Pelakor Itu TantekuBrakkkTiba-tiba terdengar suara barang jatuh yang membuatku begitu kaget.Fadil?Hanya dengan memakai handuk aku langsung keluar dari kamar, khawatir kalau terjadi apa-apa dengan Fadil. Karena setelah mandi, Fadil aku titipkan pada Mas Pram."Mas ... Fad ...," seketika ucapku langsung terhenti ketika melihat Tante Lili sudah ada di depanku.Guci kesayanganku sudah pecah dan berserakan di lantai. Aku memandang Tante Lili tanpa bisa berkedip sedikitpun. Mau apa perempuan ini datang lagi ke rumah kami? "Ada apa ini, Mas?"Wajah Mas Pram terlihat begitu emosi. Sebenarnya ada apa ini? Kenapa guciku sampai pecah? Pandanganku langsung mencari Fadil yang tidak terlihat diantara mereka."Fadil ... Fadil ...," teriakku.Hahh ... aku menghembuskan napas lega ketika melihat Fadil ada di ruang tengah sedang bermain dengan mainannya.Apa mungkin Mas Pram yang menyuruh Fadil tetap di sini? Aku langsung menggendong Fadil dan membawanya ke kamar."Fadil, kamu di sini sebentar
Pelakor Itu TantekuPagi yang sudah kutunggu dari semalam. Sudah tidak sabar ingin segera menyuruh Tante Lili angkat kaki dari rumahku.Tadi malam yang harusnya menjadi momen kebersamaan aku dan Mas Pram akhirnya pupus sudah. Situasi yang sangat tidak mendukung untuk kami jalan-jalan dan makan bersama di luar. Lagi-lagi semua karena masalah Tante Lili.Masalah ini semakin membuat lelah. Kapan masalah ini berakhir dan kebahagiaan seperti dulu datang lagi?Pagi ini aku sudah menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari biasanya. Meski semalam mataku hanya terpejam sesaat. "Mau ke mana, Sayang, pagi-pagi sudah cantik?" tanya Mas Pram saat melihatku sudah dandan dan rapi."Kamu lupa, kalau hati ini mau menyelesaikan soal rumah yang sudah kamu berikan pada perempuan itu?"Mas Pram terlihat kaget mendengar jawabanku."Kenapa kaget begitu? Kemarin 'kan aku sudah bilang.""A - aku antar saja, ya."Aku balik badan dan mendekati Mas Pram."Tidak perlu, kamu cukup menemani Fadil sebentar. Sarapan su
Pelakor Itu TantekuAku hanya bisa diam dengan rasa sakit hati. Seumur hidup baru kali ini aku dipermalukan di depan umum menjadi tontonan banyak orang. Dan yang lebih menyakitkan, tanteku sendiri yang melakukannya padaku.Ingin rasanya membalas perlakuan Tante Lili saat tadi bersikap kasar padaku, tapi hatiku tak kuat untuk melakukannya di depan umum. Bahkan mulutku seakan terkunci. Dan hanya tangisan yang mewakili perasaanku."Ini." Panji memberikan tissu padaku.Aku tahu, sesekali Panji menoleh ke arahku, meski pandanganku tertuju ke depan. Drrttt ... drrttt ... drrttt ....Terdengar suara getaran ponsel milik Panji. "Iya, Pram. Sifa dan Fadil aku antar pulang. Maaf tadi tidak izin kamu dulu. Oh, oke, sebentar."Panji memberikan ponselnya padaku. Sepertinya Mas Pram ingin bicara.Aku menggelengkan kepala memberi isyarat kalau tidak ingin bicara dengan Mas Pram."Pram, maaf, Sifa tidak ingin bicara denganmu. Aku hanya menyampaikan apa yang harus aku sampaikan. Sekali lagi aku mint
Pelakor Itu Tanteku"Fadil, ayo ikut Mama kerja, Nak!" ajakku dengan rasa sakit atas perlakuan papanya padaku.Aku memesan taksi online untuk berangkat ke toko, sedangkan Mas Pram balik lagi ke kamar.Tidak berapa lama taksi online yang kupesan akhirnya datang. Aku segera mengajak Fadil masuk ke dalam taksi tanpa berpamitan lebih dulu pada Mas Pram. Takutnya dia akan merasa terganggu dan marah-marah lagi.Aku menarik napas dalam dan menghembuskan pelan. Tanpa disadari air mata pun mengalir dengan sendirinya. Hatiku terlalu sakit atas sikap Mas Pram yang begitu kasar.Kenapa cobaan rumah tanggaku dengan Mas Pram begitu berat?Getaran ponsel yang ada di genggamanku mengalihkan pikiran. Dengan semangat segera melihat siapa yang menelepon, berharap Mas Pram yang menghubungiku untuk meminta maaf.Ternyata, Panji?"Assalamu'alaikum, hallo, Nji," jawabku sembari menyeka air mata."Kita jadi ketemuan di toko atau dimana, Fa? Sorry, aku telepon kamu. Soalnya dari tadi Pram aku hubungi tidak di
