Share

6. Semakin Menderita

Penulis: A mum to be
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-13 21:02:42

            Teguran tadi membuat sepasang suami istri baru tersebut mematung seketika. Keduanya saling memandang dengan tatapan entah. Hingga beberapa detik kemudian Keenan mengulurkan tangan kanannya pada Lily.

“Nah begitu. Jangan lupa diambil buat dokumentasi ya,” kata Pak Penghulu pada orang suruhan Keenan yang tengah memegang kamera.

Sementara itu Lily menempelkan dahinya ke arah punggung tangan Keenan. Tak pelak sang pria pun mendekatkan bibir ke telinganya.

“Aku bersedia menjadi papa untuk anakmu, tetapi jangan pernah berharap agar aku menganggapmu layaknya seorang istri.” Ucapan yang hanya bisa didengar oleh Lily saja karena jarak mereka yang sangat dekat.

CUP!!

            Suami barunya itu mengecup singkat dahinya. Lantas kembali memundurkan tubuh menjauhi Lily.

Penderitaannya bukan berakhir. Malahan bertambah hanya karena status baru yang sekarang ia sandang. Sebagai istri dari seorang pria yang bahkan tidak dikenal sama sekali. Bodoh. Tentu saja. Namun, nalurinya sebagai seorang ibu mengalahkan kewarasan yang ada.

Akad nikah yang berlangsung singkat tadi sudah berakhir. Lily mendongakkan kepala ketika pamannya memanggil.

“Paman enggak tahu harus ngomong apa di akhirat nanti, Ly. Almarhum ayahmu pasti marah karena paman enggak bisa buat kamu bahagia. Langkah yang kamu ambil keliru, Nak,” ucap pamannya dengan wajah sendu. “Suami barumu itu kayaknya kejam sekali. Paman enggak yakin kalian bisa bahagia. Dia—”

“Sudah bicaranya?” potong Keenan yang sudah muncul entah dari mana. “Sekarang dia adalah istriku. Mulai sekarang dia dan anak itu akan tinggal bersamaku. Pergilah!”

“Hei, jaga bicaramu!” sentak sang paman. Dia menggeleng pelan karena tak habis pikir kalau pria yang menikah dengan keponakannya sekarang jauh lebih buruk dari suami yang pertama.

Keenan tersenyum miring. Lantas menarik paksa lengan Lily agar segera melangkah menuju mobil. “Hapus air matamu.”

“Kau jahat. Tidak punya hati. Dia pamanku!” sentak Lily yang masih memberontak. Sayangnya Keenan menggeram. Menekan lengannya hingga wanita itu meringis kesakitan.

“Jangan banyak membantah atau kau akan lebih menderita lagi,” tukas Keenan. Sama sekali tak peduli dengan air mata istrinya tersebut.

“Jangan sakiti Lily.”

Keenan menoleh ke arah pria paruh baya tersebut. “Apa yang kulakukan tergantung pada keponakanmu ini. Jadi mulai sekarang berhentilah untuk ikut campur!”

            Kini mereka sudah berada di dalam mobil. Lily masih terisak seraya memandangi sang paman yang masih berdiri mematung menatap ke arahnya. Dia mengangguk pelan lalu memaksakan senyum. Menggerakkan bibirnya seolah mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja.

“Kita mau ke mana?” tanya Lily ketika mobil yang dikendarai oleh sopir mulai melaju meninggalkan gedung KUA.            

Keenan tak menjawab. Pria itu sibuk berbicara dengan seseorang lewat panggilan telepon. Hingga lima menit kemudian barulah dia menoleh ke arah Lily.

“Anakmu suka yang jenis apa?” Tangannya menurunkan ponsel. Menunjukkan katalog online dengan beragam bentuk kue dan warnanya. “Cepat pilihkan!!”

“Untuk apa?”

Keenan berdecak sebal. “Kau hanya perlu tunjuk. Jangan banyak bertingkah!” Lily menghela napas pelan lalu memilih salah satu dari yang ada di sana. “Berapa usianya?”

“Empat tahun,” jawab Lily pelan.

            Setelahnya tidak ada ada lagi pembicaraan di antara mereka. Hingga setengah jam kemudian mobil yang dikemudikan oleh sang sopir kembali terparkir di area rumah sakit.

“Mulai sekarang panggil aku ‘abang’ di depan anakmu. Aku adalah papa baru untuknya,” tukas Keenan sebelum ke luar dari mobil. “Aku jalan duluan. Kau cepatlah berganti pakaian.”

            Lily mengangguk tanpa suara. Dia tak ubahnya seperti boneka yang dengan mudah dikendalikan oleh Keenan.

“Jangan pasang wajah murung kalau kau tak mau anakmu menjadi gila,” ucap Keenan ketika keduanya sedang berjalan menuju ruang rawatan Farel.

