Jakarta
“Adiva hilang Bos! saat ini, mereka sudah mencarinya di sekitar Penthouse dan tempat yang sering dikunjungi, tetapi mereka masih belum mendapatkan hasil apapun,” ujar David kepada atasannya.
“Siapkan tiket penerbangan saya sekarang juga!” perintah Rafka kepada David.
“Oh ya, tolong ambil alih pekerjaan saya untuk sementara. Saya akan kembali setelah menemukannya,” lanjut Rafka.
“Baik, Bos.” David menganggukan kepalanya lalu pergi dari ruangan Rafka.
Tak lama, ponsel Rafka berdering. Rafka melihat sekilas nama yang tertera di layar ponsel sebelum mengangkatnya.
“Halo Raf,” sapa wanita paruh baya di seberang telepon.
“Iya Ma, ada apa?” tanya Rafka langsung.
“Malam ini Mama sudah menyiapkan acara makan malam keluarga, Kiara juga akan datang. Jadi, Mama harap kamu juga datang ke rumah karena Mama sudah mempersiapkan makanan kesukaanmu,” jelas Karina, ibunda Rafka yang tampak bersemangat.
“Maaf Ma, malam ini Rafka nggak bisa. Rafka masih ada urusan penting Ma,” balas Rafka.
“Urusan apa yang lebih penting Raf? Mama sudah periksa semua jadwal kamu, malam ini kamu free,” tegas Karina.
“Maaf Ma, tapi urusan ini benar-benar mendesak.”
“Mama nggak mau tahu, pokoknya kamu harus hadir malam ini. Mama nggak mau kalau sampai Papa marah karena kamu nggak datang.” Karina menutup sambungan teleponnya begitu saja setelah menyelesaikan ucapannya.
Sementara, Rafka hanya menghela nafasnya panjang sambil mengusap wajahnya kasar. Pikirannya kembali terfokus pada Adiva, istrinya yang harus ia sembunyikan bahkan dari keluarganya. Sudah selama 6 tahun Rafka menyembunyikan gadis itu di London. Semua itu ia lakukan untuk melindungi Adiva yang hampir meninggal karena perbuatan seseorang yang begitu membencinya.
Meskipun pernikahannya dengan Adiva hanya karena keadaan yang memaksa. Namun, jauh di lubuk hatinya, Rafka sangat mencintai Adiva meski ia tahu hati gadis itu bukan untuknya, tetapi Rafka akan tetap melakukan apa saja untuk melindunginya.
Lamunan Rafka buyar saat orang kepercayaannya mengetuk pintu ruangan.
“Semua sudah siap, Bos. Saya sudah mengurus semuanya,” pungkas David yang kini berdiri di hadapan Rafka.
“Baik, terima kasih David. Oh ya, satu lagi … saya ingin kamu membelikan hadiah untuk Kiara dan mengantarnya ke rumah. Sampaikan permintaan maaf saya karena malam ini tidak bisa datang.”
Seakan langsung mengerti maksud atasannya, David hanya menganggukan kepalanya kemudian pamit pergi dari hadapan Rafka.
***
London
Seorang wanita berambut honey blonde baru saja tiba di Bandar Udara Heathrow, London. Ia melangkah keluar bandara dan segera masuk ke dalam taxi yang sudah menunggunya.
Beberapa menit setelah mobil itu pergi, Rafka tiba di bandara dan sudah ditunggu beberapa orang pengawal yang ditugaskan untuk menjaga dan mengawasi Adiva selama ini.
Para pengawal itu dengan sigap memasukkan koper milik Rafka ke dalam bagasi mobil.
“Bagaimana? Apakah sudah ada hasil?” tanya Rafka kepada salah satu pengawal dengan postur tinggi tegap.
“Masih belum ada Tuan, tetapi saya sudah mengerahkan seluruh tim untuk menyebar. Saya yakin Nona belum meninggalkan London,” jawab pengawal itu.
“Baiklah, kalian sudah bekerja keras. Kita lanjutkan besok untuk mencarinya,” ujar Rafka sambil menepuk pundak pengawal itu.
“Baik Tuan, mari saya antar!” ucap pengawal itu sambil membukakan pintu pengemudi.
“Saya akan menyetir sendiri. Kalian bisa kembali lebih dulu!” perintah Rafka yang disambut dengan anggukan dari para pengawal itu.
Rafka mulai melajukan mobilnya, ia sudah sangat hafal dengan kota ini. London akan tetap menjadi tempat istimewa baginya. Bagaimana bisa ia melupakan tempat yang dipenuhi segala kenangan tentang wanita yang dicintainya.
Sejenak, ingatannya mulai kembali saat ia membawa Adiva datang ke London. Rafka masih mengingat jelas setiap tempat yang ia kunjungi bersama istrinya. Tanpa sadar, mobil yang dikendarai Rafka berhenti di beberapa tempat saat ia dulu membawa Adiva mulai dari London Eye hingga Tower Bridge.
