ホーム / Mafia / Pawang Hati Mafia Kejam / Pilar Ketiga, Kemenangan Sabe dan Penyesalan Reza

共有

Pilar Ketiga, Kemenangan Sabe dan Penyesalan Reza

作者: Ryu Lee
last update 最終更新日: 2025-12-05 11:35:33

Lorong di balik pintu baja rahasia itu memang menurun curam, membawa Sabe dan Maya ke kedalaman tanah yang lebih panas dan berbau belerang. Namun, ketegangan yang mencekik di permukaan telah tergantikan oleh kelegaan yang dingin, bercampur dengan adrenalin murni dari kemenangan kecil mereka.

"Kau berhasil, May," bisik Sabe, suaranya parau karena debu dan ketakutan yang tertinggal.

Maya menyeka air mata yang bukan karena kesedihan, melainkan keringat yang bercampur debu. "Itu bukan aku. Itu Ayah. Dia selalu tahu bagaimana meluluhkan hati para pahlawan yang keras kepala, bahkan jantung baja sekalipun."

Lorong itu berakhir di sebuah ruangan batu yang kecil dan remang-remang, yang tidak terlihat seperti bagian dari pabrik peleburan. Di tengahnya, sebuah peti kayu tua tampak diletakkan di atas altar batu.

"Pilar Ketiga," gumam Maya, mendekat dengan hati-hati. “Ini adalah tempat persembunyian terakhir. Cahaya Merangkak, Air Menangis, dan Api Membisu… dan di sini, di mana semuanya berakhir,
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
ロックされたチャプター

最新チャプター

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Ketiga, Kemenangan Sabe dan Penyesalan Reza

    Lorong di balik pintu baja rahasia itu memang menurun curam, membawa Sabe dan Maya ke kedalaman tanah yang lebih panas dan berbau belerang. Namun, ketegangan yang mencekik di permukaan telah tergantikan oleh kelegaan yang dingin, bercampur dengan adrenalin murni dari kemenangan kecil mereka."Kau berhasil, May," bisik Sabe, suaranya parau karena debu dan ketakutan yang tertinggal.Maya menyeka air mata yang bukan karena kesedihan, melainkan keringat yang bercampur debu. "Itu bukan aku. Itu Ayah. Dia selalu tahu bagaimana meluluhkan hati para pahlawan yang keras kepala, bahkan jantung baja sekalipun."Lorong itu berakhir di sebuah ruangan batu yang kecil dan remang-remang, yang tidak terlihat seperti bagian dari pabrik peleburan. Di tengahnya, sebuah peti kayu tua tampak diletakkan di atas altar batu."Pilar Ketiga," gumam Maya, mendekat dengan hati-hati. “Ini adalah tempat persembunyian terakhir. Cahaya Merangkak, Air Menangis, dan Api Membisu… dan di sini, di mana semuanya berakhir,

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Kedua

    Sabe dan Maya berlari tanpa henti, membiarkan kegelapan hutan yang lebat menelan mereka. Tanah basah dan berlumpur di lereng bukit Cikandel menjadi sekutu mereka. Mereka menembus semak belukar yang berduri, suara napas mereka yang terengah-engah dan gemerisik dedaunan menjadi satu-satunya petunjuk. Di kejauhan, mereka masih bisa mendengar teriakan Reza, sebuah janji yang kejam. Ia tidak akan pernah berhenti."Pabrik Pemurnian Emas..." Sabe berusaha mengatur napas, menyeimbangkan diri saat Maya menarik tangannya melompati akar pohon yang melintang."Tempat pembersihan aset kotor. Bagaimana... Bagaimana itu bisa menjadi tempat di mana Cahaya Merangkak, Air Menangis, dan Api Membisu?"Maya memperlambat langkahnya sedikit, bersembunyi di balik sebatang pohon beringin tua yang akarnya menjulang seperti jaring laba-laba raksasa."Ayah tidak pernah menggunakan metafora biasa. Dia bermain dengan kata-kata kuno, dengan alkimia. Cahaya Merangkak. Itu adalah cahaya tersembunyi, yang tidak diakui

