“Mau ke mana, Kai?” tanya Pak Dipta yang melihat Kaisar keluar dari kamar mengenakan jaket dan membawa kunci motor.“Ke rumah Adi, Pak. Mau lihat persiapan buat besok,” jawab sang perwira polisi.“Mau lihat persiapan atau lihat yang lain,” celetuk Tirta yang menggoda kakaknya.“Suuzan aja terus, Ta,” sergah Kaisar. Dia lalu beralih pada Pak Dipta. “Aku berangkat dulu, Pak,” pamitnya.Pak Dipta menganggut. “Tolong bilang sama Pak Wijaya kalau Bapak ke sananya besok pagi sekalian,” pesannya.“Insya Allah nanti aku sampaikan, Pak,” sahut Kaisar.“Loh, kamu mau ke mana, Kai? Pulang bukannya ngobrol sama Bapak sama Ibu malah pergi,” protes Ryani yang baru saja masuk ke ruang tengah membawa buah iris. Sebagai orang tua, tentu saja dia sangat merindukan anak-anaknya yang bekerja jauh dari rumah hingga membuatnya tak bisa bertemu dengan mereka setiap hari. Inginnya kalau mereka pulang ya berkangen-kangenan, bukannya malah melakukan hal lain.“Aku mau ke rumah Pak Wijaya, Bu,” jawab Kaisar.“M
Minggu pagi, sesudah salat Subuh di masjid, Kaisar berolahraga dengan lari keliling kampung. Sudah lama sekali dia tak melakukan hal tersebut di tempat kelahirannya. Terakhir menjalankan rutinitas lari pagi sebelum dia masuk pendidikan di Akpol. Udara pagi yang dingin plus segar membuat Kaisar lebih bersemangat. Udara di kampungnya masih bersih karena minim polusi dan ada banyak pepohonan rindang.Kaisar menyapa dengan ramah para tetangga yang berpapasan dengannya. Meskipun sudah jarang berinteraksi karena sudah lama tidak tinggal di sana, tapi dia masih mengingat yang sebaya atau lebih tua darinya. Kalau yang lebih muda, perwira polisi itu tak ingat lagi sebab saat dia pergi sana mereka masih kecil dan sekarang mereka sudah beranjak dewasa.Pagi itu, Kaisar berlari sambil mengingat kembali masa-masa sebelum dia diterima di Akademi Kepolisian. Bagaimana dia bekerja keras menempa fisiknya agar bisa lolos tes penerimaan Akpol. Semua itu kini sudah terbayar dengan dirinya yang sudah meny
Kaisar mengenakan batik lengan panjang pas badan yang motif dan warnanya seragam dengan para among tamu lain. Rambutnya tersisir rapi hingga membuatnya semakin terlihat tampan. Celana bahan dan sepatu kulit hitam yang sudah disemir hingga mengkilap menjadi penyempurna penampilannya.Minggu siang ini, dia akan menjadi salah satu among tamu di resepsi Adi dan Adelia yang digelar di kediaman Pak Wijaya. Dekorasinya lebih simpel tapi tetap elegan daripada saat resepsi di Grha Sabha. Adi yang meminta hal tersebut, karena dia sebagai pihak pria, jadi tidak perlu semegah dan semeriah pihak wanita.Kalau among tamu lain berpasangan dengan istrinya, Kaisar hanya sendiri. Sebenarnya Tirta bisa saja mendampinginya, tapi perwira itu tidak mau. Tidak masalah hanya sendiri karena dia khusus menyambut teman-teman dan kenalan Adi di sana. Dia tidak mau Tirta digoda oleh mereka.Sebelum acara dimulai, pasangan pengantin dan rombongan keluarga memasuki area resepsi. Kaisar tersenyum pada Shasha saat ga
Kaisar dan Shasha mengambil makanan sesudah menyanyi. Mereka bergabung dengan Tirta dan kedua orang tuanya. “Pak, Bu, masih ingat enggak sama Alesha? Dia teman kuliahku yang mamanya pintar buat kue,” jelas Tirta pada bapak dan ibunya saat Shasha dan Kaisar tiba. “Om, Tante,” sapa Shasha dengan ramah seraya menyalami Pak Dipta dan Bu Ryani sebelum duduk. Pasangan paruh baya itu juga tersenyum ramah pada Shasha, meskipun mereka juga bingung karena teman kuliah Tirta itu malah ngobrolnya dengan Kaisar. “Ini temanmu yang dulu ketemu pas wisuda bukan?” Bu Ryani memastikan pada putri bungsunya. Tirta mengangguk. “Iya, Bu. Kita juga ketemu sama Tante Dewi, mamanya Alesha,” jelasnya. “Maaf ya kalau Tante lupa, maklum sudah tua.” Bu Ryani memandang Shasha. “Tidak apa-apa, Tan,” sahut Shasha. “Bu, Pak, kami makan dulu. Ngobrolnya nanti saja ya.” Kaisar menyela mereka karena dia melihat Shasha yang mau makan jadi sungkan karena terus diajak bicara oleh ibunya. “Kalian makan dulu saja. Ka
