Sebelum turun Azerus membisikkan sesuatu kepada Tola dan Luta. Tola dan Luta tampak mengangguk paham. Azerus memasukkan sesuatu ke dalam saku baju Tola dan Luta. Mereka tersipu. Azerus melompat dari dalam perahu. Lantas melambaikan tangan kepada dua orang kawannya. Ia berjalan menyusuri pantai, bekas jejaknya tersapu ombak, begitu terus setiap pijakan.
Mentari muncul di ufuk timur, semburat cahaya mentari mengisi seluruh pantai ini. Pantai pagi ini sangat ramai. Banyak nelayan yang mengerumuni setiap perahu. Mereka sangat gerak cepat, begitu pula pembeli yang berebutan untuk membeli ikan, yang nantinya akan di jual lagi ke masyarakat. Biasanya mereka menjualnya ke pegunungan. Azerus menyusuri jalan setapak di samping hutan bakau. Orang yang bertemu dengannya selalu bertegur sapa dengan ia. Mereka sangat ramah, rupanya Azerus bertabiat baik di mata penduduk pantai. Setelah berjalan sejauh hampir seratus meter ia tiba depan sebuah rumah,Binar merasa sedikit lega setelah menceritakan sesuatu yang di alaminya itu kepada ibunya. Binar menelepon ibunya hanya ketika sangat penting, selebihnya ia hanya menunggu ibunya yang menghubunginya, karena Binar takut mengganggu jam kerja ibunya.Setelah bercerita perasaannya sedikit lega, namun ia masih kawatir. Ucapan ibunya yang mengatakan bahwa mimpi itu kadang bisa sebagai alarm dan petunjuk. Binar pusing memaknai maksud dua kata tersebut. Binar selalu percaya dengan apa yang ibunya katakan, karena baginya ibunya seorang motivator yang hebat, ia selalu belajar dari kerja keras dan kegigihan ibunya. Hal itu selalu menjadikan Irishena selalu sosok yang benar di mata Binar, meskipun ada sedikit hal yang tidak Binar benarkan dari ibunya, namun itu tidak menutup dari semua cerita lain dari hidup Irishena.Binar bersiap-siap menuju kampus, walaupun kaki kananya masih harus sedikit di paksakan untuk bisa berdiri tegak.“Astaga ikan ini, aku lupa mengu
Aras terdiam. Pertanyaan Binar bagaikan disambar petir siang bolong. Alasannya akan membuat jatuh harga dirinya. Di situasi seperti sekarang sembilan puluh sembilan persen penghuni bumi memilih untuk berdosa. Kebanyakan dari mereka memilih untuk berbohong. Jujur adalah sesuatu yang mudah diucapkan namun melaksanakannya sama susahnya seperti melawan penjajah.Aras menggaruk kepala, Binar terus menatapnya, menunggu jawaban darinya.“Kenapa?’ ulang Binar.“Ah gue tahu, gue bikin loh nyaman yah?” lanjut Binar lagi.“Jangan Gr deh,” protes Aras.“Yah terus kenapa?” potong Binar.“Gue cuma kasihan sama loh, kaki loh kan belum beres,” sergah Aras.“Cieee kawatir sama gue,” goda Binar.Terpaksa Aras mengalah di balik rahasia besarnya. Ia kembali mengemudi mobil Binar. Suasana tidak sebeku tadi pagi sewaktu mereka berangkat ke kampus.Aras membuka musik, al
Sebuah bola kena di depan mobil Binar. Sekelompok anak kecil sedang bermain bola. Mereka tampak takut untuk memungut bola itu. Binar keluar dari mobil. Binar memungut bola itu, lantas melemparkan kembali bola itu kepada mereka."Makasi kakak baik," ucap mereka kompak.Binar tersenyum riang kepada mereka."Kakak baik, main bareng kita yuk," ajak seorang anak kecil, rambutnya keriting, bajunya penuh pasir.Binar menengok kepada Aras. Aras tampak mengangguk, lantas membuka pintu mobil lalu keluar."Wah ada kakak ganteng juga," goda seorang anak perempuan, rambutnya terurai serata lengan, salah satu gigi depannya sudah tanggal alias ompong.Aras tersenyum puas melihat anak kecil tersebut.Seorang anak yang kepalanya botak, melempar bola kepada Aras, "ayo main kak."Aras menangkap bola itu, memutar-mutar bola di tangannya, menahannya hanya dengan jari telunjuk. Bola itu berputar
