pun malam ini, kamu lebih bersinar dari bulan di malam paling terang ini. Dan setiap hari pun, bagiku kamu lebih bersinar dari matahari yang tidak berawan. 

Keadaan dengan kejam membuatku berporos padamu, walau sampai kini keadaan tak kunjung membuatmu menjadi milikku. Awalnya aku hanya bermiat mengangumi, kata mengangumi berevolusi menjadi mencintai. Dalam doa yang ku semogakan dalam diam, kuharap rasa yang kini ada dapat segera terbalaskan, dan aku dengan tegas dapat segera mengungkapkan. Egois rasanya, kelu rasaku di buatnya. Batinku terlalu lemah untuk menunjukan. Aku malam memilih mencintaimu dengan sembunyi.

Teruntuk puan yang hatinya entah untuk siapa, jika mendapatkanmu adalah arti berjuang dengan cara menunggu ketika semesta memberi restu, aku bersedia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status