Share

7. Ingatan Roy

Wanita itu memberikan ku pakaian dan membagi menjadi dua kamar, anak kecil tidur bersamaku karena kami sama-sama perempuan sedangkan Roy menempati kamar di sisi kiri wanita baya itu. Ia menempati kamar bekas suaminya, setelah bermenit membicarakan rupa siluman dan perjanjian mereka aku memahami masalahnya. Siluman itu menagih janji pengiriman perempuan untuk diperistrikan namun di sini perempuan cantik yang sehat sudah tak ada lagi.

Aku tahu bagaimana ketakutan mereka saat ini jika siluman itu tiba-tiba mendatangkan angin besar atau tsunami karena mengingkari janji , tetapi alasan mereka tak buat aku percaya sepenuhnya karena tak ada detail yang diceritakan oleh mereka tentang  perjanjian itu. Di sini lagi-lagi aku mengambil kesempatan menguliknya.  "Oh iya Bi boleh tanya sesuatu? Sejak tadi aku penasaran apakah ini?  tidak melanggar privasi?"

"Jangan sungkan nona tanyakan saja!" Ia meletakkan beberapa teko dan cangkir di meja.

"Sebenarnya apa yang kalian minta dari para siluman itu sehingga mereka menagih janji dan membuat hukuman seperti ..." aku menggantung kalimatku memperhatikan wajah bibi tersebut yang tiba-tiba sedih.

Ia menghela napas sambil berdiri, "sebenarnya ini telah menjadi ritual dahulu, pendahulu kami membuat kesepakatan dengan meminta bantuan siluman agar  bisa membuat suku perempuan cantik, keajaiban itupun terwujud dan  di seluruh dunia semua orang mengagumi kecantikan perempuan di sini. Banyak yang mengagungkan dan menikahi mereka karena kecantikan mereka  awalnya iblis hanya meminta satu wanita untuk dikorbankan setiap tahun, namun perjanjian jadi berubah mereka menginginkan setiap bulan dikirimkan perempuan cantik, dan pendahulu kamipun setuju-setuju saja tanpa memikirkan kedepannya seperti apa nanti. Di tahun keseratus lima belas kelahiran perempuan menjadi sedikit. Mereka meminta kesepakatan dikendurkan dan kelahiran perempuan ditambah. Kesepakatan pun tidak terjadi.  Akhirnya suatu hari suamiku membuat pemberontakan bersama pria lainnya berusaha mengusir kemalangan yang didatangkan oleh iblis itu, namun suamiku tiba-tiba menghilang dan semua jadi menyalahkanku, dan iblis tertawa dihadapan kami, mereka menjadi kuat dan bertindak kejam karena  menginginkan persembahan, tetapi aku tidak bisa memberikannya karena kelahiran perempuan sudah sedikit, warga terus mendesakku atas apa yang telah dilakukan oleh suamiku, janji untuk lolos dari kesepakatan  tiba-tiba menghilang. Kekecewaan warga membuatku terdesak hingga memberikan putriku sebagai korban. Aku..." Ia terduduk sambil meneteskan air mata. "Aku sungguh menyesalinya Nonaaa!"

"Aku adalah anak dari leluhur yang membuat kesepakatan tersebut. Anakku sudah menjadi persembahan karena kelalaian suamiku, melihat itu hatiku hancur berkeping-keping." Ia menangis tersedu-sedu. "Tidak, suami ku pasti punya alasan menghilang. Ini  semua salahku nona! aku bukan ibu yang baik! Hiks... tetapi berkat persembahan putriku yang cantik aku memohon perjanjian persembahan hanya dilakukan satu wanita pertahun lalu mereka mengiyakannya. Hatiku sakit... sakit sekali!" Ia mengelappipinya sambil berusaha melanjutkan ceritanya.

"Jika tahun ini kami kesulitan memberikan persembahan warga pasti menyalahkanku lagi, tahun lalu aku tidak memberikan persembahan tsunami dan angin besar berdatangan tanpa henti. Kali ini mereka menagih janjiku, jika tidak ia akan membunuh semua kehidupan di sini. Apa yang harus kulakukan Nona? Putriku sudah tewas dan kelahiran perempuan pun sudah tak ada? desaku sudah miskin. " Ia terus menangis sesenggukan  melihatnya yang bercucuran air mata seperti itu entah kenapa hatiku ikut pilu. Aku mengelap kedua pipinya. 

"Jadi nona apakah Anda bersedia untuk berpura-pura menjadi pengantin atau persembahan untuk siluman itu?" Tiba-tiba ia menatapku dengan memohon. Aku ragu untuk menjawabnya cepat, sepertinya iblis itu sangat jahat. Bibi itu memegang kedua tanganku sambil memohon kalau menolak hidup nya akan sangat mengenaskan, namun aku tetap harus ambil resiko ini.

"Baiklah, lagi pula aku tak akan menarik kata-kataku lagi." Jawabku dengan percaya diri, namun tidak dengan tubuhku yang gemetar ini. Aku pun tersenyum,  "Lalu bagaimana jika..." bibi menyambung lagi dan ku potong. 