Rafka berhenti sejenak sebelum melanjutkan perjalanannya. Kali ini, Rafka menghentikan mobilnya di sebuah Pub yang cukup besar. Kemudian, ia turun dari mobil dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat yang dipenuhi orang-orang yang membaur seperti tenggelam menjadi satu. Mereka menari mengikuti alunan musik yang semakin menggema di setiap sudut ruangan.
Bahkan, suara dentingan gelas yang diangkat di udara secara bersamaan terdengar cukup jelas tak kalah dari suara dentuman musik yang begitu keras. Rafka menghampiri seorang bartender yang bertugas dan langsung memesan segelas minuman beralkohol. Malam ini Rafka hanya ingin menghabiskan waktunya di tempat ini, berusaha untuk mengalihkan pikirannya.
Sudah beberapa gelas minuman yang ia habiskan, saat kesadarannya mulai menurun, Rafka mendapati sosok wanita yang sedang ia cari berada di seberang mejanya. Namun, sayangnya wanita itu pergi entah kemana ketika Rafka hendak menghampirinya.
Setelah beberapa hari Adiva menghilang, orang-orang suruhan Rafka mendapatkan informasi bahwa mereka melihat Adiva di salah satu hotel di pusat kota London. Seorang pengawal berjas hitam datang menghampiri Rafka “Kami sudah menemukannya, Tuan.” “Awasi apa yang dia lakukan dan bawa dia kembali malam ini!” perintah Rafka kepada para pengawalnya.“Baik Tuan,” sahut pengawal itu lalu pergi meninggalkan ruangan Rafka.Beberapa jam kemudian, para pengawal yang telah ditugaskan untuk mengawasi Adiva mendapati bahwa gadis itu berencana meninggalkan London.“Saat ini Nona menuju bandara dan akan meninggalkan London, Tuan.” “Langsung bawa dia sekarang juga!” Rafka langsung menutup sambungan teleponnya setelah memerintahkan para pengawal itu.Sementara, di bandara gadis berambut blonde yang sangat mirip dengan Adiva tampak kesal sambil menatap layar ponselnya. Ia menoleh beberapa kali saat merasa ada orang yang memperhatikannya. Namun, gadis itu mencoba menghiraukannya. Ketika ia melangkahkan
Saat hendak kembali ke kamarnya, Agatha melihat beberapa pengawal yang telah membawanya. Ia menghampiri para pengawal berjas hitam itu. Menyadari kedatangan Agatha, salah seorang pengawal dengan postur tubuh yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya menghampiri Agatha.“Ada yang bisa saya bantu Nona?” tanya pengawal itu dengan suara maskulinnya. Sementara Agatha menatapnya dengan tajam. Ia masih merasa kesal kepada para pengawal yang membawanya begitu saja.“Antar saya ke pub!” perintah Agatha membuat para pengawal yang mendengarnya kaget karena tidak biasanya Adiva ingin diantar ke tempat itu.“Maaf Nona tapi ….” Agatha menghela nafas kasar dan segera memotong ucapan pengawal itu. “Okay, okay saya paham.” Setelah berpikir sejenak, Agatha tersenyum dan membisikkan sesuatu di telinga pengawal itu.“Tapi ….”“Tidak ada tapi, saya akan pergi ke pub sekarang juga bagaimanapun caranya kalau kamu tidak menuruti apa yang saya minta,” tegas Agatha dengan seringai di wajahnya.Mau tidak m
Agatha tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan di London, ia ditemani oleh beberapa pengawal karena Rafka masih ada pekerjaan sehingga tidak bisa menemaninya pergi. Rafka hanya mengatakan bahwa ia akan menjemputnya saat Agatha selesai dengan kegiatannya. Saat ini tangan seluruh pengawalnya sudah penuh dengan barang-barang belanjaannya. Entah sudah berapa banyak uang yang ia habiskan Agatha tidak peduli. Mengingat keluarga Rafka yang begitu sukses, ia yakin kegiatan belanjanya hanyalah hal kecil bagi Rafka. Setelah puas mengitari seluruh tempat yang ada, saat ini Agatha masuk ke dalam sebuah salon kecantikan. Agatha berencana merubah penampilan rambutnya dengan warna yang lebih gelap.Tak terasa hari sudah semakin sore, Rafka sudah datang menjemputnya dan menyuruh para pengawalnya untuk kembali. Rafka begitu terpesona melihat penampilan baru Agatha yang tampak begitu alami.“Warna itu sangat cocok untukmu Div,” puji Rafka membuat pipi Agatha sedikit memerah.“Kita mau kemana?”
