Share

Bab 2: Kamu Tidak Bisa Bertahan

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-17 15:26:47

“Cerai katamu?!” ucap Dewa. Seketika pria itu langsung memutar tubuh menghadap Rosalyn dan memancarkan aura dingin yang menyelimuti kamar. 

“Apa yang harus dipertahankan, Dewa?" Rosalyn menahan sesak dalam dada. Ia mengepalkan tangan dengan kuat hingga kuku cantik menusuk telapaknya. "Kamu tidak mencintaiku. Kamu juga tidak menginginkan anak di pernikahan ini."

Pria itu berjalan mendekati Rosalyn, lalu duduk di tepi ranjang. Jemari lentik Dewa menyapu halus kulit lengan seputih susu istrinya. Meskipun lembut, tidak ada kehangatan pada sentuhan itu.

Rosalyn merinding dibuatnya. Ia tahu sentuhan ini pertanda suaminya sedang marah besar bukan sebuah ungkapan kasih sayang.

Satu sudut bibir Dewa terangkat. Ia berkata, “Sepertinya kamu mulai gila, Rosalyn.”

Sepersekian detik, Rosalyn terkesiap. Bukankah seharusnya Dewa senang atas permintaan cerai ini?

Lagipula, mungkin pernyataan Dewa ada benarnya. Dia mungkin sudah gila.

Orang waras mana yang akan terus mengejar cinta suami hasil dari perjodohan sepihak? Hanya Rosalyn.

Dan pada hari ini, Rosalyn ditampar kenyataan pahit. Bahwa sebesar apa pun usahanya mendapatkan cinta Dewa, ia tetap tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Vinsensia di hati suaminya.

“Benar, aku memang gila. Katakan saja itu pada keluargamu sebagai dalih perceraian kita." Rosalyn berkata dengan suara yang terdengar begitu pilu.

Namun, pria itu tetap bergeming, membuat Rosalyn menambah amunisi kalimatnya agar permintaan cerai itu tak hanya dianggap gertakan saja.

“Aku tidak menuntut apa pun,” kata Rosalyn. Ia menjeda ucapannya lantas duduk menyandar di kepala ranjang. Ia berkata lirih, “Aku akan pergi dari rumah ini. Kamu bisa membawa kekasihmu.”

Sorot mata Dewa menggelap, lalu tangan pria itu meraih bahu Rosalyn dan menariknya perlahan. Tubuh kurus nan lemas Rosalyn bagai kapas tersapu angin. Sekarang, jarak di antara keduanya hanya sejengkal.

Dewa menegaskan, “Jadi, kamu sedang cemburu padanya? Bukankah kamu sudah menang, Nyonya Caldwell?”

Ia membuang pandangan ke sisi lain. “Apa hakku untuk cemburu?” tanya Rosalyn seakan menegaskan siapa dirinya. “Aku juga tidak mau gelar palsu itu!”

Dewa mencondongkan tubuh, sehingga kening dan hidung keduanya saling menempel. Rosalyn bisa merasakan embusan hangat dari napas suaminya. 

“Kamu tidak akan bisa bertahan hidup, jika tanpa status Nyonya Caldwell." Dewa berkata santai, tetapi sorot matanya begitu meremehkan.

Rosalyn mengepalkan tangannya, kesal.  “Aku bukan wanita lemah yang menunggu dibiayai siapa pun.” 

Rosalyn yakin, dia bisa membiayai kehidupannya sendiri. Hanya saja, karena perkuliahannya yang tidak selesai akibat dipaksa menikah muda … tentu saja ia sedikit khawatir kesulitan mendapatkan pekerjaan yang pas. Namun tekad Rosalyn telah bulat berpisah dari suaminya.

“Aku baru sadar kalau kamu sangat percaya diri.” Dewa menyahut dengan nada pelan, “Tapi agaknya kamu lupa kalau dunia kerja adalah dunia yang kejam.”

“Bukankah kehidupan di rumah ini juga kejam? Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku.” Rosalyn menatap pilu ke arah Dewa. Senyuman lebar di bibir wanita itu berbanding terbalik dengan sorot matanya yang menahan tangis. “Kembalikan saja aku kepada keluargaku.” 