"Tidak perlu khawatir aku banyak cara untuk melarikan diri."

"Tetapi kak, katanya siluman itu kuat." Anak kecil itu menyahut dari atas ranjang karena mendengar percakapan kami.

"Roy akan mengawasiku kau jangan khawatir." Kataku  meskipun nanti  Roy menjadi tameng pertamaku aku pun tetap punya persiapan dan tidak mungkin kan? kondisi terdesak terus bergantung padanya. Pasti mengandalkan diri sendiri, beruntungnya aku punya sistem cyborg (AI).

"Aku juga akan bantu kakak!"

" Terimakasih banyak Nona." Bibi melepaskan genggamannya " Besok malam kalian pergilah berkunjung ke pasar hantu, sekalian mengenali wajah-wajah siluman serta membeli senjata di sana. Tetapi kalian harus berdandan menjadi pria, karena mereka sangat cabul."

"Hmm... ide yang bagus! Lagi pula itu menarik sekali."

"Terimakasih nona Anda sungguh sangat pemberani!" Bibi memelukku sedangkan anak kecil itu memberiku acungan jempol. Sementara di kamarnya,  Roy menerima surat melalui suara angin. Ia daritadi  telah berdiri di lubang jendela, sekarang ini ia lebih mirip seperti seorang pelamun daripada pengawal.  Dia sedang berkomunikasi lewat telepati jarak jauh dengan pangeran.

Pangeran: APAKAH KALIAN BAIK- BAIK SAJA?

Roy: KAMI BAIK-BAIK SAJA YANG MULIA. APAKAH ANDA TERLUKA? APAKAH RENCANA KITA BERHASIL MENGELABUI RATU? APAKAH KAU SUNGGUH DIKURUNG DI SANA?

Pangeran: TIDAK, RENCANA KITA BERHASIL NAMUN AKU TAK YAKIN RATU...

Roy: ADA APA YANG MULIA? APAKAH RATU MENYULITKANMU?

Pangeran: AKU BERTEMU DENGAN PENGAWALNYA DAN MEMINTAKU PERGI JAUH,  SEKARANG INI AKU TERBEBAS DARI HUKUMANNYA. AKU TIDAK TAHU TAKTIK APA YANG AKAN DILAKUKAN RATU, SEMENTARA AKU TAK PERCAYA JIKA DIA BENAR-BENAR MELINDUNGIKU.

Roy: ANDA TETAP HARUS WASPADA YANG MULIA, SEKARANG APA YANG ANDA RENCANAKAN?

Pangeran: SEKARANG AKU INGIN MENEMUKAN ZINGCE UNTUK MEMBALASKAN BUDIKU PADA PENGAWAL RATU. AKU AKAN PERGI KE BUMI SELATAN.

Roy: YANG MULIA APAKAH INI KEBETULAN ATAU RENCANA RATU? AKU DAN DEWI SUDAH DI BUMI SELATAN. SEDANGKAN KAU AKAN KEMARI?

Pangeran: KAU BENAR INI BUKAN KEBETULAN, RATU MEMILIKI RENCANA. BAIKLAH KITA IKUTI SAJA PERMAINANNYA. MARI KITA BERTEMU LAGI DI BUMI SELATAN.

Roy: BAIK YANG MULIA. TETAPI YANG MULIA KAPAN KAU AKAN MENEMUI KAMI?

Pangeran: SECEPATNYA. KAU WAJIB MELINDUNGI DEWIKU.

Percakapan merekapun akhirnya selesai setelah perempuan pemilik rumah ini datang menghampirinya.

" Kau tidak kedinginan dengan angin malam?"

"Terimakasih, sama sekali tidak." Jawab Roy.

Bibi itu meletakkan nampan lalu menghampirinya, "ada yang bisa saya bantu?" Kata Roy yang terusik.

"...." bibi itu masih terdiam sementara Roy bertampang cuek namun sebenarnya sedang menunggu si perempuan itu membuka suara.  Ia tampak segan memulai namun juga merasa terpaksa. "Tn. Roy  saya tahu ini pasti sangat beresiko besar,  saya benar-benar menyesal dan terpaksa melibatkan kalian dalam masalah warga di sini. Saya sangat mencemaskan  kelanjutan hidup nona.  Saya takut..." 

Roy melirik, "Anda membuat keputusan yang benar, awalnya saya tak ingin mengulurkan tangan namun nonaku telah memutuskan. Hamba sebagai pengawal hanya mengikuti dan melindunginya."

"Permasalahan gagal atau tidak. Saya akan berusaha menghentikan semuanya. Tak akan saya biarkan seseorang melukai nonaku"

Seketika bibi itu tersenyum karena Roy telah memutuskan dengan bijak. Rasa percaya dirinya telah membuat bibi itu semakin percaya padanya. "Bulan semakin terang, Anda sebaiknya istirahat untuk esok hari."

"Jika butuh sesuatu Anda bisa mengetuk pintu saya! Saya undur diri,"

Bibi itu meninggalkan nampan dan beberapa pakaian bersih di atas meja Roy. Sekarang ia kembali melamun.

