Home / Mafia / Pawang Hati Mafia Kejam / Awal Yang Baru Dan Malam Pertama Reza Sabe

Share

Awal Yang Baru Dan Malam Pertama Reza Sabe

Author: Ryu Lee
last update Last Updated: 2025-12-06 11:52:40

Malam itu, Danau Como diselimuti oleh keheningan yang agung, sebuah karpet beludru biru gelap yang ditaburi intan dari bintang-bintang. Di dalam rumah kecil mereka yang hangat, Udara yang bersujud terasa nyata, kesunyian yang dipenuhi rasa syukur, bukan kesedihan. Ini adalah malam di mana dua jiwa yang telah melalui badai akhirnya menemukan dermaga untuk berlabuh.

Sabe berdiri di depan jendela, tangannya menyentuh kaca yang terasa dingin. Ia mengenakan gaun tidur sutra putih polos, hadiah dari Reza yang tahu bahwa kini ia mendambakan kesederhanaan. Gaun itu memeluknya dengan lembut, sangat berbeda dari gaun-gaun mahal yang dulu ia pakai sebagai ratu mafia yang terpaksa.

Ia menoleh ketika Reza memasuki kamar. Reza telah berganti pakaian menjadi piyama linen berwarna gelap, sosoknya yang dulu dipenuhi ketegangan kini terasa santai, namun matanya memancarkan rasa hormat dan gugup yang tak tersembunyi. Usia mereka yang terpaut cukup jauh, dan sejarah gelap yang mengiringi hubungan mereka,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Bayangan Dari Masa Lalu

    Fajar yang baru menyingsing di atas Danau Como tidak hanya mewarnai langit dengan palet emas, merah muda, dan ungu, tetapi juga menumpahkan cahaya keperakan ke dalam kamar tidur kecil Reza dan Sabe. Cahaya itu membelai seprai putih yang kini berantakan, sebuah kanvas dari malam yang penuh makna, malam di mana janji ditepati dan bayangan masa lalu dilepaskan.Sabe terbangun perlahan, kelopak matanya terasa berat, bukan karena kelelahan, melainkan karena kedamaian yang mendalam. Ia meringkuk di dalam pelukan Reza, menghirup aroma maskulin suaminya yang merupakan campuran unik dari kopi pahit, tembakau mahal yang samar-samar, dan kini, aroma ketenangan yang baru. Aroma itu adalah aroma rumah, aroma dermaga yang telah lama ia cari.Ia mengangkat kepalanya dan menatap wajah Reza yang terlelap. Bekas-bekas ketegasan dan kekejaman yang pernah menggaris di wajahnya kini melunak, digantikan oleh ekspresi kedamaian yang hampir seperti seorang anak. Semua kelelahan yang diakumulasi dari tiga tah

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Awal Yang Baru Dan Malam Pertama Reza Sabe

    Malam itu, Danau Como diselimuti oleh keheningan yang agung, sebuah karpet beludru biru gelap yang ditaburi intan dari bintang-bintang. Di dalam rumah kecil mereka yang hangat, Udara yang bersujud terasa nyata, kesunyian yang dipenuhi rasa syukur, bukan kesedihan. Ini adalah malam di mana dua jiwa yang telah melalui badai akhirnya menemukan dermaga untuk berlabuh.Sabe berdiri di depan jendela, tangannya menyentuh kaca yang terasa dingin. Ia mengenakan gaun tidur sutra putih polos, hadiah dari Reza yang tahu bahwa kini ia mendambakan kesederhanaan. Gaun itu memeluknya dengan lembut, sangat berbeda dari gaun-gaun mahal yang dulu ia pakai sebagai ratu mafia yang terpaksa.Ia menoleh ketika Reza memasuki kamar. Reza telah berganti pakaian menjadi piyama linen berwarna gelap, sosoknya yang dulu dipenuhi ketegangan kini terasa santai, namun matanya memancarkan rasa hormat dan gugup yang tak tersembunyi. Usia mereka yang terpaut cukup jauh, dan sejarah gelap yang mengiringi hubungan mereka,

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Ketiga, Kemenangan Sabe dan Penyesalan Reza

