Share

4. Masa Lalu

Weekend adalah hari yang paling dinanti-nanti oleh para pelajar sampai para pekerja. Bisa bersantai bersama keluarga, pasangan, teman, atau hanya sekadar rebahan di kasur.

Selesai mandi, Lintang mengambil ponsel di atas nakas, dan melihat aplikasi W******p, tidak ada chat dari Mario, pacarnya yang nun jauh di sana. Kalau dihitung-hitung ini hari ke tiga Mario tidak ada kabar.

Akhirnya dengan menurunkan ego, Lintang menghubungi Mario terlebih dahulu.

Lintang Nazeala

Mario, apa kabar?

Beberapa detik Lintang menunggu balasan, tapi tidak ada balasan padahal online. Dibaca saja tidak apalagi dibalas.

Chat lagi nggak, ya?

Tak lama kemudian muncul seorang perempuan yang masuk ke kamar Lintang.

"Lin, pinjam detergen dong, mau nyuci."

"Minta, Sya, bukan minjem," ralat Lintang ke tetangga kamarnya yang bernama Tasya itu.

Tasya hanya menyengir. "Eh iya, itu tahu."

"Ambil aja, ada di balik pintu."

Tasya langsung mengambil detergen, tapi sebelum dia keluar, Lintang memanggilnya.

"Sya, kalau misal ada orang online, tapi chat kita nggak dibaca apalagi dibalas. Tandanya apa?" tanya Lintang.

Tasya memikir sejenak. "Itu tandanya dia online bukan buat kita, karena kita nggak penting. Sesimpel itu, Beb. Yaudah mau nyuci dulu." Tasya pun keluar dari kamar Lintang.

Lintang memikirkan perkataan Tasya, tapi dia langsung mengenyahkan pikiran buruk ke Mario.

Nggak mungkin, dia lagi sibuk, Lin. Jangan negative thinking.

Tak lama kemudian, muncul sebuah pesan dari Cakra.

Kendranata Cakrawala

Lintang, nanti sore aku jemput, ya

Lintang hampir lupa kalau nanti malam memang ada pesta BBQ keluarga besar Cakra, padahal dia malas ke mana-mana karena kakinya masih sakit.

Lintang Nazeala

Cak, kaki aku masih sakit, nggak lucu kalau jalannya pincang

Kendranata Cakrawala

Nggak ada penolakan, pokoknya nanti aku jemput

Lintang bukannya membalas pesan Cakra, tapi malah mengirim pesan ke Tasya.

Lintang Nazeala

Sya, kalau ada yang cariin aku nanti. Bilang aku nggak ada, makasih

Kemudian Lintang mematikan ponselnya, dan mengunci kamarnya rapat-rapat, kemudian dia tidur. Berharap weekend-nya kali ini akan berjalan lancar.

***

Cakra keluar dari kamarnya, dia akan ke indekos Lintang karena perempuan itu sudah tidak bisa dihubungi. Di anak tangga terakhir dia berpapasan dengan Laras.

"Cak, aku mau ketemu Tante Sintia, minta ajarin bikin kue."

Cakra hanya mengangguk, dan berlalu begitu saja. Sekarang Cakra akan berusaha tidak peduli semua yang terjadi sama Laras. Baginya, Larasati Putri sudah mati.

Laras mengejar Cakra, lalu menahan tangannya. "Cak, ada satu hal yang kamu nggak tahu tentang aku."

Cakra menoleh lalu menaikkan sebelah alisnya. "Hm?"

"Aku nikah sama Aksa bukan karena aku nggak sayang kamu," Laras menyeka setitik air matanya yang jatuh, "keputusan yang berat adalah meninggalkan kamu, laki-laki yang telah jadi pacar aku selama tujuh tahun, aku udah nyaman sama kamu, sama Tante Sintia, sama Om Reza."

"To the point aja, bisa? Aku ada urusan!" ujar Cakra dengan ekspresi yang tidak nyaman berada di situ.

Laras menatap Cakra dengan tatapan sendu. "Karena aku udah nggak perawan, aku nggak mau cowo sebaik kamu dapat sisa."

"Oh."

"Cak, Aku khilaf."

Cakra menghempas tangan Laras. "Apa pun itu, aku udah nggak mau tahu tentang kamu lagi, Ras. Aku pernah cinta kamu dengan sangat, tapi pengkhianatan yang ada nggak mungkin aku lupain. Yang jelas bagi aku, Laras udah mati bersama kenangan."

Cakra langsung keluar dari rumah itu meninggalkan Laras yang masih menangis. Tujuh tahun Cakra mencurahkan seluruh isi hatinya untuk Laras, dan ending-nya Laras bersanding dengan laki-laki lain.

Bayangan masa lalu kembali terngiang di kepala Cakra.

Saat itu Laras dan Cakra baru masuk SMA. Mereka sekelas, dan Cakra diam-diam menyukai Laras, gadis cantik yang baik dan pintar, beberapa bulan mereka dekat, akhirnya Cakra menyatakan perasaannya ke Laras dengan romantis. Saat istirahat, di tengah lapangan, Cakra berlutut di hadapan Laras sambil menyanyikan sebuah lagu. Hal itu membuat para siswi berteriak, dan suara tepuk tangan pun terdengar saat Laras menerima cinta Cakra.

Meski banyak perdebatan tapi tidak membuat hubungan keduanya renggang, sampai masa SMA pun selesai, mereka memutuskan untuk kuliah di universitas yang sama, meski dengan jurusan yang berbeda. Walau dengan kesibukan masing-masing, mereka tetap bersama. Sampai akhirnya saat kelulusan setahun yang lalu, Laras ketahuan selingkuh dengan Aksa, entah sudah berapa kali mereka jalan bareng. Cakra pun memutuskan untuk berpisah dengan Laras dan membiarkan mantannya melanjutkan hubungannya dengan Aksa.

Beberapa bulan kemudian langsung terdengar kabar, bahwa Aksa dan Laras telah menyiapkan acara lamaran, dan kemudian mereka membahas acara pernikahan yang akan diadakan secara meriah.

Cakra sakit hati, tapi dia tidak ingin merebut apa yang telah menjadi milik orang lain. Move on adalah cara paling tepat.

Mobil Cakra pun berhenti di sebuah indekos dengan pagar hitam menjulang tinggi, setelah memencet bel, seorang perempuan pun membuka gerbang.

"Cari siapa, Mas?"

"Lintangnya ada?"

Tadi Lintang bilang nggak boleh kasih tahu kalau dia ada.

"Nggak ada, Mas. Ada urusan di luar."

Cakra tidak semudah itu percaya, karena Lintang lagi sakit kakinya tidak mungkin dia kelayapan.

"Mbak, kalau bohong nanti diazab, waktu Mbak Meninggal, nggak ada yang percaya, terus Mbaknya disuruh jalan ke kuburan sendiri."

Tasya yang lumayan takut dengan hal berbau horor, dia langsung mempersilakan Cakra untuk masuk, dan langsung memanggil Lintang di kamarnya, sementara Cakra duduk di ruang tamu.

Astaga polos banget, Mbak.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status