Sebenarnya perasaan Rosalyn hancur ketika mengatakan kalimat itu. Ia … tidak rela melepaskan Dewa, tetapi dipertahankan pun jika hanya terus memberinya luka, untuk apa? 

Dalam pernikahan ini hanya Rosalyn yang mencintai Dewa sepenuh hati, tapi kini … ia sudah lelah.

Dewa mendengus kasar. “Dalam mimpimu, Rosalyn.” 

Pria itu memundurkan kepala lalu mengeluarkan ponsel dari saku jas. Tidak lama kemudian Dewa menunjukkan layar ponselnya.  

[Transfer 100.000.000 berhasil dikirim ke Rosalyn Keller]

“Kebebasanmu sudah kubeli!” tegas pria itu.

Setelahnya, dalam sekejap, Dewa meraih tengkuk Rosalyn dan memaksa menyatukan bibirnya dengan wanita itu.

Rosalyn langsung mendorong dada bidang Dewa dengan sekuat tenaga. Sial, ia tidak mampu menandingi kekuatan suaminya. 

Rosalyn menggigit kuat bibir bawah pria itu hingga berdarah dan akhirnya membuat tautan bibir mereka terlepas.

Dewa mengumpat sembari menyeka mulut dari noda darah, “Sial!”

Sedangkan Rosalyn meracau sambil berlinang air mata, “Jangan sentuh aku lagi!” Ia beringsut mundur ke kepala ranjang, lalu menekuk dan memeluk lututnya. “Aku tidak mau lagi hidup denganmu!” Kata-kata Rosalyn terdengar lemah di tengah isak tangisnya.

Rahang tegas Dewa mengetat dan jakunnya berkedut. Pria itu menatap Rosalyn dengan sorot mata yang sulit diartikan. Ia menegaskan, “Sekali lagi meminta cerai, bersiaplah ayahmu akan menerima akibatnya!” 

Setelah itu Dewa berdiri lalu melenggang pergi meninggalkan Rosalyn.

Dari atas tempat tidur, Rosalyn yang terisak hanya bisa menatap nanar punggung kekar Dewa yang semakin menjauh.

Ia menangis hingga siang, melewatkan makan dan menolak minum sedikit pun. 

Rasanya percuma tetap hidup, karena Dewa hanya menjadikannya sasaran balas dendam. 

Di kala ia bersedih, ponselnya berdenting. Sebuah pesan dari rumah sakit tempat ayahnya dirawat mengatakan, jika tagihan biaya perawatan sang ayah belum dibayarkan. Dan inilah ancaman yang Dewa maksud tadi.

Rosalyn adalah tulang punggung untuk ayah dan ibu sambungnya. 

Jika Rosalyn tidak ingin lagi bergantung pada sang suami, maka wanita itu harus berupaya sendiri. 

Meskipun tubuhnya terasa remuk, Rosalyn beranjak dari tempat tidur. Ia mencari ijazah sekolah serta sertifikat keahlian yang pernah diikuti. Wanita itu memasukkan semua berkas penting ke dalam tas.

“Akan kubuktikan, jika aku bisa bertahan meski tanpa bantuanmu!” gumam wanita cantik pemilik surai hitam nan panjang itu. Selama satu jam Rosalyn sibuk mencari pekerjaan melalui ponsel. 

Namun baru satu jam, tubuhnya sudah membungkuk lemas. Ternyata mencari pekerjaan tidak segampang itu. 

Saat dalam keadaan frustrasi, satu pesan singkat masuk ke ponselnya, dari Sekretaris Dewa.

[Nyonya, tolong antar bekal makan siang Pak Dewa tepat waktu.]

Rosalyn tersenyum menerima perintah dari asisten Dewa itu. 

Setidaknya, kesempatan ini bisa ia gunakan untuk mencari pekerjaan dengan melakukan walk-in-interview. 

Rosalyn yang biasanya mengemis untuk diizinkan masuk ke ruangan, kini begitu puas hanya menitipkan kotak makan siangnya pada resepsionis. Senyumnya bahkan tersungging lebar kala ia meninggalkan Cwell Grup.

Menyusuri pematang jalan, ia mencoba melamar pekerjaan ke salah satu restoran. Namun, niat baik wanita itu diabaikan.

