Share

Pekerjaan Sebenarnya Suamiku
Pekerjaan Sebenarnya Suamiku
Penulis: Tazk_

1. Kamu Kerja Apa, Mas?

Sayup-sayup kudengar suara ibu-ibu kompleks bergibah ria. Padahal masih pagi, tetapi mereka sudah sibuk mengurusi hidup orang lain.  

Bukannya sok alim atau apa, tapi tak tahukah mereka kalau membicarakan kejelekan orang lain amatlah pekerjaan yang sia-sia.

Selain semakin membuat dosa menumpuk, pahala yang dipunya pun turut berkurang. Benar-benar pekerjaan tak ada guna, bukan?

“Sayang, nggak mau beli sayur? Tuh, Abang sayurnya sudah datang?” ucap Mas Fahmi--suamiku—yang baru keluar dari kamar.

“Eh, udah datang, ya?” kataku sedikit kaget karena sedari tadi sibuk sendiri memikirkan ibu-ibu yang senang sekali menggunjing.

“Iya, sudah. Makanya itu ibu-ibu banyak yang berkerumun. Sini sapunya. Biar Mas aja yang lanjut nyapu,” ucap Mas Fahmi sembari mengambil sapu yang sedari tadi kupegang.

“Makasih, Mas,” jawabku kemudian lekas berlari ke kamar. Berniat mengambil kerudung dan uang untuk membeli sayur.

Sebelum keluar, kulihat Mas Fahmi masih menyapu lantai.

“Mas, Adek beli sayur dulu ya,” ujarku sambil mendekat ke arahnya. Mau cium tangan. Maklum, kami baru menikah satu bulan yang lalu. Jadi, wajarkan kalau bawaannya ingin romantis-romantisan terus.

“Mas, Adek mau cium tangan,” ucapku malu-malu.

“Tangan Mas kotor, Dek. Cium tangannya ganti cium pipi aja, ya,” tawarnya sambil menyodorkan pipi sebelah kirinya mendekat ke arahku.

Aku mengangguk dan dengan cepat kucium pipi Mas Fahmi. Seulas senyum lantas kupersembahkan untuk suamiku tercinta.

“Coba buka tangannya?” ujar Mas Fahmi yang sanggup membuat dahi berkerut.

“Buka tangan? Seperti ini maksudnya, Mas?

Aku lantas menengadahkan tangan seperti orang yang ingin meminta sesuatu.

“Ini uang buat beli sayur. Sisanya buat kamu,” katanya seraya meletakkan uang seratus ribu yang kira-kira berjumlah 10 lembar di tanganku.

“Adek udah ada uang buat beli sayur,” jawabku sambil mengeluarkan selembar uang 100 ribuan dengan tanganku yang satunya lagi.

“Ya, nggak papa. Itu uangnya disimpan aja untuk beli keperluan lainnya.”

“Tapi, ini Mas dapat uangnya dari mana? Bukannya Mas sendiri yang bilang kalau Mas pengangguran? Mas nggak mungkin nyuri kan?” selidikku sambil menatapnya heran.

Alih-alih kesal atau marah, Mas Fahmi justru terkekeh. “Dek, Mas nggak akan mungkin kasih uang haram buat kamu. Mas bisa jamin itu uang halal. Dipakai ya,” jawabnya sambil mencubit pipiku pelan.

Kuhela napas pelan karena masih penasaran akan dari mana rimbanya uang yang diberikan Mas Fahmi. Namun, sebagai seorang istri aku memilih mempercayai perkataan suamiku. Aku yakin kalau Mas Fahmi adalah orang jujur. Ia pasti tak akan membohongiku.

“Ya sudah, ini uangnya Adek terima. Tapi, kalau cuma buat beli sayur, ini kebanyakan, Mas,” timpalku sambil kembali menghitung jumlah uang yang diberikan Mas Fahmi. Benar, jumlahnya satu juta.

Menurutku satu juta cukup banyak untuk membeli keperluan dapur apalagi kami hanya tinggal berdua.

