Share

Bab 4

last update Last Updated: 2023-06-02 18:08:07

Kaisar menoleh begitu mendengar pintu terbuka. Melihat Adi masuk dengan perawat saat Dita masih menggenggam erat tangannya. Namun, dia juga tidak mungkin melepaskan tangan adik sahabatnya itu begitu saja. Dita pasti menahan rasa sakit. Karena berulang kali mengeratkan genggamannya.

“Syukurlah kamu datang, Di. Dita merintih terus, kayanya sakit banget,” ucap Kaisar dengan raut khawatir.

“Permisi, Mas. Saya ingin menyuntikkan pereda nyeri dulu,” kata perawat pada Kaisar.

“Iya, Sus.” Kaisar berdiri dan ingin melepas tangannya, tapi Dita tidak mau melepaskan. Mungkin gadis itu masih merasakan sakit, jadi ingin terus menggenggam tangan Kaisar. Akhirnya dia tetap berdiri di sisi ranjang, dan memberi ruang untuk perawat melakukan tindakan.

Adi hanya diam melihat pemandangan di depannya. Mencoba tetap berpikir positif, mungkin tadi Dita mencarinya dan mengira Kaisar adalah dia. Karena itu, sang adik terus menggenggam tangan sahabatnya. Adi yakin perwira polisi itu tidak akan mengambil kesempatan dalam kesempitan karena dia sangat mengenal Kaisar. Tidak mungkin sahabatnya itu melakukan hal yang di luar batas.

Sesudah perawat menyuntikkan obat pereda nyeri dan keluar dari ruangan itu, perlahan Dita mengendurkan genggaman tangannya. Kaisar langsung menarik tangannya begitu genggaman mereka terlepas. Dia merasa tidak enak dengan Adi. “Tadi itu—“

Adi tersenyum pada Kaisar. “Enggak apa-apa, Kai. Santai saja. Makasih sudah jaga Dita,” potong Adi sebelum sahabatnya menjelaskan kenapa dia menggenggam tangan Dita.

“Dita itu kalau sakit memang manja. Maunya ditemani terus,” lanjut Adi yang menjelaskan kebiasaan sang adik saat sedang sakit. “Dita sudah tidur, ayo kita duduk lagi,” ajaknya kemudian setelah melihat Dita kembali memejamkan mata dan terlihat tenang.

Kaisar mengangguk dan mengikuti Adi yang duduk di sofa. Dalam hati dia merasa lega karena Adi tidak curiga padanya. “Di, nanti azan Asar aku balik ya.”

“Mau langsung ngantor?” Adi menoleh pada Kaisar.

Kaisar menyengguk. “Iya, lumayan ‘kan jarak dari sini ke kantor. Kalau mampir ke rumah dulu nanti malah kelamaan. Ibu pasti marah-marah kalau aku cuma pulang sebentar. Jadi, mending enggak usah pulang sekalian,” ujarnya.

“Kamu mau balik sekarang juga enggak apa-apa kok, Kai. Nanti habis Asar pasti ayah sama bunda ke sini,” sahut Adi yang kembali memandang ke arah Dita yang terbaring tenang di ranjang.

“Nanti saja, aku masih ingin ngobrol sama kamu. Sudah lama ‘kan kita enggak ketemu.” Kaisar mengungkapkan alasannya, selain juga masih ingin menemani sang pujaan hati. Tidak ada salahnya ‘kan sambil menyelam minum air. Asal tidak tenggelam saja.

Seperti ucapannya tadi, begitu azan Asar berkumandang, Kaisar pamit pada Adi. Sebelum pergi dia menyempatkan memandangi wajah Dita saat beralasan ingin pamit pada gadis itu. Nyatanya Dita masih tertidur dan Kaisar tak tega membangunkannya. Diam-diam pria itu merekam wajah Dita dalam ingatan. Sembari mendoakan dalam hati, semoga pujaan hatinya itu segera sehat dan pulih seperti sedia kala.

“Nanti aku kabari kalau ada perkembangan terbaru soal penabraknya, Di. Tolong kabari aku juga perkembangan kondisi Dita. Minggu besok insyaAllah aku pulang. Aku akan mampir lagi,” lontar Kaisar.

“Siap. Makasih, Kai.” Mereka lalu melakukan salam khas sebelum sang perwira muda meninggalkan ruangan tersebut.

