Suara gedoran pintu menyentak Alya yang baru saja terlelap. Semalaman dia tidak bisa tidur. Terus kepikiran dengan apa yang akan terjadi hari ini.
“Bangun Woi!” pekik suara bass diiringi gedoran yang lebih keras. Alya tergeragap. Itu pasti suara bodyguard yang disuruh menjaganya di luar kamar presidensial ini. Semalam setelah Manto puas menggagahinya, Alya dialihkan ke kamar ini.
Alya beringsut membuka pintu sampai sebuah tangan besar langsung menyeretnya. Kemudian, dia digiring bak pesakitan menuju sebuah mobil. Alya tidak mampu mengelak. Dia tidak ingin Leo kenapa-napa di tangan Manto.
Alya tercenung begitu sampai di depan Pengadilan Agama. Dia memang sudah menginginkan bercerai dengan suami yang tidak berguna itu. Namun, tidak pernah terbayangkan di benaknya kalau mereka harus berpisah dengan cara seperti ini. Sebuah perjanjian yang menjadikan hidupnya bak neraka.
“Akhirnya kamu datang juga Alya cantik. Bagaimana apakah kamu siap menjadi istri keempatku hari ini?" ujar Manto yang menyambutnya di depan pintu pengadilan. Alya memicingkan mata ke Manto, kemudian beralih ke Haris yang berdiri di samping Manto. Ada sebuah kebencian mendalam yang tersirat.
“Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menikah dengan tua bangka seperti kamu, Manto!” sergah Alya sambil menunjuk ke wajah Manto. Semakin garang, semakin mempesona keliatannya.
“Hahaha… terserah apa katamu cantik. Yang jelas suamimu sudah menyetujui perjanjian ini. Dia sudah menjual kamu dan anak kamu kepadaku. Jadi, kamu tidak bisa berkutik sekarang.”
Mata Alya memanas. Ingin rasanya dia menghajar pria bertubuh tambun itu. Namun, keadaan yang melemahkannya. Terlebih sang suami yang hanya diam. Tanpa berniat untuk membela sama sekali.
“Ayo masuk. Aku sudah tidak sabar melihat kalian bercerai, haha…,” ajak Manto sambil menjawil dagunya. Alya menepis tangan gempal itu dengan kasar.
Mereka menempati tempat duduk yang sudah disediakan. Manto sudah mempersiapkan semuanya. Mulai dari saksi, pengacara, hakim bahkan sampai menyuap pihak pejabat pemerintahan. Semuanya demi kelancaran perceraian ini.
Dia menyeringai begitu melihat Alya yang duduk berdampingan dengan Harris. Dia bangga telah menghancurkan rumah tangga mereka. Alya, wanita yang menjadi objek fantasynya sebentar lagi akan menjadi miliknya.
Di lain sisi, Perasaan Alya remuk redam. Pernikahan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun harus berakhir dengan sangat tragis. Apalagi, Haris tidak mempunyai iktikad baik untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Lelaki itu malah antusias menyambut perpisahan mereka. Sungguh Lelaki biadap.
Sidang berakhir. Mereka sudah resmi berpisah. Alya menatap nanar ke Haris yang berlonjak kegirangan. Begitu juga Manto yang terlihat menghampiri mereka.
“Good Job, Haris. Sesuai dengan perjanjian, Selain hutangmu lunas, saya juga akan memberikanmu sebidang tanah, tempat usaha, dan juga modal usaha di kota lain. Terima kasih sudah menjual istrimu yang cantik ini sebagai istri keempatku,” tutur Manto kepada Haris. Di atas kertas, mereka terlibat perjanjian. Alya dan anaknya yang menjadi korban.
“Kamu benar-benar iblis Haris! Tidak cukup apa kamu membuatku menderita selama ini! dan sekarang kamu menjualku!” Alya menyerang tubuh tanggung suaminya. Haris tidak tinggal diam. Dia langsung mencekal tangan Alya.
“Dengar ya! Kamu itu istri tidak berguna, makanya lebih baik dijual saja. Lebih menguntungkan bukan? Lagipula, aku sudah mempunyai wanita idaman lain, Tere, sahabatmu sendiri.”