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Pilar Pertama

    Sabe mengikuti Maya, langkahnya kini lebih mantap meskipun air kotor di selokan itu dingin dan kental. Bau lumpur, karat, dan air pembuangan yang menyengat terasa seperti minyak wangi kebebasan setelah aroma pengap di ruang arsip. Mereka berjalan dalam keheningan yang tegang, hanya diselingi oleh gemericik air dan napas terengah-engah. Di atas, suara sirene mobil polisi dan mobil dinas yang tergesa-gesa terdengar seperti lolongan hantu yang jauh, memburu mereka.Mereka harus bergerak cepat. Reza tidak bodoh. Kemarahannya yang besar akan segera memudar, digantikan oleh perhitungan yang dingin. Catatan Plato itu adalah gangguan, bensin yang membakar amarahnya, tetapi hanya sementara."Kau bilang ada tiga pilar, tiga petunjuk," kata Sabe, suaranya bergema samar di terowongan beton. Ia harus memecah keheningan yang mencekam itu. "Petunjuk pertama, Pilar Pertama, dimana Waktu Berhenti. Di sana, lonceng Mati tidak akan berdentang lagi. Apa yang kau ketahui tentang ini?"Maya tidak langsung

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Jalan Dibawah Tanah

    Sabe terpeleset di ambang pintu, menabrak punggung Maya yang sudah melangkah cepat ke dalam lorong yang sempit dan gelap. Aroma di sini jauh berbeda. Bukan lagi kertas tua dan kapur barus, melainkan tanah lembab, lumut, dan bau karat yang menusuk hidung."Hati-hati. Lantai kayu ini sudah lapuk," desis Maya tanpa menoleh.Suara decit rem yang tajam di jalan depan kini diikuti oleh debuman pintu mobil yang keras dan suara sepatu pantofel yang tergesa-gesa menghantam aspal. Mereka hanya punya beberapa detik."Nyaris," bisik Sabe, menelan ludah. Adrenalinnya melonjak, membakar rasa takut menjadi fokus tajam. Ia mengikuti Maya, tangannya meraba dinding di sampingnya yang terasa seperti batu bata tua yang dingin. Lorong itu menukik tajam ke bawah, membentuk tangga curam yang dibuat dari kayu yang tidak rata."Apa yang kau ketik di ponselku?" tanya Sabe, suaranya tercekat."Alamat Yayasan," jawab Maya, langkahnya tanpa cela di kegelapan. "Candra akan memimpin pasukan serigalanya ke sana, me

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Perang Sebenarnya

    Perjalanan taksi kedua terasa berbeda. Jika yang pertama adalah lompatan menuju kebenaran yang tidak diketahui, yang ini adalah penurunan sadar ke dalam sarang ular.Sabe memegang alamat di tangannya yang sedikit gemetar. Jalan Merpati. Sebuah area di kota tua yang bahkan lebih terpencil, terkenal dengan gang-gang sempitnya dan bangunan-bangunan yang seakan membungkuk di bawah beban rahasia mereka.Ponsel di dalam sakunya terasa seperti bom waktu. Ia belum membukanya sejak meninggalkan kedai kopi. Ia tahu Reza pasti sudah menelepon. Mungkin awalnya hanya panggilan biasa, lalu berubah menjadi tuntutan, dan sekarang, pasti sudah menjadi alarm berburu.Ia bisa merasakan cengkeraman sangkar emasnya. Yang tadinya hanya metafora, kini mengencang secara harfiah."Di sini, Mbak," kata sopir taksi, berhenti di depan sebuah fasad yang nyaris runtuh.Papan nama kayu yang tergantung miring bertuliskan Aksara Kuno.Toko buku antik. Sabe membayar dan melangkah keluar. Udara di gang itu terasa penga

  • Pawang Hati Mafia Kejam   Skandal Warisan Yang Hilang

    Fajar merayap masuk melalui tirai sutra, bukan sebagai janji, melainkan sebagai peringatan. Sabe sudah terjaga sejak lama, pikirannya berputar mengolah setiap detail dari pesan misterius itu. Kedai kopi tua di persimpangan jalan Anggrek. Sendirian. Jangan bawa liontin itu. Sabe berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya. Gaun rumahannya yang mahal terasa seperti kulit kedua yang menyesakkan. Hari ini, ia harus melepaskan citra Nyonya Yunanda yang dingin dan anggun. Ia perlu berbaur, menjadi bayangan di tengah kota yang ramai. Ia membuka lemari, mengabaikan deretan gaun desainer. Matanya menangkap satu setelan yang sengaja ia simpan di sudut: celana panjang longgar berwarna arang dan blus oversized dari katun linen. Pakaian sederhana yang mengingatkannya pada masa lalunya yang ia kira telah ia tinggalkan. Ia mengikat rambutnya ke belakang dengan gaya yang jauh dari tata rias sempurna yang biasanya ia pakai. Di saku celananya, ia menyelipkan foto Saraswati, Ayahnya, dan gadis

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status