Pelakor Itu Tanteku"Aku pulang, ya, Fa. Kamu harus kuat. Apa yang dilakukan tantemu pada Pram tidak akan bertahan lama. Percayalah.""Makasih, ya, Nji," jawabku berusaha tetap tersenyum meski terasa berat.Rasanya aku tidak ingin Panji cepat-cepat pulang. Aku butuh seseorang yang bisa memberi semangat dalam situasi seperti ini. Tapi, tidak mungkin juga aku melarang Panji pulang.Aku hanya bisa menghembuskan napas kasar dan beranjak dari tempatku berdiri setelah Panji pergi."Ayo, Fadil, kita masuk."Tiba-tiba bocah polos yang aku gandeng melepaskan tangannya dan lari begitu cepat. Pandanganku terus tertuju ke mana Fadil berlari. Aku khawatir dia akan terjatuh. Tiba-tiba Fadil menuju ruang di mana papanya sedang duduk di sana.Aku terus mengikutinya. Langkah yang tadinya cepat seketika kupelankan. Aku melihat Fadil mendekati papanya dan meminta pangku dengan manja. Tetapi Mas Pram tidak menanggapi sama sekali. Dia membiarkan Fadil yang masih terus berusaha manja padanya. Hatiku sanga
Pelakor Itu TantekuBraaakDorongan kuat membuatku terhempas ke pintu gerbang."Pram." Terdengar teriakan dari luar pintu gerbang.Dengan bahu yang sedikit nyeri karen terkena pojokan besi, kuarahkan pandangan keluar.Panji?Aku hanya diam tanpa bisa berkata apa-apa. Semua perasaan terluka berkecamuk di dalam dada. "Fa, tolong buka gerbangnya!" seru Panji.Aku menggelengkan kepala memberi jawaban atas permintaan Panji. Kalau aku membuka pintu gerbang, pasti Mas Pram akan langsung nyelonong pergi.Mas Pram menatapku bak singa ingin menerkam mangsa. Sejujurnya aku takut kalau dia akan berbuat lebih kasar lagi."Mana kuncinya, jangan sampai batas kesabaranku habis," ucapnya. Aku berusaha menepis rasa takut atas perlakuan kasar Mas Pram. Kaki'ku melangkah mendekatinya. PLAAKKKTamparan keras akhirnya kulayangkan di pipi Mas Pram. "Aku tahu saat ini kamu sedang tidak sadar melakukan semua ini, Mas. Tapi sikap kasarmu tidak akan kubiarkan."Kedua tangan Mas Pram sudah mengepal. Mungkin
Pelakor Itu Tanteku"Kalau diizinkan, sementara waktu Mas Pram biar tinggal di sini dulu. Saya akan membersihkan pengaruh negatif yang sudah dikirim seseorang pada dirinya saat ini," terang pamannya Panji."Ini maksudnya apa? Pengaruh negatif apa?" tanya Mas Pram dengan nada tinggi.Kami semua hanya saling memandang mendengar pertanyaan dari Mas Pram. "Berapa lama Ustadz, Mas Pram harus tinggal di sini?" tanyaku memastikan."Kurang lebih dua Minggu, Mbak. Biar hati dan pikiran Mas Pram juga tenang."Ayah dan Ibu menatapku, sepertinya mereka setuju dengan usulan Ustadz."Baiklah, Ustadz, kalau itu memang yang terbaik untuk Mas Pram.""Apa maksud kamu, Sifa? Kenapa aku harus tinggal di sini?" Raut wajah Mas Pram tersirat kegelisahan.Kenapa rasanya begitu berat meninggalkan Mas Pram di sini? Hatiku begitu tidak tenang. Harusnya aku mendukung akan hal ini.Mas Pram terus menatapku, terlihat jelas kalau dia tidak menginginkan hal ini. Maafkan aku, Mas. Semua demi kebaikanmu juga."Mau d
Pelakor Itu TantekuPOV PanjiPerempuan itu memang tidak bisa kulupakan. Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Dan sekalinya bertemu lagi, ternyata dia sudah menikah dengan teman kuliahku, Pram.Dari awal tidak ada niat sedikitpun untuk merebut dia dari temanku sendiri. Namun sebuah kesempatan membuat diriku tidak ingin menyia-nyiakannya.Aku memang pernah suka dengannya, sebuah rasa yang tumbuh ketika kita masih ABG. Kalaupun cinta, bisa disebut hanya cinta monyet. Berkali-kali aku mengirim surat padanya, tapi tak ada satupun yang dibalas. Dia memang salah satu primadona di SMP kami. Tetapi perasaanku dulu padanya masih tetap ada.Sifa, perempuan yang bisa menarik hati setiap lelaki yang memandangnya. Dia memang perempuan yang sederhana, tidak neko-neko seperti perempuan kebanyakan. Dan dari dulu tidak berubah. Dengan kesederhanaannya saja, dia terlihat begitu menarik dan anggun. Pria manapun tidak mungkin bisa menolaknya.***"Eh ... ngapain, Mbak, mengendap-endap di depan rumah