Share

7.1 Ingatan Roy

"Tuan. Roy tetapi dia belum menanda tangani gulungan itu." 

"Berikan gulungan itu biarkan dia menandatangani di ruangan pangeran. Supaya dia tahu rasanya." Firasatku seperti tidak enak saat si Roy ini membicarakan pangeran tersebut. "Eh, apakah pangeran itu akan memakanku?" Aku berbisik kepada kasim yang berada dibelakangku ketika Roy sibuk mengikat dan menarik pergelangan tanganku layaknya tahanan.  Si kasim pun menggeleng-geleng dan aku pun terkejut karena Roy langsung mengetuk dahiku.

"Omong kosong macam apa yang kau katakan. Pangeran adalah orang yang bijaksana dan baik hati. Sekarang ikuti aku dan pergi ke ruangannya."

"Galak sekali,"aku mengelus keningku dan tak selang berapa menit kemudian  ia telah membawaku ke dalam ruangan misterius sendirian. Ia juga meninggalkanku bersama gulungan kayu. Di sana ada lelaki tampan duduk tanpa menghiraukanku. Aku melihat sekeliling kamarnya sambil menunggu  selesai membaca. Ah, ruangan di dalam istana ini adalah ruangan pribadi untuk belajar dan membaca.

Aku hanya berpikir apakah aku salah berpindah dimensi? Seketika itu pikiranku melayang, sejauh ini yang kutahu. Dewa adalah makhluk tertinggi, artinya tidak mengalami generasi kehidupan, abadi, punya kekuatan yang luar biasa dan bisa mengetahui semuanya. Tetapi kau tahu?   sebagian kecil itu  kebohongan. Abadi dan tidak bergenerasi itu tidak ada, kau tahu? Mereka itu bukan Tuhan.

Semua yang kasat matapun bisa mati dan mereka berkembang dari anak-anak dan cucunya.   Apalagi berbicara hal tentang kehidupan dewa yang kekal dan lebih modern dari manusia aslinya. Kenyataannya bukan seperti itu. Kemungkinannya omonganku akan dipercaya hanya diujung bibir dan selebihnya menghilang dari otak mereka (manusia) . Jika saja aku tidak terdampar di tempat ini, aku  juga tak akan percaya kalau kehidupan mereka seperti ini. 

Di dunia ini mereka bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan para manusia. Hebat bukan? Inilah bukti kalau dewa memang ada. Terlebih lagi mereka sudah berani menunjukkan dirinya dan akhirnya  bisa menghilangkan kecemasan mereka. Problem yang sebenarnya kalau manusia lupa tentang keberadaan mereka, malahan tak lagi dipercaya. Inilah yang menjadi  kecemasan para dewa jika tidak diingat. Mereka akan menjadi makhluk mitos atau mitologi yaitu hanya sekumpulan kepercayaan atau cerita dongeng.

Oh, iya kehidupan para dewa ini sangat menarik. Mereka bisa mengalami masa atau zaman tertentu. Seperti manusia yang bisa memulai hidupnya dari zaman batu sampai waktu yang modern ini. Untungnya aku tidak berpindah di zaman batu, mungkin aku akan menjadi barang unik. Aku juga tidak mau hidup di masa setelahnya dan masa kegelapan, bagiku hidup di masa itu sama-sama merepotkan.

 Sialnya, kau tahu? Aku berada di masa kegelapan yang di mana aku bisa saja terjebak dalam kepintaranku sendiri. Tiba-tiba aku terkejut, pangeran melihatku.

"Apa yang kau pikirkan," Pangeran dewa itu menjentikkan jari keberapa kalinya di depan wajahku. Aku pun berkedip cepat.

"Bagaimana? kau tertarik dengan duniaku?" Pangeran memperhatikanku. Aku mengalihkan ke topik lain.

"Oh, iya kau tahu banyak tentangku ya? Bagaimana bisa kau memilihku  sebagai dewi kebenaran?"

"Coba tebak, apakah  dengan hitungan rasi bintang atau kita pernah bertemu sebelumnya dan kau melakukan perjanjian denganku? Bagaimana kau setuju  bekerja sama denganku? " ia membungkuk menatapku dalam.

"EH." Pangeran ini mulai berbicara ngawur, aku tanya apa dia jawab apa.

"Jika  aku menolaknya apa yang terjadi?"

"Mudah saja. Aku bisa saja memberi makan siluman dengan tubuhmu." Dia mulai mengancamku dengan cara mengerikan, yang aku ingat siluman di sekeliling istana ini sungguh mengerikan, ia berada di dalam sungai. Aku tidak melihat secara jelas, namun aku ingat suara jeritan dari dalam sana saat ku pingsan, dan orang-orang ini membawaku ke  sini.  Kalian jangan pikir aku pingsan tak mengetahui apapun. Aku ini sebuah robot sedikit manusia. Jadi aku benar-benar tidak tertidur. Posisiku hanya diam namun bukan berarti aku tidak bisa melakukan apapun, ini suatu cara agar aku dapat mengetahui rencana mereka. Lagi pula posisi mereka tidak mencelakaiku saat itu. Mereka pikir dengan memukul area leher atau punggung bisa membuatku terjatuh! Heoh! Yang benar saja.

"Kau makin kesini suka melamun ya?" Pangeran mengetuk hidungku dengan jari telunjuknya.