Alya tercengang. Matanya membeliak. Batinnya tidak mempercayai sepenuhnya apa kata Haris. Tere, sahabat dekatnya tega menikamnya dari belakang?
Haris melepas genggaman tangannya dengan kasar. Dia tersenyum sinis. Kemudian dengan langkah lebar, dia berjalan keluar. Alya langsung mengutitnya dari belakang.
Dan terlihat sebuah pemandangan yang menyesakkan dada , Haris berjalan menghampiri seorang wanita yang tidak lain adalah Tere. Tangan Haris melingkar di pinggul Tere sambil mendaratkan kecupan mesra.
Dengan hati yang bergemuruh, Alya menghampiri mereka. Melayangkan tamparan tepat di pipi Tere.
“Alya, Apa-apaan kamu!” bentak Haris yang langsung menghalangi Alya dengan tangannya.
“Tak kusangka, sahabat yang melebihi saudara kandung ternyata mengkhianatiku selama ini. Aku tertipu dengan kamu yang berpura-pura baik, padahal aslinya pelakor!” gertak Alya sambil menuding-nuding Tere. Tak terkira sakitnya hati Alya saat ini, tapi Wanita itu berusaha tegar.
“Terus, kenapa? Masalah? Lagian, kamu harusnya bersyukur karena sebentar lagi akan diperistri oleh orang paling kaya di kota ini, yaitu Pak Manto. Lebih baik kamu fokus dengan beliau dan jangan pernah usik kebahagiaan kami,” sambar Tere yang memancing emosi Alya. Alya hendak menampar mulut sampah itu, tapi wanita murahan itu buru-buru bersembunyi di balik punggung Haris.
“Ayo Mas, kita pulang. Jangan lama-lama di sini. Panas.” Tere bergelayut manja di punggung Haris sambil menggerakan tangannya dengan nada mengejek.
Rahang Alya mengeras. Tangannya mengepal. Dia hendak mengejar. Tapi, langkahnya tertahan karena sebuah tangan gempal mengenggam tangannya. Terlihat Manto yang tersenyum di belakangnya.
“Mau kemana Cantik, ayo ikut Mas ke Villa.”
“Najis! Menyingkir kamu tua bangka!” Alya meronta sambil memukul-mukul tangan Manto yang legam. Terlepas. Dia pun berlari sekuat tenaga.
Sayangnya Ada bodyguard yang berjaga. Mereka dengan sigap menangkap Alya dan membawanya kembali ke Manto.
“Plak! Plak! Plak!”
Tamparan bertubi-tubi menghujani pipi Alya. Membuat Alya berhenti meronta. Dia meringis kesakitan.
“Dasar wanita tidak tahu diuntung! Aku sudah membayarmu mahal! Berani-beraninya kamu kabur dariku!” geram Manto. Alya hanya tertunduk dengan airmata bercucuran di tanah.
“Bawa dia ke Villa! Jaga dia sampai urusanku di kantor selesai!” titah Manto. Alya hanya pasrah saat tubuhnya di seret menuju mobil oleh para bodyguard. Alya tidak sadarkan diri saat hidungnya dibekap dengan obat bius.