Kaisar meninggalkan rumah sakit dengan hati setengah bahagia, setengah sedih. Dia bahagia karena bisa melihat Dita dan ikut menenangkan, tapi sedih karena melihat kondisinya yang kesakitan seperti tadi. Dia melangkahkan kaki ke masjid sebelum menuju parkiran. Menunaikan kewajibannya sebagai hamba Allah sekaligus mendoakan gadis yang selalu bersemayam di hatinya itu.

Usai salat Asar dan berdoa, Kaisar pun menuju tempat parkir untuk mengambil motor. Setelah itu dia melajukan kuda besinya ke polsek tempatnya ditugaskan. Mengemban amanat sebagai abdi negara yang harus menjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat.

***

“Ma, besok Minggu temanku mau main ke sini. Boleh ‘kan?” tanya Shasha saat sedang makan malam bersama keluarganya.

“Boleh saja, kenapa tidak? Apa perlu mama masakkan sesuatu?” tawar Bu Dewi yang sekarang sudah bisa meluangkan waktu setiap akhir pekan dengan keluarga setelah butiknya berjalan dengan stabil selama dua tahun.

“Asal Mama tidak sibuk, boleh saja kalau ingin masak sesuatu. Tapi kalau sibuk tidak usah, Ma. Aku tidak mau Mama capek,” sahut Shasha.

“Sekarang setiap Minggu ‘kan mama selalu di rumah, jadi mama bisa melakukan apa pun.” Bu Dewi tersenyum pada putri sulungnya itu. “Berapa orang yang mau datang, Sha?” tanyanya kemudian.

“Cuma satu kok, Ma,” jawab Shasha.

“Teman kuliah?” Bu Dewi kembali bertanya pada sang putri sulung.

Shasha mengangguk. “Iya, satu jurusan. Namanya Tirta.”

“Pacarnya Kak Shasha?” tukas Rendra yang membuat Shasha sampai tersedak hingga batuk-batuk.

“Minum dulu, Sha.” Bu Dewi memberi gelas berisi air putih pada Shasha.

Setelah minum dan tenggorokannya lega, Shasha menjawab Rendra. “Jangan asal bicara! Dia bukan pacar. Kakak wanita normal ya. Perlu kamu tahu kalau Tirta itu cewek bukan cowok, Ren,” jelasnya yang tidak terima dengan tuduhan sang adik.

“Oh, cewek. Aku kira cowok, soalnya namanya kaya cowok,” sahut Rendra tanpa rasa bersalah dan melanjutkan lagi menyantap makan malamnya.

“Makanya tanya dulu biar enggak salah dan asal tuduh. Memang dia sering dikira cowok karena namanya, tapi Tirta itu cewek tulen. Besok Minggu kamu kenalan sama dia kalau enggak percaya,” ujar Shasha.

“Aku besok mau latihan di Gelanggang,” kata Rendra.

“Ya, habis latihan kan bisa,” lontar Shasha.

“Habis latihan aku ke kafe, Kak. Sabtu dan Minggu kan jadwal wajibku ke kafe,” ujar Rendra yang setelah lulus SMA membuka kafe di samping butik mamanya.

“Terserah kamulah kalau tidak mau kenalan sama dia. Yang jelas Tirta itu cewek bukan cowok.” Shasha merasa kesal pada adiknya yang susah disuruh kenalan sama cewek. Padahal hanya kenalan biar tahu nama dan orangnya, bukan karena mau dijodohkan, tetap saja tidak mau.

Namun, kalau dia terdengar membicarakan soal cowok, Rendra pasti akan langsung angkat bicara. Sikap protektifnya melebihi almarhum papa mereka. Maklum saja, sejak papanya meninggal, Rendra mau tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melindungi keluarganya karena hanya dia sosok pria di rumah itu.

“Sudah, tidak usah diributkan masalah seperti itu. Mama tidak pernah melarang kalian berteman dengan siapa saja selama tidak membawa dampak yang buruk untuk kalian. Berulang kali mama juga bilang, jangan pernah pilih-pilih kalau berteman. Preman pun boleh dijadikan teman selama dia baik dengan kita. Mama tidak akan mempermasalahkan hal itu. Asal kita tetap mampu menjaga diri dan tidak ikut melakukan hal yang negatif. Intinya selama orang baik sama kita, ya kita juga harus baik sama mereka.” Bu Dewi menasihati ketiga buah hatinya.