“Apa kamu punya niat dekati temannya Tata yang tadi, Kai?” tanya Bu Ryani begitu duduk di ruang tengah setelah membereskan meja makan.“Apa Ibu dan Bapak setuju?” Kaisar memandang kedua orang tuanya bergantian.“Kalau Bapak sih setuju saja asal kalian sama-sama sudah cocok,” sahut Pak Dipta.Perwira polisi itu lalu beralih pada wanita yang telah melahirkannya. “Kalau Ibu gimana?”“Ibu juga setuju. Anaknya kelihatan baik dan sopan,” timpal Bu Ryani.“Aku ga ditanyain, Mas?” protes Tirta.“Restumu ga diperlukan. Lagian kamu ‘kan pernah bilang mending aku sama Shasha daripada yang lain,” tukas Kaisar sambil tersenyum jahil.Tirta mencebik. “Ya iyalah, daripada cewek-cewek gatel yang agresif dekati Mas Kai mendingan Alesha lah. Lebih baik, sopan, ga manja, plus cantikan dia ke mana-mana.”“Kalian sudah pacaran?” tanya Pak Dipta.Kaisar menggeleng. “Aku tidak mau pacaran, Pak. Hanya buang-buang waktu. Kalau insya Allah kami cocok ya langsung nikah. Umur sudah segini apa lagi yang mau dicar
"Mas Kaisar ini yang kemarin bantu kasusnya Mas Adi ya?" Bu Dewi bertanya pada Kaisar setelah Shasha memanggil adik-adiknya."Saya hanya ikut memantau karena bukan unit saya yang menangani," jawab Kaisar."Terus bagaimana perkembangan kasusnya?" Bu Dewi merasa penasaran."Sidangnya masih berjalan, Tante. Setelah alat bukti diserahkan dan semua sudah bersaksi, terus Restu mengajukan pembelaan, baru nanti sidang putusan,” terang sang perwira polisi."Semoga hukumannya setimpal dengan perbuatannya. Tante kasihan sama Mbak Adelia dan Mas Adi, baru menikah tapi mendapat ujian seperti itu. Untung saja Mas Adi tidak kenapa-kenapa," tutur Ibu Dewi yang merasa prihatin."Aamiin. Alhamdulillah, Allah masih melindungi Adi, Tante," sahut Kaisar."Eh ada Mas Kaisar dan Mbak siapa ya?" tanya Dita dengan ramah begitu masuk ke ruang tamu dengan digandeng Rendra."Aku Tirta, teman kuliah Alesha. Adiknya Mas Kai." Tirta memperkenalkan dirinya pada Dita. Mereka pun bersalaman.Dita memang belum mengenal
"Kamu tenang saja, aku tidak akan merebut Dita. Kalaupun melakukannya, aku yakin juga tidak akan berhasil. Karena dari dulu aku coba menarik perhatian Dita juga selalu gagal." Kaisar mentertawakan dirinya sendiri.Rendra tersenyum tipis mendengar ucapan Kaisar. Memang istrinya bukan orang yang mudah tergoda dengan semua perhatian yang diberikan oleh lawan jenis. Buktinya sebelum dia datang menawarkan cinta sudah ada Bara, Reza, dan juga Kaisar. Namun, dialah yang memenangkan hati Dita.“Terus cintai dan lindungi Dita. Aku yakin hanya kamu yang bisa membuatnya bahagia,” ucap Kaisar.“Tanpa Mas Kai suruh, aku sudah melakukannya.” Rendra kembali bersikap ketus.Sesudah dari masjid, Kaisar bertandang ke rumah Adi. Dia ingin mengobrol dengan sahabatnya itu sekalian menunggu Tirta yang ikut membantu menjamu tamu di rumah Ibu Dewi.“Kayanya makin gencar ini pendekatan ke Shasha nih, Kai. Gimana? Lancar ‘kan? Butuh bantuanku tidak?” tanya Adi.Kaisar mengulum senyum. “Doakan sajalah, Di. Aku
Malam harinya keluarga Bu Dewi dan Pak Wijaya yang berbesan, makan malam bersama di kediaman Bu Dewi. Kedua keluarga itu mengobrol dengan penuh keakraban karena sudah tidak ada tamu yang datang. Kebersamaan yang jarang terjadi.Pada kesempatan itu, Pak Wijaya mengingatkan mengenai rukun, sunah, serta doa-doa yang harus dilafalkan ketika umrah. Walaupun keluarga Bu Dewi sudah menghafalkan dan melakukan latihan manasik, tapi tidak ada salahnya ‘kan diingatkan. Selain itu Pak Wijaya juga memberitahu adab dan hal-hal yang sebaiknya dilakukan serta dihindari selama di tanah suci.Rendra dan Dita tidur di rumah Adi malam itu, karena Dita ingin lebih lama bersama ayah serta bundanya sebelum besok meninggalkan tanah air. Meski sudah biasa hidup terpisah, tetapi kali ini Dita yang akan pergi jauh selama kurang lebih 2 minggu, jadi dia ingin berdekatan dengan kedua orang tuanya.Sama seperti saat Pak Wijaya dan Bu Hasna akan menunaikan ibadah haji. Selama beberapa hari sebelum keduanya berangka