Alya mengerjapkan mata begitu terbangun di sebuah kasur Queen size. Dia mendapati ruangan kamar yang begitu mewah. Bahkan melebihi kamar hotel tempatnya menginap semalam. Dia melangkah menuju jendela. Menyikap kordennya. Matanya berbinar begitu beradu dengan cahaya matahari yang masuk. Pemandangan hamparan gunung yang menakjubkan dengan miniatur kota di bawahnya. Alya menebak kalau dirinya berada di sebuah Villa yang cukup mewah di puncak. Dia menggeser dinding kaca. Seketika aroma pegunungan menerpa dirinya. Alya memejamkan mata. Menghirup sejuknya udara pegunungan yang menenangkan. Melupakan masalah yang membelenggu sejenak. Sekilas, Alya melihat sebuah Villa yang tidak kalah mewah dari Villa itu. Villa dengan konsep victorian style terlihat megah di seberang sana. Dahinya mengernyit begitu melihat kerumunan orang. Sepertinya ada sebuah acara besar yang sedang dilaksanakan di sana. Mendadak, Alya merasakan rambutnya ditarik ke be
Sedangkan di Villa mewah itu, Andrew Schimmer tampil menawan dengan jas pengantin yang dikenakannya. Pesonanya membius tamu undangan terutama kaum hawa, Lelaki berdarah Filipina, Spanyol dan Indonesia itu sangat sempurna. Belum lagi dengan tonjolan kekar memenuhi setiap jengkal tubuhnya. “Come on, Honey. Where are you?” bisik Andrew resah di ujung telefon. Aksen Tagalognya masih kental. Dia tidak memperdulikan begitu banyak kaum hawa yang menahan histeris karena kagum. Terus berjalan membelah kerumunan sambil tangannya yang masih memegang ponsel. Ara, nama tunangannya. Sebentar lagi akan menjadi istrinya. Namun menjelang ikrar janji suci, tunangannya tidak kunjung muncul. Ponselnya tidak bisa dihubungi. Sebab itu dia menghubungi keluarga Ara satu-satu. Tapi, tidak kunjung ada jawaban. “Permisi Tuan, acara akadnya mau dimulai jam berapa?” Bernando memberanikan diri untuk bertanya. Dia sudah sangat hafal dengan mimik muka Andrew yang
“Tuan, serius ingin menikahi saya?” tanya Alya yang menghentikan langkahnya. Mau tak mau Andrew juga ikut berhenti.“Kenapa kamu keberatan?” Andrew balik bertanya. Tatapannya begitu menikam hati Alya. Alya hanya tertunduk. “Bukan seperti itu maksud saya, Tuan. Sebelumnya saya berterima kasih karena Tuan sudah menolong saya tadi.” “Stop! Saya tidak menerima basa basi kamu. Mending sekarang kamu bersiap-siap karena sebentar lagi kita akan melakukan akad,” sambar Andrew yang begitu angkuhnya. Alya mengunci mulutnya rapat-rapat. Pesona pria itu sangat mematikan. Tampan tapi mulutnya pedas. Andrew mengedarkan pandangan. Begitu melihat Bernando, dia langsung melambaikan tangan, isyarat mendekat. Sang aspri dengan langkah lebarnya menghampiri sang majikan. “Bawa dia ke ruang make up. Dandani secantik mungkin. Aku tidak mau dia mempermalukanku di acara pernikahan ini.”Bernando mengernyit dahi sambil melihat ke arah wanita yang berpakaian lusuh di samping majikannya. Dia kembali menatap ke
Alya memutar mata jengah. Akhirnya, dia pasrah di posisi seperti itu. Berusaha memejamkan mata, meski terdengar suara dengkuran halus yang menguar bau alcohol cukup membuatnya tidak nyaman. Tubuh pria itu menempel ketat di punggungnya, sehingga Alya bisa merasakan dada bidang yang naik turun. Yang lebih membuat Alya merinding. Di sela-sela bau alcohol, Bau badan pria itu juga menguar kuat. Bukan seperti bau parfum pria kebanyakan, tapi perpaduan unik antara keringat dan juga parfum, Baunya sangat segar dan menggugah insting kewanitaannya. “Hmmmmm….Hmmmm….” Secara refleks Alya bergumam. Beberapa detik dia tersadar. Astaga, Kenapa aku begini sih! Ah, dia benci mengakuinya, tapi dia cukup terangsang akan hal itu. Seketika pikiran liarnya melayang kemana-mana. Membayangkan Pria itu tanpa pakaian. Badannya pasti sangat bagus dan menawan. Apalagi, Alya membuang pikiran kotornya. Tetapi, di posisi sedekat itu dengan pria gagah, mana mungkin dia bisa mengusir
