Pelakor Itu TantekuSetelah terbangun aku tidak bisa memejamkan mata lagi. Ingin sekali membangunkan Mas Pram untuk menanyakan hal ini. Tapi Mas Pram tidur begitu pulas. Aku harus menunggu sampai subuh, dan itu masih beberapa jam lagi.Aku duduk termenung. Seakan masih tidak percaya kalau perempuan yang tak lain tanteku sendiri tega berbuat seperti ini padaku.Aku pikir setelah Tante Lili pergi dari rumah kami, dia akan berhenti mendekati Mas Pram. Tapi ternyata tidak, justru dia semakin berani memperlihatkan padaku.Menghela napas panjang dan berharap semua ini akan segera berakhir. Ingin sekali aku memberi pelajaran pada Tante yang tidak tahu diri itu.Tanpa sadar aku meremas selimut yang dipakai Mas Pram dengan begitu kesal."Tante Lili sudah keterlaluan, sangat keterlaluan," ucapku penuh amarah."Sayang, kamu tidak tidur?" tanya Mas Pram yang tiba-tiba terbangun.Aku pun langsung menoleh ke arahnya."Apa aku sudah mengganggu tidurmu, Mas?""Tidak, Sayang," jawab Mas Pram sembari b
Pelakor Itu TantekuAku melepas dengan kasar genggaman tanganku dari baju Tante Lili, lalu mengejar Ibu yang baru beberapa langkah meninggalkan kami."Bu, Sifa bisa jelaskan. Sifa benar-benar minta maaf." terangku dengan langsung memeluk tubuh Ibu dan menghentikan langkah beliau.Ibu hanya berdiam diri tanpa membalas pelukanku yang semakin erat. Aku tahu apa yang Ibu rasakan. Aku mengerti kenapa sikap Ibu seperti ini."Sebenarnya apa yang telah terjadi antara kamu dan Tante Lili? Kenapa sikapmu sampai kasar padanya? Itu bukan Sifa yang Ibu kenal."Aku melepas pelukan dan menatap wajah Ibu dengan air mata yang berderai."Apa Ibu yakin ingin mengetahui semua ini?"Ibu mengusap air mataku dengan penuh kelembutan. Meski beliau tidak menjawab apa-apa, tapi sorot mata beliau mengharapkan kejujuran dariku.Aku menuntun Ibu ke kamar Tante Lili. Di sana masih terlihat ketegangan dan kecemasan dari raut wajah Mas Pram dan juga tanteku. Aku menatap Mas Pram dengan rasa pilu. Sedikit gelengan ke
Pelakor Itu TantekuPagi ini tidak seperti kemarin, di mana kumpul bersama orang tua sangat mendamaikan jiwa. Semua berubah setelah kejadian tadi malam.Ibu yang biasa kulihat dengan senyum ramahnya, kini hanya diam. Bahkan bicara sepatah katapun tidak.Raut wajah yang menyimpan kepedihan dan rasa kecewa terlihat begitu jelas.Mungkin semua ini memang berat untuk Ibu, sama seperti yang kurasakan saat mengetahui perbuatan Mas Pram dan Tante Lili di belakangku.Aku juga merasa sedih, marah, dan kecewa. Bahkan untuk bertahan dengan keadaan seperti ini tidaklah mudah. Aku bergegas masuk ke kamar dan mengemasi semua barang-barang. Sebenarnya aku masih ingin di sini, tapi aku tidak sanggup melihat kesedihan Ibu. Aku tidak bisa. Mungkin dengan kami pulang, hati Ibu akan lebih tenang."Sayang, kenapa mengemasi barang-barang? Kamu ingin pulang sekarang?""Iya, Mas. Aku tidak bisa melihat Ibu sedih seperti itu. Mungkin Ibu akan lebih tenang kalau kita pulang. Karena beliau pasti butuh ketenang
Pelakor Itu Tanteku[Sifa tidak akan pernah bercerai dengan Mas Pram. Karena Sifa akan tetap mempertahankannya.]Pasti Tante Lili sengaja menerorku seperti ini. Berbagai cara dia lakukan untuk merebut Mas Pram dariku. Keterlaluan sekali perempuan itu.[Kamu akan menyesal kalau masih kekeh ingin mempertahankan Pram.]Aku mencoba menelepon Tante Lili, tapi tidak diangkat. Beberapa kali mencobanya masih tetap diabaikan. Sungguh membuatku kesal.[Tidak akan pernah ada penyesalan bagi seorang istri yang mempertahankan suaminya dari pelakor.]Kenapa Tante Lili membuat hidupku jadi tidak tenang. Aku tidak bisa memungkiri rasa takutku ini. Keinginan Tante Lili untuk memiliki Mas Pram tidak main-main."Pesan dari siapa, Sayang?" tanya Mas Pram terlihat penasaran karena dari tadi jemariku sibuk menari di layar ponsel. Dari perempuan yang kamu tanggapi rayuannya. Dia benar-benar sudah sakit jiwa."Mas Pram hanya terdiam, dia langsung paham atas ucapanku. Sepertinya aku yang harus menutup celah