“Iya, Ma,” sahut Shasha, Rendra dan Nisa.

“Ma, besok kita bikin kue saja. Mama sudah lama ‘kan enggak bikin kue,” pinta si bungsu, Nisa. Dahulu Bu Dewi memang sering membuat kue untuk dinikmati oleh keluarga kecilnya. Namun, sejak sang suami meninggal dunia dan dia harus bekerja keras membangun butik demi bisa menafkahi ketiga buah hatinya, Bu Dewi tak pernah lagi membuat kue. Bahkan memasak pun jarang. Biasanya Shasha atau Rendra yang memasak untuk makan mereka. Tergantung siapa yang punya waktu luang.

“Kamu mau dibikinkan kue apa, Nis?” Bu Dewi menoleh pada putri bungsunya.

“Apa saja yang dibuat Mama, aku mau. Aku kangen makan kue buatan Mama,” sahut Nisa dengan penuh antusias.

“Coba nanti dilihat ada bahan apa di lemari. Kalau ternyata habis, nanti kita belanja bahan kue setelah makan,” ujar Bu Dewi.

“Asyik,” teriak Nisa dengan girang. Akhirnya dia bisa merasakan lagi kue buatan sang mama yang menurutnya paling enak dari bakeri mana pun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
sebenarnya penasaran ini siapa yg nabrak dita itu koq sampai lepas tangan gitu, waduh kalian buat kue bersama aq gak di ajak kwkwkw
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 95 (TAMAT)

    Setelah kelahiran dua buah hatinya, Kaisar jadi lebih semangat bekerja. Dia bertekad memberikan yang terbaik untuk mereka. Meskipun sibuk, sebelum atau sesudah pulang kerja, Kaisar akan menyempatkan waktu untuk bermain dengan Bagus dan Ayu. Dia tidak ingin kehilangan momen perkembangan mereka.Sementara itu, Shasha benar-benar jadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Walaupun beberapa pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, menyetrika, dan lainnya dikerjakan oleh asisten rumah tangga, tapi untuk urusan masak dan mengurus anak, dia yang menanganinya sendiri.Shasha sekarang jarang menginap di rumah Bu Dewi. Kalau Kaisar dinas malam atau tidak bisa pulang, Nisa atau Bu Dewi yang menemaninya di sana. Akan repot kalau Shasha pergi sendiri membawa dua bayi dan segala perlengkapannya.Minimal sebulan sekali, Kaisar akan mengajak istrinya pergi berdua. Entah sekadar makan, menonton film atau berbelanja. Setidaknya mereka bisa ada waktu berdua tanpa anak-anak. Perwira polisi itu tahu kalau istrin

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 94

    Waktu terus berlalu, kandungan Shasha semakin hari bertambah besar. Saat usia kandungannya mencapai tujuh bulan, dia memutuskan untuk berhenti bekerja karena badannya semakin cepat pegal dan lelah. Meskipun teman-teman kantor dan atasannya memaklumi hal tersebut, Shasha yang merasa tak enak hati. Jadi lebih baik mengundurkan diri dengan meninggalkan kesan baik pada semua. Meskipun sang atasan mau memberinya cuti lebih lama sampai dia siap bekerja kembali, Shasha tidak bersedia. Dia berencana mengasuh sendiri kedua anaknya setelah melahirkan.Shasha tidak pernah telat memeriksakan kehamilannya dengan didampingi oleh Kaisar. Perwira polisi itu selalu menyempatkan waktu menemani sang istri. Kalau Kaisar tidak punya banyak waktu, keduanya bertemu di klinik. Sesudah menemani pemeriksaan, Kaisar akan langsung kembali bekerja sementara istrinya pulang ke rumah.Shasha mengikuti prenatal yoga sejak kehamilannya menginjak lima bulan. Prenatal yoga ini selain untuk kesehatan, juga membuat ibu h