Aku khawatir bila uang yang diberikan Mas Fahmi malah kupergunakan untuk keperluan pribadiku. Membeli skincare mungkin.

Namanya juga wanita kan, pasti perlu merawat diri apalagi sekarang aku telah bersuami. Selalu ingin tampil cantik dan anggun di depan suami adalah hal yang menjadi prioritasku kini.

“Kan Mas udah bilang, sisanya buat kamu, Dek. Atau apa malah uangnya masih kurang?” tanya Mas Fahmi kemudian bisa kulihat, ia kembali merogoh saku bajunya.

“Kalau kurang ini Mas tambah,” sambungnya dan lagi-lagi menyerahkan beberapa lembar uang 100 ribuan. Kali ini lebih banyak dari sebelumnya.

“Ya Allah, Mas. Sudah! Ini banyak sekali, bahkan lebih banyak dari gajiku sebulan,” ucapku sambil mencoba mengecek jumlah uang yang kuterima.

“Se-sepuluh juta?” kataku hampir tak bisa mengucapkannya. Agak berlebihan memang, tetapi begitulah adanya.

Uang yang kuterima ini setara dengan gajiku selama tiga atau sampai 4 bulan. Kalau ada yang penasaran dengan pekerjaanku, alhamdulilah aku adalah seorang ASN, lebih tepatnya seorang guru yang beberapa bulan lalu lulus seleksi P3K.

Meski gaji yang kuterima tak terbilang fantastis, bagiku itu sudah cukup untuk membiayai kehidupanku. Meski harus berhemat dan hidup secara minimalis pastinya.

“Itu jatah selama sebulan ya, Dek. Bulan depannya besok Mas kasih lagi.”

Aku kembali melongo mendengar perkataan Mas Fahmi. Apa sebegitu banyaknya uang yang dimiliki suamiku sampai-sampai dengan begitu mudahnya ia berkata seperti itu? batinku yang penasaran pun turut bersuara.

“Mas, maaf kalau Adek lancang. Sebenarnya Mas Fahmi kerja apa?” Akhirnya kukatakan juga pertanyaan yang sejak tadi mengganjal di hatiku.

Meski sudah menikah sebulan lamanya, aku sama sekali tak menahu soal pekerjaan suamiku. Setiap kutanya, Mas Fahmi selalu tersenyum dan pasti menjawab, “Mas hanya pengangguran, Dek”.

Bahkan kalimat itulah yang dulu diucapkan ketika Bapak bertanya kepada Mas Fahmi ketika datang ke rumah untuk melamarku. Suamiku itu dengan terus terang dan percaya diri mengatakan bahwa dirinya hanyalah laki-laki biasa yang tak memiliki pekerjaan apa-apa.

Pengakuan Mas Fahmi yang seperti itu, sontak membuat Ibu sempat tak setuju bila aku menikah dengannya. Karena bagi Ibu, laki-laki yang harus menjadi suamiku adalah pria yang sudah bekerja alias bergaji, minimal setara denganku yang sudah ASN.

Tahulah ya, bagaimana sifat ibu-ibu yang ingin punya menantu yang bisa menjamin kehidupan anaknya tidak hanya perkara batin, tetapi lahir juga.

Namun, sekuat apa pun Ibu melarang, yang namanya jodoh tak ada yang bisa mencegah karena nyatanya Mas Fahmi tetap menjadi suamiku.

“Bukannya Mas sudah bilang Dek kalau Mas nggak kerja. Kamu juga tahu kan kalau Mas enggak pernah pergi ke mana-mana. Mas hanya di rumah saja,” ucapnya sambil menatapku serius.

“Kalau Mas nggak kerja, terus Mas dapat uang sebanyak ini dari mana?” Kembali kuulangi pertanyaan yang beberapa saat lalu kulontarkan.

Bukannya menjawab, Mas Fahmi malah tersenyum dan secara tiba-tiba memelukku. Erat sekali.

Sikap Mas Fahmi yang seperti ini alih-alih membuatku senang, aku justru heran atau mungkin kini malah menjadi curiga kepadanya.

‘Sebenarnya suamiku kerja apa?’

Next....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status