Share

6. Putus

Lintang masih memikirkan kejadian kemarin malam, sedari tadi jarinya terus memegang bibir yang dinodai oleh Cakra.

Sekelebat memori pun terlintas di pikiran Lintang. Seminggu setelah wisuda S1, Lintang dan Mario duduk di sebuah kafe, ditemani obrolan ringan, sampai akhirnya Mario pun membahas sesuatu yang membuat Lintang terkejut.

"Lin," panggil Mario yang baru menyesap kopinya saat itu, "selama kita pacaran hampir empat tahun, aku belum pernah dapat apa-apa dari kamu."

Lintang mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu?"

"Ya kayak pasangan lain, misal sekadar kissing atau sesuatu yang lebih dari itu."

Lintang sudah mengerti ke arah pembicaraan itu. "Maaf, Yo. Aku akan memberikan hal itu ke seseorang yang halal, kita cuma pacar bukan suami istri."

Terlihat jelas raut wajah Mario saat itu berubah menjadi masam. Tidak ada lagi obrolan di antaranya, mereka hanya menghabiskan makanan masing-masing dalam keadaan diam. Tiga hari setelahnya pun Lintang mendengar kabar kalau Mario dapat beasiswa melanjutkan study di Australia.

Ngomong-ngomong tentang Mario, Lintang jadi rindu. Akhirnya Lintang pun meraih ponselnya dan melihat aplikasi chat dan sama sekali tidak ada dari kekasihnya itu.

Helaan napas panjang pun terdengar. Lintang mencoba menelepon Mario. Siapa tahu dia kan mengangkatnya.

Di deringan ke tiga terdengar suara berat. "Halo."

Lintang cukup lega karena Mario mengangkat teleponnya. "Yo, kamu lagi apa? Kenapa nggak pernah hubungi aku? Dan kenapa chat-ku, kamu abaikan?"

Mario mengembuskan napasnya. "Baru selesai olahraga ranjang dengan seorang perempuan cantik. Oh iya, kita putus aja, deh."

"Yo, kamu becanda!"

"Sebenarnya aku selingkuh dari kamu sejak aku di Australia, dan daripada kamu terus nungguin aku, lebih baik kamu cari yang lain."

"Yo—"

Belum sempat Lintang melanjutkan ucapannya, tiba-tiba Mario memotongnya. "Yang jelas dia bule cantik yang hot, nggak kayak kamu. Sok suci, selama kita pacaran aku nggak pernah dapat apa-apa."

Tiba-tiba panggilan pun terputus. Hal yang terjadi barusan seperti mimpi, Lintang tidak menyangka, cinta yang dia jaga selama bertahun-tahun berakhir pengkhianatan. Bahkan, keluarga Lintang sudah tahu tentang Mario, beberapa kali dia bercerita, bahwa ada teman kampusnya yang orang Jakarta akan datang ke Lombok untuk melamarnya suatu saat nanti.

Namun, itu seperti mimpi buruk di siang bolong. Kisah cintanya berakhir kandas dengan Mario.

Tanpa sadar air mata Lintang jatuh tanpa diperintah, dengan langkah tertatih, dia turun dari kasurnya dan membuka lemari untuk mencari serpihan kenangan yang telah dia simpan rapi.

Di kotak yang lumayan besar ada beberapa barang pemberian Mario, dan ada sebuah album fotonya bersama Mario.

Lintang menyeka air matanya, lalu menutup kembali kotak itu. "Sekarang semua telah menjadi kenangan."

Lintang teringat ucapan Cakra tempo hari.

Hati-hati cowoknya selingkuh, LDR itu cobaannya berat, cuma orang-orang kuat yang bisa bertahan.

Dan apa yang Cakra ucapkan telah menjadi kenyataan.

Lintang menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan perlahan, berharap rasa sesak di hatinya semakin reda. Dia tidak ingin menangisi cinta yang telah hilang, tapi dia juga tidak munafik kalau kehilangan Mario adalah sebuah kesakitan yang entah kapan akan hilang.

Lintang mengangkat kotak itu, lalu dia bawa keluar kamarnya.

"Mau ke mana?" tanya Tasya yang sedang menonton TV.

"Mau bakar kenangan."

Tasya langsung beranjak dari kursi dan meraih kotak di tangan Lintang. "Sayang dibuang, mending buat aku aja," Tasya membuka kotak itu, dan menemukan beberapa boneka, gantungan kunci, kalung, dan beberapa barang lainnya, "yaudah buat aku, ya, Lin."

Tasya ini anak rantauan dari Kalimantan, yang selalu hidup hemat, suka barang gratisan, tapi untuk kuota dia tidak pernah hemat.

"Yaudah, terserah. Sekalian itu album fotonya buat kamu."

"Makasih, nanti fotonya aku ganti jadi fotoku."

"Terserah."

Lintang pun kembali ke kamarnya, dia merebahkan tubuhnya di atas kasur, berharap hari esok menjadi lebih bahagia dari hari sekarang.

Baru saja Lintang menutup matanya, tiba-tiba suara Tasya memanggilnya dari luar, sembari mengetuk pintu.

"Apa?" tanya Lintang saat dia membuka pintu kamarnya.

"Tadi ada kurir datang bawain makanan, nih," Tasya memberikannya ke Lintang, "bagi dong, aku belum makan dari pagi, nih." Padahal itu akal-akalan Tasya saja, biar dapat makanan gratis.

Lintang membuka kotak makanan itu, lalu menemukan sebuah surat.

"Yaudah, kamu aja yang makan." Lintang hanya mengambil surat itu.

"Makasih, Beb."

Lintang kembali mengunci pintunya rapat-rapat, dan membaca surat itu.

Hai, Lintang Nazeala ...

Pasti kamu kaget, ya. Malam-malam ada orang iseng bawain makanan buat kamu. Jadi, itu aku sendiri yang masak, bukan sendiri sih tapi dibantuin Mama.

Entah kenapa hatiku tergerak aja pengin masakin buat kamu, hitung-hitung sebagai tanda terima kasih karena kamu udah mau bantuin aku, dan juga itu sebagai perminta maafan aku karena udah bawa kamu ke keluarga aku yang mulutnya pedas.

Semoga kamu suka sama makanannya, maaf kalau keasinan atau nggak enak, karena itu masakan pertama aku.

Ps: Jangan takut makan, nggak aku jampi-jampi. Dijamin 100% aman dan bersih.

- Kendranata Cakrawala -

Lintang pun langsung keluar dari kamarnya dan menemui Tasya.

"Sya, makanannya mana?"

"Udah masuk semua ke perut."

"Cepat banget."

"Abisnya enak."

Lintang jadi menyesal karena memberikan makanan itu ke Tasya, padahal dia juga pengin cobain masakan Cakra.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status