Tepat saat pintu tersebut terbuka, wajah tampan putranya sudah terlihat ceria. “Mama! Papa!”

Keenan tersenyum tipis lalu mendekat ke arah bocah usia empat tahun tersebut. Satu tangannya kini mendarat di puncak kepala Farel. “Kita pulang sekarang. Apa kau sudah siap, hemm?”

“Tentu saja,” sahut Farel cepat. “Mama dan papa punya kejutan apa?”

Mulut mungil Lily menganga setengah. Tak tahu juga hendak menjawab apa karena sampai sekarang dia masih memikirkan pernikahannya yang baru saja terjadi.

“Masih rahasia. Jadi kau belum boleh tahu.” Keenan yang menjawab sambil memandang ke arah Lily yang tampak kebingungan. “Mamamu juga tidak tahu. Ini urusanku.”

“Kau??” Lily lekas menutup mulutnya rapat-rapat saat melihat tatapan dingin Keenan. Lantas segera menunduk karena tahu bahwa dia sedang bersalah.

            Sekarang Farel sudah berada di dalam mobil. Sementara Lily dan Keenan masih mengurusi administrasi kepulangan bocah itu.

“Kau sudah berbuat kesalahan.” Keenan mencengkeram erat lengan kanannya. Tak peduli jika tindakannya tadi akan menyakiti sang istri.

“Maaf,” cicit Lily seraya melirik ke arah lengannya.

“Kau harus panggil apa padaku tadi, hemm?”

“A-abang,” jawab Lily dengan suara seraknya. “Maaf.”

“Kau harus dihukum.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Papa Baru untuk Anakku   141. Keluarga Yang Hangat (TAMAT)

    “Maafkan aku karena telah membuatmu hamil.” Pernyataan barusan membuat Lily yang tengah kesakitan sontak tertawa. Tak pelak sopir yang juga ikut mendengarnya terbahak tanpa sadar. “Abang?” rengek Lily di sela-sela kontraksi yang memelan sekejap. “Enggak pa-pa. Aku bisa. Jangan cengeng dong. Anak kita mau lahir. Masa’ papanya nangis.” “Iya, Tuan. Harus semangat supaya Nyonya kuat lahirannya.” Sang sopir juga tak mau kalah memberikan dukungan. “Kalian benar.” Keenan menyeka cepat air matanya yang sudah membasahi pipi. “Aku harus mendampingimu di ruang bersalin nanti. Kalau dokter melihatku lemah, mereka tidak akan mengijinkanku masuk.” Lily tersenyum mendengar ucapan suaminya. Tak berapa lama mobil pun tiba di tempat tujuan. Keenan pun memekik dari arah luar agar para petugas menyiapkan kursi roda untuk istri tercintanya. Seorang bidan yang kebetulan bertugas shift sore memeriksa jalan lahir Lily. Lantas mengatakan, “Ini masih pembukaan sembilan lebih. Sebentar lagi waktunya ber

  • Papa Baru untuk Anakku   140. Menjelang Persalinan

    “Hai, Tante!” sapa Farel sembari melambaikan tangannyan ke arah Lisna. Bocah polos itu bahkan sudah bergerak untuk salim pada wanita yang ada di depan mereka. Lisna pun mengangguk sambil tersenyum. “Kau sudah semakin besar ya.” “Iya dong,” sahut Farel cepat. “Aku juga mau punya adik.” “Ya.” Lagi-lagi Lisna hanya bisa mengangguk saja. Dia pun menoleh pada Lily lalu berkata, “Selamat ya atas kehamilannya.” “Terimakasih.” Kali ini Keenan yang menjawab dengan sorot mata tidak bersahabat. Dia masih menyimpan amarah atas perbuatan Lisna kala itu. “Maafkan aku.” “Sudahlah. Jangan dipikirkan lagi,” kata Lily yang kini sudah tersenyum manis. “Kamu apa kabar?” “Aku … baik.” Tak lama setelah itu mereka mendengar nama Lisna yang dielukan oleh seseorang. Semuanya sontak menoleh. “Sayang, kamu di sini?” Dimas. Pria tersebut terlonjak kaget begitu melihat tiga orang yang sekarang bersama Lisna. Dia pun jadi salah tingkah. “A-aku dan Dimas —” “Bulan depan kami akan tunangan,” potong Dima