"Eh, hahahaha yang benar saja. Kau tidak punya kertas atau digital lainnya untuk ku tanda tangani?" Aku mengambil pena dan menuliskan namaku di sana. Ancamannya menyebalkan, enak saja. Aku menjadi makanan siluman bar -bar di sana? Tidak akan pernah terjadi.

Pangeran itu tersenyum sehingga membuat wajahnya menjadi sangat tampan namun sosoknya membuatku merinding, alhasil aku tidak lagi memujinya bahkan senyumnya kalah saing dengan sosoknya.  Akupun bergeser menjaga jarak darinya, dan sepertinya ia mulai merasakannya sehingga membicarakan keuntungan denganku.

"Kau tak perlu takut. Tenang saja. Lagi pula kau selalu diuntungkan karena  bertemu denganku   setiap saat selalu cuci mata karena melihat  pria tampan, dan selalu mendapat perlindunganku,  sehingga suatu saat kau  memujiku  sebagai  orang yang bijaksana dan adil. Kau akan menyebutku dan menyukaiku nanti."

Aku tawa terpaksa barusan  ia memuji dirinya sendiri sampai-sampai tanganku  meremas gulungannya.

"Setelah ini aku ingin kau ikut ke balai pertemuan bersamaku."

"Hah, yang benar saja, hari ini aku sudah bekerja begitu?"

"Jangan banyak bicara, ikuti saja aku. Aku ingin mendeklarasikan dirimu."

"Jadi kau benar-benar menjadikanku dewi yah?" Pangeran itupun tersenyum melihatku dari bawah ke atas, "kau lihat apa?"

"Ngomong-ngomong, pakaianmu ini aneh sekali sangat ketat dan vulgar."

"Pakaianku? Ah, Ya!" Aku melihatnya pakaianku memang berbeda darinya tak aneh dia memandangku penasaran,  wajar saja karena aku berdandan cukup nyentrik ala E-gril. Memakai bawahan celana pensil,  atasan  jaket crop top dan tanktop serta beberapa lainnya aksesoris ala punky: hitam,  berchoker, dan bertindik. Namun aku tak gila memberitahunya kalau aku menindik lidahku bisa-bisa aku langsung dibuang ke dalam sungai untuk makan siluman. 

"Itu anu. Kau tidak pakai penutup dada?" tiba-tiba bertanya.

Aku pun tercengang."Hah? Apa itu?" Pangeran itu langsung menampar dahinya.

"Sudahlah, mungkin di dunia mu banyak perempuan lebih senang vulgar." Ia menggaruk kepalanya dengan malu-malu tingkahnya itu berhasil membuatku terus memandangnya alhasil ia merona, kalau boleh bilang pangeran ini sangat imut dan lucu.

"Hei! pipimu memerah tuh." Aku menunjuk pipinya dengan gulungan lalu ditepis olehnya.

"Ganti pakaianmu dengan yang di sana." Pangeran itu menunjuk gaun yang telah disediakan oleh pelayan istana. Ia berusaha menghilangkan malunya saat itu juga aku tertawa kecil, ternyata pangeran itu sangat pemalu. "Sebelum kau pergi siapa namamu?" Aku menanyakannya alih-alih menghilangkan emosinya sesaat.

 "Xiao Bai." Ia menjawabku, ku pikir tadinya ia tak akan menanggapiku karena terlibat  emosi.

"Oh, China ya?" Lagi-lagi aku keceplosan usil.

"Apa-apaan kau pikir aku orang mana?" 

"Kazakstan." Jawabku cepat sembari menyengir, setelahnya aku takut dia tiba-tiba menoyor dahiku jadi aku menutupi dahiku pakai tangan.

"Di mana itu?" Namun sesaat ia malah penasaran, ia melongo menanyakan lokasi. Dasar anak kecil!

"Ada di lubang hidungku." Omong-omong aku tak kalah anak kecilnya daripada dia.

"Kau mau mati ya bicara sembarangan." Pangeran menatap datar dan terjadi pukul-pukulan.

"Iya iya maap." Aku memohon dan pangeran mendengus seperti anak kecil.

"Secepatnya kau ganti pakaianmu, dan bantu aku di pertemuan karena hari ini ada kasus."

"Syap Sir," aku memberi hormat seperti tentara, ia melihatku dengan aneh lagi.

Setelah sejam berdandan pelayanpun akhirnya datang karena mengira aku tak bisa berdandan baik. Kau tahu pakaian ala kerajaan china itu tebal,  kain-kainnya juga lebar. Jenis pakaian yang kugunakan adalah hanfu. Si pelayan membantuku merapikan gaunku. Aku menyebutnya gaun supaya terlihat lebih anggun.

" Nona, apakah rambutmu tidak mau ku ubah?" 

"Tidak perlu aku lebih suka dikuncir."

"Tetapi, Nona..." ia menggantung kalimatnya menahan kelucuan.

"Tidak usah cemas bagaimana dengan pangeranmu apakah dia di kamarnya?"

"Nona pangeran ada pertemuan dengan pengawalnya."

"Tinggalkan aku sendiri dulu ya!"

"Tapi nona!"

"Shuh pergi!" Aku mendorongnya ke tepi pintu agar ia tak buat ulah lagi dan ini kesempatanku untuk mencari tahu apa yang terjadi di dalam istana ini.

(Bersambung)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status