    Lorong di balik pintu baja rahasia itu memang menurun curam, membawa Sabe dan Maya ke kedalaman tanah yang lebih panas dan berbau belerang. Namun, ketegangan yang mencekik di permukaan telah tergantikan oleh kelegaan yang dingin, bercampur dengan adrenalin murni dari kemenangan kecil mereka."Kau berhasil, May," bisik Sabe, suaranya parau karena debu dan ketakutan yang tertinggal.Maya menyeka air mata yang bukan karena kesedihan, melainkan keringat yang bercampur debu. "Itu bukan aku. Itu Ayah. Dia selalu tahu bagaimana meluluhkan hati para pahlawan yang keras kepala, bahkan jantung baja sekalipun."Lorong itu berakhir di sebuah ruangan batu yang kecil dan remang-remang, yang tidak terlihat seperti bagian dari pabrik peleburan. Di tengahnya, sebuah peti kayu tua tampak diletakkan di atas altar batu."Pilar Ketiga," gumam Maya, mendekat dengan hati-hati. “Ini adalah tempat persembunyian terakhir. Cahaya Merangkak, Air Menangis, dan Api Membisu… dan di sini, di mana semuanya berakhir,

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Kedua

    Sabe dan Maya berlari tanpa henti, membiarkan kegelapan hutan yang lebat menelan mereka. Tanah basah dan berlumpur di lereng bukit Cikandel menjadi sekutu mereka. Mereka menembus semak belukar yang berduri, suara napas mereka yang terengah-engah dan gemerisik dedaunan menjadi satu-satunya petunjuk. Di kejauhan, mereka masih bisa mendengar teriakan Reza, sebuah janji yang kejam. Ia tidak akan pernah berhenti."Pabrik Pemurnian Emas..." Sabe berusaha mengatur napas, menyeimbangkan diri saat Maya menarik tangannya melompati akar pohon yang melintang."Tempat pembersihan aset kotor. Bagaimana... Bagaimana itu bisa menjadi tempat di mana Cahaya Merangkak, Air Menangis, dan Api Membisu?"Maya memperlambat langkahnya sedikit, bersembunyi di balik sebatang pohon beringin tua yang akarnya menjulang seperti jaring laba-laba raksasa."Ayah tidak pernah menggunakan metafora biasa. Dia bermain dengan kata-kata kuno, dengan alkimia. Cahaya Merangkak. Itu adalah cahaya tersembunyi, yang tidak diakui

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Pertama

    Sabe mengikuti Maya, langkahnya kini lebih mantap meskipun air kotor di selokan itu dingin dan kental. Bau lumpur, karat, dan air pembuangan yang menyengat terasa seperti minyak wangi kebebasan setelah aroma pengap di ruang arsip. Mereka berjalan dalam keheningan yang tegang, hanya diselingi oleh gemericik air dan napas terengah-engah. Di atas, suara sirene mobil polisi dan mobil dinas yang tergesa-gesa terdengar seperti lolongan hantu yang jauh, memburu mereka.Mereka harus bergerak cepat. Reza tidak bodoh. Kemarahannya yang besar akan segera memudar, digantikan oleh perhitungan yang dingin. Catatan Plato itu adalah gangguan, bensin yang membakar amarahnya, tetapi hanya sementara."Kau bilang ada tiga pilar, tiga petunjuk," kata Sabe, suaranya bergema samar di terowongan beton. Ia harus memecah keheningan yang mencekam itu. "Petunjuk pertama, Pilar Pertama, dimana Waktu Berhenti. Di sana, lonceng Mati tidak akan berdentang lagi. Apa yang kau ketahui tentang ini?"Maya tidak langsung

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Jalan Dibawah Tanah

    Sabe terpeleset di ambang pintu, menabrak punggung Maya yang sudah melangkah cepat ke dalam lorong yang sempit dan gelap. Aroma di sini jauh berbeda. Bukan lagi kertas tua dan kapur barus, melainkan tanah lembab, lumut, dan bau karat yang menusuk hidung."Hati-hati. Lantai kayu ini sudah lapuk," desis Maya tanpa menoleh.Suara decit rem yang tajam di jalan depan kini diikuti oleh debuman pintu mobil yang keras dan suara sepatu pantofel yang tergesa-gesa menghantam aspal. Mereka hanya punya beberapa detik."Nyaris," bisik Sabe, menelan ludah. Adrenalinnya melonjak, membakar rasa takut menjadi fokus tajam. Ia mengikuti Maya, tangannya meraba dinding di sampingnya yang terasa seperti batu bata tua yang dingin. Lorong itu menukik tajam ke bawah, membentuk tangga curam yang dibuat dari kayu yang tidak rata."Apa yang kau ketik di ponselku?" tanya Sabe, suaranya tercekat."Alamat Yayasan," jawab Maya, langkahnya tanpa cela di kegelapan. "Candra akan memimpin pasukan serigalanya ke sana, me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status