Share

6. Semakin Menderita

            Teguran tadi membuat sepasang suami istri baru tersebut mematung seketika. Keduanya saling memandang dengan tatapan entah. Hingga beberapa detik kemudian Keenan mengulurkan tangan kanannya pada Lily.

“Nah begitu. Jangan lupa diambil buat dokumentasi ya,” kata Pak Penghulu pada orang suruhan Keenan yang tengah memegang kamera.

Sementara itu Lily menempelkan dahinya ke arah punggung tangan Keenan. Tak pelak sang pria pun mendekatkan bibir ke telinganya.

“Aku bersedia menjadi papa untuk anakmu, tetapi jangan pernah berharap agar aku menganggapmu layaknya seorang istri.” Ucapan yang hanya bisa didengar oleh Lily saja karena jarak mereka yang sangat dekat.

CUP!!

            Suami barunya itu mengecup singkat dahinya. Lantas kembali memundurkan tubuh menjauhi Lily.

Penderitaannya bukan berakhir. Malahan bertambah hanya karena status baru yang sekarang ia sandang. Sebagai istri dari seorang pria yang bahkan tidak dikenal sama sekali. Bodoh. Tentu saja. Namun, nalurinya sebagai seorang ibu mengalahkan kewarasan yang ada.

Akad nikah yang berlangsung singkat tadi sudah berakhir. Lily mendongakkan kepala ketika pamannya memanggil.

“Paman enggak tahu harus ngomong apa di akhirat nanti, Ly. Almarhum ayahmu pasti marah karena paman enggak bisa buat kamu bahagia. Langkah yang kamu ambil keliru, Nak,” ucap pamannya dengan wajah sendu. “Suami barumu itu kayaknya kejam sekali. Paman enggak yakin kalian bisa bahagia. Dia—”

“Sudah bicaranya?” potong Keenan yang sudah muncul entah dari mana. “Sekarang dia adalah istriku. Mulai sekarang dia dan anak itu akan tinggal bersamaku. Pergilah!”

“Hei, jaga bicaramu!” sentak sang paman. Dia menggeleng pelan karena tak habis pikir kalau pria yang menikah dengan keponakannya sekarang jauh lebih buruk dari suami yang pertama.

Keenan tersenyum miring. Lantas menarik paksa lengan Lily agar segera melangkah menuju mobil. “Hapus air matamu.”

“Kau jahat. Tidak punya hati. Dia pamanku!” sentak Lily yang masih memberontak. Sayangnya Keenan menggeram. Menekan lengannya hingga wanita itu meringis kesakitan.

“Jangan banyak membantah atau kau akan lebih menderita lagi,” tukas Keenan. Sama sekali tak peduli dengan air mata istrinya tersebut.

“Jangan sakiti Lily.”

Keenan menoleh ke arah pria paruh baya tersebut. “Apa yang kulakukan tergantung pada keponakanmu ini. Jadi mulai sekarang berhentilah untuk ikut campur!”

            Kini mereka sudah berada di dalam mobil. Lily masih terisak seraya memandangi sang paman yang masih berdiri mematung menatap ke arahnya. Dia mengangguk pelan lalu memaksakan senyum. Menggerakkan bibirnya seolah mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja.

“Kita mau ke mana?” tanya Lily ketika mobil yang dikendarai oleh sopir mulai melaju meninggalkan gedung KUA.            

Keenan tak menjawab. Pria itu sibuk berbicara dengan seseorang lewat panggilan telepon. Hingga lima menit kemudian barulah dia menoleh ke arah Lily.

“Anakmu suka yang jenis apa?” Tangannya menurunkan ponsel. Menunjukkan katalog online dengan beragam bentuk kue dan warnanya. “Cepat pilihkan!!”

“Untuk apa?”

Keenan berdecak sebal. “Kau hanya perlu tunjuk. Jangan banyak bertingkah!” Lily menghela napas pelan lalu memilih salah satu dari yang ada di sana. “Berapa usianya?”

“Empat tahun,” jawab Lily pelan.

            Setelahnya tidak ada ada lagi pembicaraan di antara mereka. Hingga setengah jam kemudian mobil yang dikemudikan oleh sang sopir kembali terparkir di area rumah sakit.

“Mulai sekarang panggil aku ‘abang’ di depan anakmu. Aku adalah papa baru untuknya,” tukas Keenan sebelum ke luar dari mobil. “Aku jalan duluan. Kau cepatlah berganti pakaian.”

            Lily mengangguk tanpa suara. Dia tak ubahnya seperti boneka yang dengan mudah dikendalikan oleh Keenan.

“Jangan pasang wajah murung kalau kau tak mau anakmu menjadi gila,” ucap Keenan ketika keduanya sedang berjalan menuju ruang rawatan Farel.

Tepat saat pintu tersebut terbuka, wajah tampan putranya sudah terlihat ceria. “Mama! Papa!”

Keenan tersenyum tipis lalu mendekat ke arah bocah usia empat tahun tersebut. Satu tangannya kini mendarat di puncak kepala Farel. “Kita pulang sekarang. Apa kau sudah siap, hemm?”

“Tentu saja,” sahut Farel cepat. “Mama dan papa punya kejutan apa?”

Mulut mungil Lily menganga setengah. Tak tahu juga hendak menjawab apa karena sampai sekarang dia masih memikirkan pernikahannya yang baru saja terjadi.

“Masih rahasia. Jadi kau belum boleh tahu.” Keenan yang menjawab sambil memandang ke arah Lily yang tampak kebingungan. “Mamamu juga tidak tahu. Ini urusanku.”

“Kau??” Lily lekas menutup mulutnya rapat-rapat saat melihat tatapan dingin Keenan. Lantas segera menunduk karena tahu bahwa dia sedang bersalah.

            Sekarang Farel sudah berada di dalam mobil. Sementara Lily dan Keenan masih mengurusi administrasi kepulangan bocah itu.

“Kau sudah berbuat kesalahan.” Keenan mencengkeram erat lengan kanannya. Tak peduli jika tindakannya tadi akan menyakiti sang istri.

“Maaf,” cicit Lily seraya melirik ke arah lengannya.

“Kau harus panggil apa padaku tadi, hemm?”

“A-abang,” jawab Lily dengan suara seraknya. “Maaf.”

“Kau harus dihukum.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status