"Kami tidak berani mempekerjakan Nyonya Caldwell sebagai pelayan restoran."

"Maaf, Nyonya Caldwell ... Tapi, posisi staf agaknya bukan posisi yang pantas untuk Anda."

Begitulah kiranya penolakan yang Rosalyn terima beberapa kali.

Semua tempat yang Rosalyn datangi menolaknya hanya karena ia adalah istri Antakadewa Caldwell. Pebisnis muda bertangan dingin dan kejam, yang juga disegani oleh para petinggi dan eksekutif di Kota Zurich.

Sekarang, Rosalyn benar-benar putus asa dan kepalanya berdenyut nyeri. Ia menundukkan kepala dan berjalan keluar dari restoran. 

Tanpa sengaja, ia menabrak seseorang hingga tubuhnya terhuyung. Beruntung orang itu menahan lengannya.

Rosalyn terkejut ketika melihat sosok itu. 

“Kamu Rosalyn Keller?” kata orang itu.

Rosalyn menunjuk seseorang itu. “Kamu ....”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
CitraAurora
siapa ya yang menabrak Roselyn
goodnovel comment avatar
Lienda nasution
lagi lagi cerita nya sama semua siapun pengarangnya kalau intinya berhubungan dgn permintaan cerai dgn CEO yah begini ya Thor intinya hampir sama semua cuma beda alurnya saja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 266: Terima Kasih

    “Bagaimana kondisi Lily, Kak?” tanya Rosalyn sesampainya di rumah sakit.“Air ketubannya pecah. Dia kesakitan.” Kevin tampak gelisah, pria itu masih mengenakan piama dan menutupi tubuh dengan selimut.Rosalyn menuntun Kevin supaya duduk di bangku logam depan ruang bersalin. “Kita berdoa saja semoga Lily dan bayinya selamat.”Ketiga orang itu menanti dengan gelisah. Setelah hampir setengah jam berjalan, seorang dokter menghampiri Kevin dan menjelaskan, “Bayi Nyonya Lily sebentar lagi lahir, jika suaminya ingin melihat proses persalinan, kami persilakan.”Kevin menggeleng. Justru ia mendorong Rosalyn supaya menemani Lily di dalam sana. Sebagai wanita yang pernah melahirkan, ia mencebik melihat dua pria duduk gelisah di kursi. Ia pun mendampingi Lily di ruang bersalin.Rosalyn segera menggenggam tangan iparnya. Lily sedang kesakitan setelah pembukaan jalan lahir melebar sempurna.“Semangat Lily, kamu pasti bisa,” bisik Rosalyn diangguki iparnya.Dengan bimbingan dokter spesialis kandungan

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 265 : Gagal!

    “Kenapa, Bro?” sapa Fabian sambil menyodorkan sekaleng minuman. “Orang bilang ini bagus dan tahan lama,” kata pria itu.Dewa memelotot dan menyambar kaleng, lalu membuangnya ke tempat sampah.“Tidak butuh!” sentak Dewa dengan tatapan menghunus tajam.Fabian menepuk bahu temannya dan berujar, “Jangan marah-marah, kamu bisa darah tinggi!”Dewa mendengkus kasar, baginya kalimat Fabian bukan menenangkan melainkan sebuah ejekan. Pria itu menepis kasar tangan temannya, lalu berjalan mencari Rosalyn ke dalam mansion.Pagi ini, keluarga kecil itu sengaja mengunjungi Mansion Arnold. Tentu saja, karena Tuan Jack dan Feli menitipkan beberapa hadiah untuk Lily dan calon bayinya.Akan tetapi, kening Dewa mengerut dalam ketika melihat Rosalyn berjalan sendirian tanpa keempat anak mereka.“Di mana Brahma, Arimbi, Devendra dan Daneswara?” tanya Dewa dengan tatapan menyelidik.Mendengar pertanyaan itu tentunya Rosalyn mengulum senyum. Ah, ia memang sengaja menyiapkan kejutan istimewa ini untuk suami p

