Share

Pelakor Yang Diundang Suamiku
Pelakor Yang Diundang Suamiku
Penulis: Jingga Rinjani

Bab 1

Penulis: Jingga Rinjani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-07 12:40:29

“Aku akan menikah lagi, Van,” ucap Mas Hanif saat kami tengah duduk di ruang keluarga sore ini. Aku terkejut bukan main saat mendengarnya. Tak ada hujan dan badai, tiba-tiba suamiku ngelantur begini?

“Kenapa, Mas?” tanyaku.

Sebenarnya, aku sudah merasakan keanehan yang terjadi pada diri Mas Hanif. Entah sejak kapan, tapi belum lama ini ia jadi sering membawa ponselnya ikut serta ke kamar mandi. Awalnya aku hanya diam, mungkin ia ingin bermain game saat di dalam sana. Namun semakin kuperhatikan, rasanya semakin aneh.

“Mas, kenapa? Apa karena aku sudah tak cantik lagi? Apa karena aku sudah tua, atau karena cinta pertamamu datang?” tanyaku.

“Maksudmu apa, Van?” 

“Sebenarnya aku pernah melihatmu bersama Lia, Mas. Jangan menyangkal, karena aku melihat kalian bergandeng tangan mesra sambil tertawa lebar saat masuk ke dalam mobil,” ucapku tenang.

Mas Hanif terdiam. Entah, mungkin dia tak menyangka jika aku akan begini. Apakah ia mengharapkan aku yang menangis tersedu-sedu? Oh tidak, Mas! Khayalanmu terlalu tinggi jika memang menginginkan hal itu terjadi.

“Lia seorang janda, Van.”

“Lantas? Apa kamu akan menjandakan aku dengan menikahi janda?”

“Siapa yang akan menjandakanmu?”

“Lantas, kamu akan menikahinya, tanpa menceraikanku?” 

Pelan namun pasti, Mas Hanif mengangguk. Sementara aku, bingung hendak bereaksi apa? Hatiku terlalu sakit untuk menerima permintaan tak masuk akalnya itu. Ia ingin berpoligami? Atas alasan apa? Karena ingin menolong janda? Jika memang begitu alasannya, bukan janda seperti Lia yang dimaksud. 

“Jika aku menolak permintaanmu ini?”

“Nggak bisa, pernikahan akan dilakukan dua minggu lagi. Aku dan Lia sudah merencanakan ini semua matang-matang.”

“Lalu gunanya kamu sekarang ngomong kaya gini tuh apa, Mas?” 

Setelahnya aku pergi ke kamar. Sebentar lagi anak-anak pulang dari sekolah. Anak kembarku, Aldi juga Anna. 

“Kenapa kamu masuk ke dalam kamar? Menghindarku?” tanya Mas Hanif setelah menyusulku ke dalam kamar.

“Siapa yang menghindarimu? Anak-anak sebentar lagi pulang, dan aku tak ingin mereka meliat kita yang sedang begini.”

Mas Hanif duduk di kasur, tatapannya lekat padaku. Apa yang ia pikirkan? Sebenarnya aku masih penasaran, jika ia memang ingin menikahi Lia, kenapa ia tak menceraikanku terlebih dulu? Bukankah itu lebih baik lagi untuknya?

“Biarkan anak-anak tahu tentang ini,” ucap Mas Hanif tiba-tiba yang membuatku langsung menoleh.

“Tolong gunakan akal sehatmu, Mas. Jangan karena cinta, lantas bisa membutakanmu seenaknya. Jika anak-anak tahu, bagaimana perasaan mereka? Apa kamu akan menghancurkan perasaan anakmu sendiri?!” teriakku pada akhirnya.

“Van, toh nanti jika aku jadi menikah dengan Lia, ia dan anaknya akan tinggal di sini.”