Dosen dengan tubuh sedikit gemuk itu berlalu dari hadapan Amaz dan Binar, meninggalkan mereka dengan perasaan kesal. Binar selalu diam jika sedang kesal, kecewa maupun sedang marah. Ia membanting buku dengan kasar di atas meja kesayangannya itu. Sedangkan Amaz komat kamit mulut meniru dengan kesal cara dosen itu berbicara.“Dia pikir bikin esai itu mudah apa?” gerutu Amaz.“Dia pikir orang lain enggak ada kerjaan apa. Bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu sesingkat itu,” tambahnya kesal.Binar masa bodoh, ia tidak peduli dengan ancaman dosen tadi.Sementara Amaz sebaliknya, baginya bertanggung jawab dengan segala apa yang di percayakan padanya itu adalah hal yang paling nomor satu. Ia sangat disiplin dan berkomitmen dengan tugas dan keputusannya. Ia selalu punya target dalam menjalankan misinya. Hidupnya bisa di katakan sangat teratur.Binar berlalu dari hadapan Amaz.“Itu anak, enggak ada
Aras adalah leadernya Kazuo. Sekelompok geng motor yang berlandaskan rasa cinta dan menjunjung tinggi kedamaian. Kazuo sendiri adalah nama pemberian Tiar, yang berarti cinta damai.“Sumpah gue kangen sama loh,” ujar Aras blak-blakkan.“ Apa? Gue enggak salah dengar kan,” ujar Tiar, sengaja ia mendekatkan kupingnya ke mulut Aras.Aras balas mengacak-acak rambut Tiar. Ini adalah perpisahan terlama mereka sepanjang mereka bersahabat. Mereka mulai berteman sejak berada di taman kanak-kanak. SD, SMP, dan SMA pun mereka sekolah di sekolah yang sama. Hubungan keduanya sangat akrab. Layaknya saudara kandung. Keduanya sama-sama menjadi bintang di sekolah. Banyak siswa-siswi yang mengidolakan mereka.Orang tua Tiar sangat mengenal Aras beserta keluarganya, begitu pula sebaliknya.“Gimana di sana?” tanya Aras kemudian.“Boring,” ujar Tiar memelas, ketika kembali mengingat kea
Azerus dengan ganas mendorong Irishena ke tengah laut. Irishena terhuyung ke lautan dalam. Azerus tersenyum puas menyaksikannya. Dari kejauhan Binar terjun dari perahunya. Ia berusaha menyelamatkan Irishena, namun ia terlambat Irishena telah hilang begitu saja. Binar terus menyelam, namun tetap saja ia butuh oksigen, ia kembali ke permukaan. Betapa terkejutnya ia menyaksikan Azerus telah pergi bersama dua orang anak, samar-samar Binar melihat mereka. Wajah mereka tidak terekam jelas karena cahaya matahari menghalangi pandangannya.Binar terus mencari ibunya yang kini tak tahu di mana. “Mama....... Mamaa....” teriak Binar. Irishena tidak menggubris. Binar kelelahan, ia kesulitan untuk bernapas. Nafasnya tersengal satu-satu.Binar berteriak histeris memanggil Irishena hingga kembali tersadar dari mimpinya. Ia lagi-lagi mengalami mimpi yang buruk. Selalu dengan alur yang sama. Azerus meninggalkan Binar dan Irishena yang sangat jatuh
Langit sangat cerah. Terik matahari masih sedikit menyengat. Tak ada awan yang menghalang mata untuk menatap langit, oleh karena itu Binar memutuskan untuk bepergian dengan motornya. Tidak mungkin hujan pada cuaca secerah ini, pikirnya dalam hati.Binar mengendarai motornya dengan cukup pelan. Jaket putihnya terasa sangat cocok di tubuhnya, ia jarang menggunakan dress atau celana panjang saat bepergian. Apalagi ke pantai, celana pendek adalah andalannya.Berkali-kali Binar meniup beberapa helai rambut yang menutupi matanya. Angin begitu lembut membelainya. Hal inilah yang membuat ia cinta motor.Amaz dengan penampilannya yang sangat elegant duduk santai di tepi pantai. Ia menikmati angin kecil yang menerpanya. Ia sedikit mengernyitkan mata, sinar mentari menyilaukan matanya. Beberapa saat kemudian Binar tiba di sana.Ia berjalan santai ke arah lautan setelah melepaskan helmnya.“Ah lima menit lebi
Mata Binar terbelalak menatap aneka menu di atas meja panjang itu. Begitu pula Irishena.Tatapan Binar dan Irishena terhenti di tepi meja saat melihat tangan tua itu tak henti menghidangkan makanan."Makasi ya Bi" ujar Binar dan Irishena bersamaan.Bi Imba terkesima matanya hampir berkaca-kaca."Ini sudah kewajiban Bibi toh," balasnya merendah.Binar dan Irishena tersenyum lama ke arah Bi Imba."Oh ya Bi, bapak kemana?" Tanya Irishena di tengah kebisuan mereka.Binar tampak tersedak. Ia buru-buru merebut gelas air yang sedang di tuang Bi Imba.Irishena berinisiatif membantu Binar minum air."Belum juga mulai makan." Ujar Irishena.Binar tidak akan bisa mengelak di depan Irishena jika menyangkut biologis."Enggak tahu mah, tiba-tiba saja kek gini." Balas Binar setelah merasa lega. Binar dan Bi Imba saling menatap untuk waktu yang cukup