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 264: Iri

    “Halo, Sayang … Papa datang. Janeta sudah mandi, ya? Harum banget.” Kevin menggendong putri kecilnya yang menyambut di balik pintu. Pria itu menciumi puncak kepala Janeta dan mengayun tubuhnya, membuat putri kecil tertawa riang. Namun, di ujung lorong, seorang wanita sedang cemberut menatap ke arah Kevin.“Terima ka—” Ucapan Kevin menggantung karena wanita itu melengos saja ke dapur tanpa mengelurkan sepatah kata.Kevin menurunkan tubuh Janeta dan membiarkannya bermain, lalu ia menyusul pujaan hati yang entah kenapa memasang wajah ketus.“Kamu kenapa?” tanya Kevin.“Menurutmu, kenapa?” ketusnya.“Aku tidak tahu, Lily. Ayo, bilang,” ucap Kevin lagi.Lily menatap tajam ke arah Kevin dan berujar, “Aku bosan seharian di rumah. Aku ini biasa kerja, bukan diam di rumah. Apalagi … ka-mu lebih memperhatikan Janeta dibanding aku.” Pascadinyatakan hamil, Lily diberhentikan oleh Dewa. Wanita itu pun ikut tinggal di Milan. Dia tidak lagi sibuk mengurusi peternakan, karena Dewa berhasil mencari

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 263: Kangen Dipeluk

    “Astaga apa-apaan mereka ini?!” geram Fabian. Ia menatap layar ponsel yang tidak berhenti berpendar sedari tadi. Itu bukan masalah pekerjaan kantor, tetapi … masalah rumah tangga, terutama ranjang. Demi kelangsungan masa depannya. Meskipun sudah mengetahui isinya, tetap saja Kevin mengintip melalui pop up. Dia terbelalak ketika satu pesan kembali masuk dari adik ipar. [Tutorial posisi hubungan intim untuk memiliki keturunan secepatnya.] “Dia pikir aku pria polos? Aku ini lebih berpengalaman darinya!” Kevin melempar telepon genggam ke atas sofa, lantas berdiri sambil memandangi foto pernikahan di atas meja. Lagi, Kevin tetap membaca pesan adik iparnya. Sebagai seorang pria berpengalaman, tentu saja posisi itu tidak asing lagi. Ia pun mereguk saliva, pikirannya berfantasi liar membayangkan Lily. Gairah pria itu tersulut. Hanya saja, ia bingung menyalurkannya, sebab Lily tidak ada di sini. Pasangan itu menjalani hubungan jarak jauh. Terpaksa Kevin bertahan sampai Dewa menemukan p

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 262: Ikat Saja

    “Kevin … anakku apa kabar? Ibu selalu menunggumu setiap hari, Nak. Kenapa baru datang sekarang?” berondong Mathilda dari balik partisi kaca tebal.Wanita paruh baya itu menempelkan tangannya pada penghalang, lalu menggerakkan jemari—seolah membelai pipi putra tunggalnya.“Aku datang ke sini ada perlu. Kuharap Ibu menerimanya,” kata Kevin dengan intonasi dingin dan ekspresi datar.Mathilda mengangguk dan menyahut penuh kasih, “Pasti, Nak. Ibu menerima apa pun yang terbaik untukmu.”Kulit keriput Mathilda tertarik ke atas, ia tersenyum merekah sambil meneteskan bulir bening.Lebih dari semenit keduanya terdiam saling memandangi. Entah apa yang dipikirkan kedua orang itu. Hanya saja Mathila tidak menjauhkan tangannya dari kaca tebal. Kevin pun bisa melihat tangan ibunya berkeringat.“Aku sudah menikah.”Sorot mata Mathilda berbinar. “Benarkah? Siapa gadis beruntung itu? B

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 261: Perhelatan Cinta

    “I-ini masih siang,” gugup Lily. Perempuan itu mengedarkan pandangan ke penjuru kamar. Ada ranjang besar yang disiapkan khusus pengantin baru, sofa panjang serta meja kaca dan cermin besar menggantung di depannya. Sekilas, ini kamar hotel pada umumnya. Namun, Lily dibuat asing dengan status baru ini.Sejak masuk kamar, Kevin memeluk erat tubuh sang istri dari belakang. Pria itu menggesek puncak hidungnya pada tengkuk harum. “Memangnya kenapa kalau siang? Bukahkah itu bagus, kita bisa menikmati siang dan malam di hari yang sama?” Lily mereguk saliva. Walaupun bukan pengalaman pertama berhubungan intim, tetapi … ini pertama kali bersama pria berstatus sebagai suami.“Tapi—”Ucapan Lily tertahan karena Kevin memutar tubuh wanita itu dengan cepat. “Tidak ada tapi. Kamu milikku sekarang dan selamanya.” Lily hendak menunduk, tetapi Kevin mencegahnya. Pria itu menahan dagu sang istri, lalu meraup bibir tipis yang ia rinduka

