Share

5. Pesta BBQ

Cakra memapah Lintang turun dari mobilnya, sekarang mereka sudah berdiri di depan rumah mewah, kediaman Aryo. Entah kenapa, pria itu lebih suka tinggal sendiri hanya ditemani beberapa asisten rumah tangga, daripada tinggal bersama anak-anaknya. Sang istri, Diana sudah meninggal tiga tahun lalu karena penyakit komplikasi yang dideritanya.

Keduanya masuk ke dalam ruang tamu, beberapa keluarga telah berkumpul.

"Lho, aku kira Cakra datang sama perempuan yang lebih berkelas, ternyata cuma perempuan kampung yang nyasar ke Jakarta," celetuk Vania dengan entengnya.

Cakra yang mendengar hal itu langsung menyunggingkan sebuah senyuman. "Ini lebih baik, daripada menikung pacar saudara sendiri. Lebih hina mana?" Cakra terang-terangan menyindir Aksa yang sedang duduk di salah satu sofa.

Reza langsung menghentikan pertikaian ini. "Sudah-sudah, mendingan Lintang langsung ke belakang rumah untuk bantuin masak," Dia pun melirik ke adiknya, "Kamu juga Vania!"

Cakra pun langsung menggenggam tangan Lintang. "Ayo kita ke sana bareng."

Perlakuan Cakra begitu manis di mata Lintang, entah ini pura-pura untuk totalitas akting atau benaran dari hati, yang jelas Cakra terlihat manis di mata Lintang.

Di belakang rumah sudah banyak sanak saudara, yang Cakra pun malas untuk menyapa mereka, ternyata keluarga yang dari luar kota pada ngumpul semua.

Cakra memperhatikan raut wajah Lintang yang sepertinya tidak nyaman di sini, akhirnya dia merangkul Lintang semakin posesif.

"Semuanya, kenalkan ini calon istriku, namanya Lintang Nazeala." Cakra mengedarkan pandangannya ke sekeliling, membuat orang-orang menghentikan aktivitasnya.

"Kok pincang?"

"Frustasi nggak nikah sama Laras, selera kamu jadi rendah, ya."

"Cantikan Laras masa."

"Kok Tante Sintia dan Om Reza mau punya menantu kayak dia."

"Nggak nyangka Cakra seleranya jadi nol besar."

Lintang tidak tahu siapa nama mereka yang menghinanya, tapi yang jelas Lintang kembali sakit hati karena keluarga Cakra.

Nggak boleh lemah, Lin.

Baru saja Cakra ingin mengeluarkan suara, namun terhenti karena Lintang yang menjawabnya.

"Kalau fisik dan status sosial yang dijadikan penilaian untuk apa hati diciptakan," Lintang mengembuskan napasnya pelan, "aku mungkin nggak secantik dan sekaya Laras, tapi yang jelas aku nggak berkhianat."

Laras maju beberapa langkah, dia tahu yang dimaksud oleh Lintang adalah dirinya.

"Maksud kamu apa?" Pertanyaan Laras yang diabaikan oleh Lintang.

Cakra tersenyum. "Ya cukup kalian tahu, aku cinta Lintang lebih dari aku cinta Laras saat itu."

Cakra pun membawa wajah Lintang agar menatapnya, kemudian bibir Cakra menyentuh bibir itu. Dengan ritme yang lambat, Cakra bermain di atas bibir itu. Lintang yang belum mengerti bagaimana berciuman hanya terdiam.

Cakra menjauhkan bibirnya. "Buka bibirnya," perintah Cakra, "ikuti gerakanku."

Lintang hanya mengikuti perintah Cakra, dan mereka terbuai atas permainan itu tanpa memikirkan mereka jadi bahan tontonan.

"CAKRA!" teriak Reza yang baru datang, "di sini ada anak kecil."

Cakra masih melanjutkan permainannya, dia tidak peduli Reza sedang murka.

Akhirnya Lintang menjauh, dia mengeluh kakinya semakin sakit, dan tidak kuat berdiri. Cakra langsung menghentikan ciumannya dan menggendong Lintang ala bridal style.

"Sorry, Lintang," ujar Cakra saat mereka sudah di mobil. Cakra menyeka bibir Lintang yang basah, "yang tadi pertama buat kamu?"

Lintang hanya mengangguk, dia masih lemas atas kejadian tadi.

"Sama cowok kamu?"

Lintang menggeleng. "Selama ini aku selalu jaga diri, agar nggak disentuh sebelum halal."

"Sorry, Lin." Cakra semakin merasa bersalah.

"Aku juga salah, Cak. Aku menikmatinya."

Cakra meraih jemari Lintang dan meletakkan di dadanya. "Jantung aku berdegub kencang karena ciuman sama kamu."

Lintang tak menyangkal kalau dirinya pun sampai detik ini masih deg-degan.

"Lin, kalau aku akhiri kepura-puraan ini gimana?"

"Maksudnya?"

"Aku mau kamu jadi pacarku benaran, eh ralat, jadi calon istriku."

Lintang terkejut mendengar ucapan Cakra, dia langsung menggeleng kuat.

"Sorry, Cak. Aku punya pacar."

Cakra mengacak rambut Lintang. "Makasih Lin, kamu udah buat hatiku kembali bergetar."

"Sama-sama."

"Kalau kamu putus, kasih tahu aku. Biar aku yang gantiin posisi mantan kamu."

"Eh?"

Cakra tertawa kecil, lalu dia melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah itu.

Rambut aku yang diacak-acak, tapi hati aku yang berantakan.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status