Keesokan harinya, Agatha dan Rafka suda berada di pesawat untuk kembali pulang ke Indonesia. Selama di penerbangan, Agatha lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur. Perjalanan panjang sangat membuatnya bosan dan mengantuk. Apalagi yang Rafka lakukan hanyalah bekerja dan membaca dokumen-dokumen penting yang telah dikirimkan seseorang bernama David sebelumnya. Agatha hanya bangun sesekali untuk menikmati beberapa makanan dan camilan yang disediakan oleh maskapai penerbangan ini. Namun yang gadis itu inginkan saat ini adalah menyesap segelas anggur merah. Sudah beberapa hari ini ia tidak merasakannya karena Rafka yang melarangnya. Dan sekarang Rafka selalu menolak pramugari yang menawarinya minuman yang cukup memabukkan itu. Alhasil Agatha menjadi kesal dan membuang pandangannya. “Ada apa?” tanya Rafka dengan lembut setelah menyadari perubahan mood Agatha. “Mau minum,” rengek Agatha seperti anak kecil. “Minum apa?” tanya Rafka lagi. “Mau itu.” Agatha menunjuk segelas wine y
Rafka terkesiap saat seorang wanita tiba-tiba memeluknya. “Aku kangen banget sama kamu Raf,” ucap Kiara kepada Rafka.Tak lama, Rafka melihat sekilas ke arah Agatha yang sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat ia melepaskan pelukan Kiara dan membawanya masuk ke dalam mobil. “Ada apa sih Raf, sikap kamu aneh banget,” kesal Kiara.“Nggak ada apa-apa semua baik-baik saja,” balas Rafka sambil menyuruh pak Beni, supirnya untuk segera pergi dari bandara. “Kamu yakin? kamu kelihatan kayak menghindari seseorang.”“Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku Raf,” lanjut Kiara sambil menggenggam tangan Rafka. “Itu cuma perasaan kamu aja Ra,” jawab Rafka.“Selama beberapa hari ini aku nggak bisa hubungi kamu, aku khawatir Raf. David bilang kamu ada urusan mendadak ke London,” celoteh Kiara lalu menyandarkan kepalanya di bahu Rafka. “Kamu nggak perlu khawatir,” ujar Rafka dengan singkat.“Aku sayang kamu Raf.” Kiara semakin menguatkan genggaman tangannya seolah tidak ingin melepaskan
Keesokan harinya, Agatha bangun tidur saat seluruh cahaya matahari memasuki kamar tidurnya. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan kemarin, Agatha memilih untuk merendam dirinya di bathtub berisi air hangat yang telah ia siapkan. Selesai mandi dan berganti pakaian, Agatha melangkahkan kakinya keluar kamar menuju dapur, perutnya sudah begitu lapar karena sejak semalam ia tidak makan dan langsung istirahat. Agatha membuka semua lemari dan isi kulkas yang telah terisi penuh dengan beberapa bahan masakan, makanan ringan, dan buah-buahan. Agatha menghela nafas lalu mengambil satu buah apel dan mencucinya. Ia melangkah menuju meja makan dan melihat beberapa makanan yang tersaji, tetapi sudah dingin. Sepertinya ada seseorang menyiapkan makanan itu untuknya. Agatha mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mencari keberadaan seseorang di dalam apartemen itu. Tak lama, terdengar suara khas pintu apartemen yang dibuka. Agatha sudah bersiap menunggu orang tersebut sambil memegang sapu yan
Rafka datang ke apartemennya untuk menemui Agatha, tetapi gadis itu sudah tertidur di kamarnya. Rafka tetap melangkah masuk ke dalam kamar untuk sekadar melihat wajah gadis itu. Selama tiga hari ini ia belum mengunjungi maupun menghubungi Agatha karena masalahnya dengan papanya. Rafka hanya tidak ingin emosinya akan mengganggu hubungannya yang sudah semakin membaik.Rafka meletakkan tangannya dan memeta wajah Agatha yang terlihat cukup mungil untuknya. Sesekali ia membenarkan anak rambut yang terjatuh di wajahnya. Tidak ingin mengusik Agatha, Rafka mencium kening gadis itu lalu beranjak dari tempatnya.Baru selangkah, ia merasa pergelangan tangannya ditahan. “Jangan kemana-mana,” ucap Agatha dengan suara serak khas bangun tidur.Rafka tersenyum lalu kembali duduk di samping ranjang. “Ma
Sambil menunggu Rafka keluar dari kamar, Agatha berinisiatif untuk memasak sesuatu. Ia berencana membuat sesuatu yang simpel. Agatha membuka kulkas dan lemari lalu mengambil beberapa bahan makanan. “Mau buat apa?” tanya Rafka yang membuat Agatha terkejut.“Astaga Rafka, bisa nggak sih nggak bikin aku kaget,” ucap Agatha dengan cemberut.“Maaf, maaf, habisnya kamu fokus banget. Mau masak apa sih?” tanya Rafka lagi.“Jujur … sebenarnya aku juga nggak tahu mau buat apa,” jawab Agatha dengan memasang wajah polos tak berdosa dengan bahan makanan yang masih ada di tangannya. “Aku kangen banget sama omelette buatan kamu deh,” sahut Rafka yang berhasil membuat Agtha terdiam. Gadis itu tampak berpikir sejenak. “ Aduh mampus! gimana kalau rasa omelettenya beda. Masak mie instan aja nggak yakin. Rafka pasti langsung sadar kalau rasanya beda. Masa iya diusir cuma gara-gara omelette,” teriak Agatha dalam hatinya.“Aku nggak serius kok, udah sini aku aja yang masak.” Agatha bernafas lega, tetapi