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 93

    Kaisar meminta waktu libur saat dia mengadakan acara syukuran empat bulan kehamilan Shasha dan pengajian di rumahnya. Kedua orang tuanya sudah datang sejak kemarin siang karena sorenya mereka berempat pergi ke klinik di mana dokter Lita praktek untuk memeriksakan kehamilan Shasha.Bu Ryani senang sekali saat melihat USG kedua calon cucunya. Wanita paruh baya itu bahkan meneteskan air mata karena terharu. Sudah cukup lama dia menginginkan cucu, begitu menantunya hamil ternyata langsung diberi dua cucu. Sungguh Allah telah memberinya nikmat yang banyak karena kesabarannya selama ini.Ibu Kaisar rasanya sudah tidak sabar ingin menimang kedua cucunya. Dia tidak peduli jenis kelamin cucunya, yang penting menantu dan kedua cucunya sehat dan selamat. Diberi cucu saja, Bu Ryani sudah sangat bersyukur. Tidak mau meminta banyak karena takut jadi hamba yang kufur nikmat.Bu Dewi, dan Nisa sudah datang ke rumah Kaisar sejak pagi. Sedangkan Dita, Ale, dan Rendra datang agak siang karena selain Dit

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 92

    Sekitar pukul 04.00 sore, Kaisar datang ke rumah sakit dengan dua anggotanya. Kali ini dia sudah mandi dan berganti pakaian. Rencananya mereka akan meminta keterangan dari Adi dan juga Adelia. Namun Adelia belum bisa memberikan keterangan karena belum siap mentalnya. Kaisar memaklumi hal itu, karena itu dia hanya meminta keterangan Adi.Kaisar, Adi, dan dua polisi tadi mencari tempat yang lebih nyaman dan bebas untuk bicara. Akhirnya mereka pergi ke coffee shop yang ada di rumah sakit tersebut."Timku tadi sudah menginterogasi Sekar, tapi dia jawabnya berbelit-belit, Di." Kaisar membuka pembicaraan setelah mereka duduk dan memesan beberapa menu."Tapi tetap bisa menjerat dia kan?" Adi menatap sahabatnya."Bisa, cuma mungkin hukumannya tidak maksimal. Dia tidak mau ngaku kalau punya niat membunuh Adel. Sekar juga tidak menjabarkan apa yang dia bicarakan sama istrimu." Kaisar menghela napas panjang setelah berbicara.Adi ikut menghela napas panjang usai mendengar perkataan sang perwira

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 91

    Sekar Ayu terkesiap mendengar ucapan perempuan yang tadi mengetuk pintu rumahnya. Karena baru bangun tidur, jadi dia sedikit lambat berpikir. Namun begitu sadar apa yang terjadi, Sekar Ayu berniat menutup pintu yang tidak terbuka lebar itu, tapi Kaisar dengan sigap menahan pintu dengan kakinya agar tetap terbuka."Sekar!" teriak Kaisar. "Percuma kamu mau sembunyi, rumah ini sudah dikepung!""Cepat borgol dia!" perintah Kaisar pada anggota polwannya.Salah satu polwan langsung mencekal tangan Sekar Ayu, kemudian memasang gelang kembar di kedua pergelangan tangan cinta pertama Adi itu."Apa-apaan ini, Kai? Aku tidak bersalah." Sekar Ayu berusaha memberontak. "Kalian salah menangkap orang. Aku pasti sudah difitnah!” teriaknya."Diam!" hardik Kaisar. "Bukti sudah menunjukkan kalau kamu yang menusuk Adelia. Jangan coba mengelak dan pura-pura tidak bersalah!” sergahnya.Sekar Ayu tersenyum sinis. "Bukti apa yang kalian punya? Jangan mengarang!""Ada rekaman CCTV di dalam toilet mal, Sekar.

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 90

    Kaisar benar-benar menghubungi Bu Ryani menanyakan alamat Sekar di kota. Dia memberi tahu sang ibu apa yang wanita itu lakukan pada istri Adi. Bu Ryani merasa geram, sayangnya dia juga tidak tahu alamat Sekar di kota. Namun, wanita paruh baya itu berjanji akan mencarikan informasi. Begitu mendapat alamat Sekar, Bu Ryani berjanji akan langsung memberi tahu putra sulungnya itu.Perwira polisi itu kemudian menghubungi istrinya. Dia memberi tahu kalau ada kasus baru, dan kemungkinan akan pulang terlambat. Kaisar tidak bilang kalau Adelia ditusuk orang karena takut istrinya jadi kepikiran apalagi di rumah hanya sendiri. Sesudah itu Kaisar menghubungi anggotanya, meminta laporan sekaligus melakukan koordinasi dengan mereka.Kaisar kembali masuk ke IGD. Ternyata di sana sudah ada keluarga Adelia. Dia menyalami kedua orang tua Adelia dan juga Arsenio begitu bertemu dengan mereka."Nanti akan ada dua anggotaku yang berjaga 24 jam di luar kamar Adelia. Sebentar lagi mereka akan menyusul ke sin