Pelakor Itu TantekuBrakkkTiba-tiba terdengar suara barang jatuh yang membuatku begitu kaget.Fadil?Hanya dengan memakai handuk aku langsung keluar dari kamar, khawatir kalau terjadi apa-apa dengan Fadil. Karena setelah mandi, Fadil aku titipkan pada Mas Pram."Mas ... Fad ...," seketika ucapku langsung terhenti ketika melihat Tante Lili sudah ada di depanku.Guci kesayanganku sudah pecah dan berserakan di lantai. Aku memandang Tante Lili tanpa bisa berkedip sedikitpun. Mau apa perempuan ini datang lagi ke rumah kami? "Ada apa ini, Mas?"Wajah Mas Pram terlihat begitu emosi. Sebenarnya ada apa ini? Kenapa guciku sampai pecah? Pandanganku langsung mencari Fadil yang tidak terlihat diantara mereka."Fadil ... Fadil ...," teriakku.Hahh ... aku menghembuskan napas lega ketika melihat Fadil ada di ruang tengah sedang bermain dengan mainannya.Apa mungkin Mas Pram yang menyuruh Fadil tetap di sini? Aku langsung menggendong Fadil dan membawanya ke kamar."Fadil, kamu di sini sebentar
Pelakor Itu TantekuPagi yang sudah kutunggu dari semalam. Sudah tidak sabar ingin segera menyuruh Tante Lili angkat kaki dari rumahku.Tadi malam yang harusnya menjadi momen kebersamaan aku dan Mas Pram akhirnya pupus sudah. Situasi yang sangat tidak mendukung untuk kami jalan-jalan dan makan bersama di luar. Lagi-lagi semua karena masalah Tante Lili.Masalah ini semakin membuat lelah. Kapan masalah ini berakhir dan kebahagiaan seperti dulu datang lagi?Pagi ini aku sudah menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari biasanya. Meski semalam mataku hanya terpejam sesaat. "Mau ke mana, Sayang, pagi-pagi sudah cantik?" tanya Mas Pram saat melihatku sudah dandan dan rapi."Kamu lupa, kalau hati ini mau menyelesaikan soal rumah yang sudah kamu berikan pada perempuan itu?"Mas Pram terlihat kaget mendengar jawabanku."Kenapa kaget begitu? Kemarin 'kan aku sudah bilang.""A - aku antar saja, ya."Aku balik badan dan mendekati Mas Pram."Tidak perlu, kamu cukup menemani Fadil sebentar. Sarapan su
Pelakor Itu TantekuAku hanya bisa diam dengan rasa sakit hati. Seumur hidup baru kali ini aku dipermalukan di depan umum menjadi tontonan banyak orang. Dan yang lebih menyakitkan, tanteku sendiri yang melakukannya padaku.Ingin rasanya membalas perlakuan Tante Lili saat tadi bersikap kasar padaku, tapi hatiku tak kuat untuk melakukannya di depan umum. Bahkan mulutku seakan terkunci. Dan hanya tangisan yang mewakili perasaanku."Ini." Panji memberikan tissu padaku.Aku tahu, sesekali Panji menoleh ke arahku, meski pandanganku tertuju ke depan. Drrttt ... drrttt ... drrttt ....Terdengar suara getaran ponsel milik Panji. "Iya, Pram. Sifa dan Fadil aku antar pulang. Maaf tadi tidak izin kamu dulu. Oh, oke, sebentar."Panji memberikan ponselnya padaku. Sepertinya Mas Pram ingin bicara.Aku menggelengkan kepala memberi isyarat kalau tidak ingin bicara dengan Mas Pram."Pram, maaf, Sifa tidak ingin bicara denganmu. Aku hanya menyampaikan apa yang harus aku sampaikan. Sekali lagi aku mint
Pelakor Itu Tanteku"Fadil, ayo ikut Mama kerja, Nak!" ajakku dengan rasa sakit atas perlakuan papanya padaku.Aku memesan taksi online untuk berangkat ke toko, sedangkan Mas Pram balik lagi ke kamar.Tidak berapa lama taksi online yang kupesan akhirnya datang. Aku segera mengajak Fadil masuk ke dalam taksi tanpa berpamitan lebih dulu pada Mas Pram. Takutnya dia akan merasa terganggu dan marah-marah lagi.Aku menarik napas dalam dan menghembuskan pelan. Tanpa disadari air mata pun mengalir dengan sendirinya. Hatiku terlalu sakit atas sikap Mas Pram yang begitu kasar.Kenapa cobaan rumah tanggaku dengan Mas Pram begitu berat?Getaran ponsel yang ada di genggamanku mengalihkan pikiran. Dengan semangat segera melihat siapa yang menelepon, berharap Mas Pram yang menghubungiku untuk meminta maaf.Ternyata, Panji?"Assalamu'alaikum, hallo, Nji," jawabku sembari menyeka air mata."Kita jadi ketemuan di toko atau dimana, Fa? Sorry, aku telepon kamu. Soalnya dari tadi Pram aku hubungi tidak di