Alya terjaga dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah. Keringat dingin mengucur deras dari dahinya. Mimpi barusan begitu mengerikan. Dia melihat Leo yang disiksa oleh Manto. Terlihat anak semata wayangnya itu menangis sambil memanggil-manggil namanya. “Kamu kenapa sih berisik!" Alya sedikit terjingkat saat mendengar Andrew yang bergumam dalam tidurnya. Sepertinya dia dalam kondisi tidak sadar. Tubuh kekarnya yang tanpa selimut itu terbuka. Menggeliat pelan. Hal yang membuat Alya tidak berkedip adalah sesuatu yang menonjol di balik celana pria itu. Seketika Alya teringat dengan kejadian semalam, di mana benda itu menggesek bongkahan sekal dirinya. Masih terasa hangat, keras dan berurat. Alya mengigit bibir. Penasaran dengan isi di dalamnya. “Kenapa kamu teriak pagi-pagi hah?” Suara barinton itu mengejutkan dirinya. Andrew terlihat menatapnya dari matanya yang menyipit karena masih ngantuk. Wajahnya tampan meski dalam keadaan kuyu. “Ak
Dengan degub jantung yang tidak menentu, Alya mengulurkannya tangannya. Bagai tersengat listrik, dia mengenggam benda yang begitu besar dan menjulang itu, bahkan lingkaran tangannya saja tidak muat.“Ayo urut,” pintanya diiringi suara bass yang mendesah. Menggelitik telinga Alya. Wanita itu mulai mengerakannya jemari lentiknya ke keperkasaan yang sudah sangat mengamuk itu. Betapa tidak, dia bisa merasakan otot-otot yang berdenyut seakan sudah siap memuntahkan laharnya.“Terus, seperti itu Alya,” ceracaunya. Alya terbawa suasana. Jemarinya semakin kuat memilin benda itu. Benda yang Alya bayangkan begitu sesak masuk memenuhi dinding-dinding kewanitaannya. Seketika bulu kuduknya berdiri.Alya menyoroti bongkahan dada Andrew yang sekal. Kedua pundak yang kokoh. Serta perut yang menggembung bukan karena lemak, melainkan otot yang padat berisi. Kalau diamati lebih dekat, terdapat bulu-bulu liar yang tumbuh di area pusarnya, menurun hingga daera
Alya merintih sambil menggesek-gesekkan lubang senggamannya ke kepala kejantanan yang sudah sangat keras. Dia ingin supaya Andrew menghujamnya dengan keras. Tetapi pria itu hanya bergeming sambil menatap liar kemolekan Alya yang menggeliat.“Saya tidak akan bergerak kalau kamu tidak bicara dengan jelas,” tandas Andrew. Alya masih bingung dengan kemauan pejantan itu.“Bicara apa , Tuan? Saya tidak paham,” ujar Alya dengan polosnya. Andrew memutar mata jengah.“Coba sekarang aku tanya, kenapa kamu menggesekan liangmu dengan kejantananku,” tanya Andrew. Raut wajah Alya memerah, haruskah dia menjawab pertanyaan bodoh ini.“Aku ingin punyamu yang besar , Tuan,” jawab Alya yang tidak percaya bisa berkata seperti itu. Dia merasa liar sekali mengatakannya.“Ulangi sekali lagi?”Alya memejamkan mata. Demi dinding kewanitaannya yang semakin gatal, Alya terpaksa menuruti Andrew.&
Alya seolah menjelma menjadi sosok yang liar karena dahaga akan birahinya belum terpenuhi. Meskipun semua itu tidak bisa disalahkan karena, Andrew yang sekarang sudah resmi menjadi suaminya, jadi sah-sah saja kalau Alya mengharapkan kepuasan dari pria itu. Seandainya, pernikahan ini bukan didasarkan karena keterpaksaan.“Manis,” ucap Alya setelah mencecap cairan itu. Ada suatu dorongan kuat dari dalam dirinya untuk menghabiskan cairan itu lagi yang masih banyak tersisa di boxer itu.Salah satu kebutuhan batin yang mendasar bagi seorang istri adalah cairan kejantanan. Entah, cairan itu akan masuk melalui mulut atas maupun mulut bawah. Yang jelas cairan kejantanan itu harus sampai ditubuh seorang wanita supaya dia bisa merasa bahagia dalam hidupnya. Bukan semata-mata karena birahi, melainkan juga diiringi dengan kasih sayang dari seorang suami.“Habis,” desah Alya kecewa. Padahal cairan yang dimuntahkan Andrew begitu banyak. Namun, tidak te