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 260: Kamu Pasti Bahagia 

    Kevin menghela napas melihat tanggapan Lily. Haruskan ia menyerah dan tenggelam ke dasar lautan patah hati? Ya, mungkin … karena ini bukanlah kali pertama gadis itu menolaknya. Pria itu menarik tangannya. Namun ….“Cincinya kebesaran. Enggak sesuai ukuran jariku,” kata gadis itu menggunakan bahasa informal . Lily mengulurkan tangan kanan, yang menampilkan jemari ramping dan mungil.Seketika Kevin memperhatikan jemari gadis itu, dan pikirannya mencerna maksud ucapan Lily barusan. Bagi seorang pria, tentunya ini merupakan teka-teki. “Umm … maksudmu?” Alis tebal Kevin terangkat.Lily tersenyum jengah mendengar pertanyaan itu. Tanpa banyak bicara, gadis itu mengambil cincin dari tangan Kevin, lalu menyematkan sendiri pada jari manisnya.“Ini kebesaran, lihat bukan?” keluh gadis itu dengan bibir merengut yang sangat menggoda.Melihat cincin pilihannya melingkar pada jari manis sang gadis pujaan hati, membuat pria itu kegirangan. Kevi

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 259: Aku Serius

    Untuk sesaat keduanya membeku di tempat. Tidak ada aksi apa pun selain saling memandang lekat-lekat dengan isi pikiran masing-masing.Lily mereguk saliva karena saat ini tubuhnya hanya tertutupi sehelai handuk putih saja. Ia meremas kain handuk dengan erat, khawatir terjadi hal yang tidak seharusnya.“Maaf, aku lancang ….” Kevin berbalik badan dan menutup pintu.Pria itu bersandar pada pintu sambil mengatur napas. Melihat kemolekan seorang wanita, ditambah memiliki kenangan ranjang membuat nalurinya sebagai lelaki tersulut gairah. Ia ingin menyentuh, membelai dan mengecup setiap jengkal kulit mulus itu. Hanya saja, tidak! Kevin melawan egonya.Pria itu kembali ke kamar. Ia menemani Janeta, dan berupaya menenangkan batita itu.Sedangkan Lily masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Namun, napasnya tidak tegang lagi. Ada kelegaan setelah Kevin pergi.“Dia …,” gumam gadis itu sambil mengangguk.Lily menggunakan pakaian serba panjang. Entah mengapa ia teringat pada tatapan Kevin tadi. Set

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 258: Perasaan Asing

    Beberapa hari berlalu, Lily tampak kesulitan berpamitan dengan Janeta. Gadis itu selalu menahan diri untuk pulang ke peternakan. Pada akhirnya ia menemani Janeta di vila atau rawat jalan ke rumah sakit. Seperti hari ini, Lily mengantar Janeta bertemu dokter.Akan tetapi, gadis itu tidak menduga Kevin datang menjemputnya. Bahkan mereka makan bertiga di restoran.Setelahnya Kevin membawa Lily dan Janeta pulang.“Kamu yakin bisa sendirian? Janeta berat. Biar aku saja yang gendong,” ujar Kevin.“Saya kuat, Pak.” Lily tidak menggubris ucapan Kevin. Gadis itu merengkuh tubuh batita yang terlelap tidur dari jok belakang, menggendongnya dan membawa ke kamar.Dengan hati-hati, Lily membaringkan Janeta, lantas mengecup kening batita itu. Ia tersenyum sambil menatap wajah polos bocah kecil yang agak mirip dengan Vinsensia.“Mama sayang kamu, Janeta,” gumam Lily.Hingga derit pintu terbuka membuat Lily menoleh

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status