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 89

    Berita Shasha hamil kembar membuat bahagia siapa saja yang mendengarnya. Termasuk atasan dan teman-teman sekantornya. Shasha tidak diberikan banyak pekerjaan seperti sebelumnya. Dia juga tidak diizinkan lembur. Begitu jam kerja selesai, langsung disuruh pulang. Meskipun mendapat perlakuan istimewa, Shasha tetap melakukan pekerjaannya dengan baik.Karena hamil kembar, membuat baby bump Shasha terlihat lebih besar dari kehamilan tunggal. Saat usia kandungannya tiga bulan sudah seperti hamil empat bulan hamil tunggal. Badan Shasha pun semakin berisi, terutama di bagian dada dan pinggang. Pipinya juga jadi tembam.Satu hari saat Shasha dan Kaisar libur, perwira polisi itu mengajak istrinya pergi ke luar. Kaisar beralasan ingin mengajak jalan-jalan karena sudah agak lama mereka tidak berkencan. Mumpung masih berdua, menikmati asyiknya pacaran setelah menikah.“Loh, Mas. Kok ke sini?” Shasha bertanya karena Kaisar menggandengnya menuju pameran mobil yang ada di dalam mal yang keduanya datan

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 88

    Sejak dinyatakan hamil tak ada perubahan yang berarti pada Shasha. Dia tidak mengalami mual dan muntah, serta tidak mengidam makanan tertentu. Hanya Shasha jadi lebih manja pada Kaisar. Kalau sedang di rumah berdua, dia tak pernah mau jauh dari suaminya. Untung saja tidak pernah mengambek kalau harus ditinggal karena ada tugas mendadak. Biasanya Shasha akan menginap di rumah sang mama kalau Kaisar tidak bisa pulang.Shasha kadang sangat malas mandi, bahkan malas beranjak dari tempat tidur. Ada kalanya dia jadi sangat rajin, bahkan di rumah pun berdandan. Kaisar tak mempermasalahkan perubahan-perubahan yang dialami sang istri. Dia sudah banyak diberi tahu Rendra kalau menghadapi wanita hamil harus punya lebih banyak stok sabar. Yang penting istrinya merasa bahagia.“Mas, jangan lupa ya nanti jadwal kontrol ke dokter Lita.” Shasha mengingatkan suaminya saat mereka sedang menyantap sarapan.“Jamnya seperti yang dulu ‘kan?” Kaisar menatap sang istri.Shasha mengangguk. “Iya. Mulai praktik

  • Pelabuhan Cinta Sang Perwira   Bab 87

    "Alhamdulillah berdasarkan hasil tes urine dan darah, Bu Alesha positif hamil. Selamat ya," ucap dokter Lita sambil memandang pasangan suami istri baru di hadapannya. "Pak Kaisar, tokcer ini bisa langsung membuat Bu Alesha hamil setelah menikah," selorohnya agar suasana tidak menjadi tegang. "Alhamdulillah. Kamu beneran hamil, Sha." Kaisar sontak memeluk sang istri yang duduk di sampingnya. Membuat dokter yang mengenakan hijab bermotif bunga-bunga kecil itu menjadi saksi kebahagiaan yang dirasakan oleh calon orang tua baru tersebut. "Iya, Mas. Alhamdulillah," sahut Shasha. "Mas, tolong lepas. Malu sama dokter," bisiknya kemudian. Kaisar pun langsung mengurai pelukan. "Maaf, Dok. Saya refleks memeluk istri karena bahagia," aku sang perwira polisi. Dokter Lita tersenyum. "Tidak apa-apa, Pak. Saya paham apa yang Bapak dan Ibu rasakan. Bagaimana kalau kita USG sekarang, untuk mengecek kondisinya?" "Silakan, Dok," sahut Kaisar. "Apa saya boleh melihat proses USG-nya?" tanyanya ragu.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status