  • Papa Baru untuk Anakku   139. Lily Yang Manja

    Farel sangat bersemangat bercerita dengan Adrian tentang kabar janin yang dikandung oleh sang mama. Dia bahkan sama sekali tak menggubris kue dan camilan yang disediakan di atas meja. Seperti biasa. Suaranya selalu mendominasi di antara para orang dewasa.“Wah. Papa turut senang karena sebentar lagi kamu mau jadi seorang kakak.” Adrian merespon dengan kuluman senyumnya. Lantas dia menoleh ke arah Lily yang tengah mengusapi perut buncitnya. Jujur kalau memang sampai sekarang rasa cinta itu masih belum memudar.“Ya sudah. Papa antar kau ke atas untuk bersiap-siap ya.” Keenan bangkit dari duduknya lalu menggamit tangan Farel. Meninggalkan Lily bersama Adrian yang masih berada di ruang tengah. Suasana berubah menjadi hening. Hingga kemudian Adrian memilih untuk berbicara terlebih dahulu. Dia tersenyum getir menyaksikan sang mantan istri yang kini sedang berbadan dua.“Selamat ya untuk kehamilan kamu.”“Makasih, Mas.” Lily mengangguk sambil tersenyum. “Jangan lu

  • Papa Baru untuk Anakku   138. Persiapan Tujuh Bulanan

    “…, ya. Dia laki-laki seperti dirimu.”“Laki-laki?” ucap Farel mengulang pernyataan sang dokter. Pria berjas putih itu mengangguk singkat sambil tersenyum.“Kau senang?” tanya Keenan yang dilangsung diiyakan oleh Farel tanpa jeda.“Aku punya teman. Yeay!!” soraknya lagi. Setelahnya dokter pun menginformasikan pendidikan kesehatan tentang kehamilan pada Lily dan Keenan. Kini pasangan suami istri tersebut saling menggenggam sembari tersenyum penuh.“Usia kehamilan Anda sudah masuk 22 minggu. Semoga prediksi jenis kelamin tetap tidak berubah ya.”“Kalaupun adikku perempuan tidak masalah,” celetuk Farel masih dengan keceriaan yang sama. “Nanti aku bisa minta papa untuk—”“Sayang?” potong Keenan cepat. “Tali sepatumu terlepas.” Atensi bocah usia empat tahunan itu pun teralihkan. Beruntung percakapan tadi tidak berlanjut. Kalau tidak bisa dipastikan bahwa Keenan dan Lily akan merasa malu. Tahu bahwa anak mereka tersebut mengutarakan hal yang menggelikan.“Makanya

  • Papa Baru untuk Anakku   137. Detak Cinta

    “Aku mau adik laki-laki,” ucap Farel ketika keluarga kecil mereka baru saja beristirahat usai berjibaku di dalam kolam renang. Matanya berbinar ketika ikut meletakkan tangan di perut buncit sang mama. “Sepertinya kau yakin sekali,” goda Keenan yang kini sudah menempelkan telinga di bagian sisi perut yang lain. Pria itu mengerjap ketika merasakan sesuatu menendang dari dalam sana. Membuat dia dan Farel terkekeh serempak lalu sibuk berdebat tentang jenis kelamin calon anggota keluarga baru mereka tersebut. “Tuh ‘kan? Dia bilang kalau akan menjadi temanku bermain badminton nanti.” Kali ini Farel justru merasa sangat percaya diri dengan tebakannya. Sementara Lily hanya tersenyum sembari mendengar dua pria beda usia yang dicintainya itu berdebat terus-terusan. Pemandangan indah yang sudah lama ia dambakan sejak jauh hari. Tak lama kemudian dirinya menyingkirkan tangan mereka dan bersiap hendak bangkit dari kursi. “Ma, katakan kalau adikku laki-laki,” rengek Farel yang ham

  • Papa Baru untuk Anakku   136. Jangan Jadi Ayah Seperti Daddy

    “Om minta maaf ya.” Namun, Keenan masih membungkam mulutnya. Sama sekali tak menggubris permintaan maaf dari pria paruh baya tersebut. Sementara Lily yang memang gampang sekali kasiha menatap wajahnya dengan iba.“Bang, kasihan sama Dokter Faisal.” Lily meremas lembut telapak tangan suaminya agar respon. Barulah Keenan berdecak pelan lalu menoleh ke arah tamu yang tak diharapkannya itu.“Om tidak salah apa-apa.”“Iya, Nak, tapi Lisna—”“Itu tidak ada sangkut pautnya dengan Om,” tegas Keenan dengan rahang yang sudah mengetat. “Dari dulu Om selalu menutupi kesalahannya. Memanjakannya dan selalu jadi tameng. Lihatlah sekarang! Dia bahkan hampir menjadi seorang pembunuh. Untungnya janin di kandungan istriku bisa selamat.”“Lily hamil?” Dokter Faisal semakin merasa bersalah.“Ya.” Keenan lantas menatap kesal dokter kepercayaan keluarganya itu. “Sebenarnya aku ingin melaporkannya pada polisi, tetapi gagal karena istriku yang mencegah. Jadi sebagai gantinya aku mohon dengan san

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status