Hal tak terduga benar berada tersimpan di dalam benaknya, persekongkolan antara pangeran dengannya telah terjadi sebelum aku berada di kehidupan mereka.

Rencana itu  terjadi setelah aku diselamatkan oleh mereka dari penjara.

Pangeran memberikan posisi dewi kebenaran kepadaku. Ia memberikan tempat tinggal  dan berusaha melindungiku. Katanya semua  dewa memiliki  keahlian membaca pikiran  dan menghapus pikiran satu sama lain. Entahlah, tetapi sepertinya itu benar.

Setelah aku kehilangan kesadaran untuk keberapa kalinya, aku terbangun di kamar seseorang, dan kuperhatikan tidak ada celah untuk keluar dari sini. Semua pintu dijaga oleh pengawal istana. Di sekitar sudut-sudut ruangan tidak ada pintu hanya beberapa jendela kayu tertutup rapat yang telah dijaga pengawal serta perabotan kuno. Aku yakin ini bukan kamar pangeran melainkan sebuah kamar pelayan. Selain penampilan dan kesetiaan,  tindakan mereka tidak sama sekali mencerminkan kebohongan. Pengawal nya sangat patuh dan sangat ketat aturan.

Ini bukan mimpi atau film, mereka nyata. Alih-alih mengatakan hal itu, aku memikirkan bagaimana bisa  terdampar di tempat ini dan mencari cara untuk pulang atau kabur.

 "Eh, di mana jam ku? Aku yakin tidak menjatuhkannya di sel. Ia pasti ada disekitaran sini." Aku menyelidiki ranjang kayu ini dan selanjutnya lemari itu.

Ketika aku akan membongkar lemari suara pengawal dari luar terdengar lantang.

"Surat perintah datang. Dewi apakah hamba boleh masuk? "Seseorang pria berdiri dibalik pintuku.

"Ya, masuklah." Setelah masuk tanpa basa-basi kasim memberi hormat dan memberikanku sesuatu. "Dewi kenapa tempatmu berantakan? Cepat-cepat bereskan ranjangnya." Ia memerintah pada pelayan perempuan di belakangnya.

"Eh, tidak perlu. Nanti aku bereskan sendiri."

"Aiyoo. Dewi biarkan pelayan bekerja. Anda secepatnya membuka gulungan itu." Kasim mendudukkanku di sebuah kursi sambil menyulurkan pena kepadaku lalu aku memutar-mutarnya. Ia menceramahiku tanpa melihat gerak-gerikku terfokus pada pembicaraannya sendiri. Ia pun tidak tahu kalau aku agak usil. Gulungan ini mirip bahan bakar tungku pemanas di rumah manusia. Aku pun melihat ada pemanas api di sudut. Jadi aku berencana membuangnya. Tuk! Penaku terjatuh dan kasim terperanjat lalu menarik gulungan sambil menegurku. 

 "Dewii! ini!    Kau hampir membakarnya. Saya... Aiyo!  Dewi tolong jangan seperti ini. Anda tak mau kan saya dikebiri lagi dikemudian hari oleh Yang Mulia karena saya lalai memberikan gulungan ini kepadanya."

"Dewi jangan mempersulit saya lagi! Segera tanda tangani ini! Kumohon."

"Memangnya aku mempersulitmu berapa kali? Sepertinya ini pertemuan kita kedua kalinya. Kenapa juga kau gugup dan setakut itu. Aku kemarin tidak menendang bokongmu, dan juga tidak melakukan hal buruk terhadapmu." Kataku langsung teringat momen penyelamatan di penjara." Ah, iya terimakasih yah kemarin kamu menyelamatkanku."

"Tidak apa-apa. Tolong tanda tangani ini segera!" Ia memberikan lagi gulungan dan pena.

"Kenapa dewa juga menjadi sangat kolot dari dunia ku,  bahkan bukannya mereka juga hidup di atas manusia? Kayu saja masih digunakan sebagai kertas. Di duniaku ini sudah tak layak dipakai, kami sudah kemana-mana memakai IT."

"Dewi Anda sedang meracau apa? Saya tidak paham."

"Bukan apa-apa. Eh, apa kau tidak lelah menggunakan gulungan ini untuk menulis dan mencatat?" Aku menepuk bahunya, "ayolah ada rahasia yang lebih hebat dari gulungan ini tidak?"

 Sampai saat ini  percakapan kami belum berakhir namun telah disusul dengan kehadiran pengawalnya pangeran. Dia adalah kéntauros, tingginya hampir dua meter melewati lubang pintu itu, mungkin kalau ia tidak membungkuk kepalanya  pasti  membentur langit pintu,  aku melihat hal itu saja membuatku seperti seorang kerdil eh, bukan lebih tepatnya kurcaci.

Aku hanya seratus enam puluh sentimeter lebih pendek darinya bahkan kasim yang di belakangku lebih tinggi tiga puluh meter dariku. Inilah keuntungan menjadi dewa.

"Apa yang kau lihat? Segera ikut saya ke ruangan Yang Mulia." Pengawal tampan itu lagi-lagi mau membawaku ke tempat misterius.

(Bersambung)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status