Aku dibuat terperangah olehnya. Lia dan anaknya akan tinggal di sini? Yang benar saja! Mas Hanif hari ini benar-benar sudah membuatku emosi. Belum juga aku mengizinkannya untuk menikah lagi, ia bahkan sudah berpikir akan mengajak Lia dan anaknya untuk tinggal di sini? Apa ia lupa, bahwa kami memiliki perjanjian kalau rumah ini akan menjadi milik anak kami nantinya?

“Ma?”

Aku tersentak saat mendengar suara Anna di luar. Segera kurapikan pakaian agar ia tak curiga. Aku juga sudah memberi kode pada Mas Hanif untuk tak membicarakan hal ini di hadapan anak-anak. Aku keluar dan mendapati hanya Anna yang berdiri di hadapanku, saat menoleh ke arah lorong yang menuju kamarnya, barulah aku melihat punggung anak lelakiku itu sedang berjalan menuju kamarnya.

“Di, ada Papa di rumah, loh,” ucapku.

“Sudah Anna bilang tadi, Ma, tapi kayaknya Kak Aldi lagi ada masalah di luar. Di jalan juga tadi diam terus,” ucapp Anna.

Berbeda dengan Aldi, anak perempuanku itu tampak antusias menyambut kedatangan papanya. Maklum saja, Mas Hanif jarang bisa pulang sore begini. Ia akan pulang malam, dengan alasan menyelesaikan pekerjaan kantor. Namun kini aku tahu, pekerjaan kantor macam apa yang telah berhasil membuatnya tak memiliki waktu untuk sekedar bersantai dengan anak dan istrinya di rumah.

-

Keesokan harinya, lagi-lagi Mas Hanif pulang lebih awal. Aku terpaksa harus menyambutnya. Jaga-jaga takut Ibu ada di dalam rumah dan melihat ke arah sini, namun langkahku terhenti saat seorang perempuan keluar dari bangku penumpang. Lia, wanita itu bahkan kini berani datang ke rumahku. Lagipula, apa Mas Hanif tak berpikir bahwa Ibu bisa saja melihat mereka? Mengingat rumah kami yang memang bersebelahan.

“Hai, Vania.”

Kutinggalkan mereka, serta tak menghiraukan sapaan Lia. Dia pikir, siapa dirinya? Dia hanya masa lalu yang kini tak akan bisa mengambil suaminya. Ada anak-anak, seharusnya Mas Hanif memikirkan mereka, kan? Akan kubuat anak-anak memihakku dan pernikahan itu tak akan terjadi. Bukan aku tergila-gila pada suamiku, tapi aku hanya memikirkan ibu mertua. Dulu saat Aldi dan Anna masih kecil, ia pernah ketahuan selingkuh. Jadi, ini bukan kali pertama untukku sehingga aku takkan semudah itu untuk menyerah. 

“Van, jangan tak sopan begitu,” ucap Mas Hanif sambil menyusulku masuk ke dalam rumah. Untung saja, hari ini anak-anak sedang ada les sehingga aku tak takut ketahuan. Setidaknya, ini bukan waktu yang tepat.

 

“Tak sopan? Bukankah yang nggak sopan itu dia, Mas? Dia itu tamu yang tak diundang. Baik di rumah ini, maupun di pernikahan kita,” ucapku sinis pada Mas Hanif.

“Maaf, Mbak. Aku permisi pulang saja kalau begitu.”

Aku tersenyum sinis. Dasar basi! Ini hanyalah triknya saja supaya mendapat simpati dari suamiku.;

“Kita baru sampai, setidaknya kamu minum teh dulu,” ucap Mas Hanif sambil mencekal tangan Lia. 

Wanita itu tersenyum, kemudian ikut masuk bersama Mas Hanif ke dalam. Benar-benar wanita manipulatif sekali. Sementara mereka duduk di ruang tamu, aku masuk ke kamar. Semenjak Mas Hanif mengutarakan ingin menikah lagi dengan Lia semalam, membuatku enggan mendekatinya. Aku masih belum memberitahukan hal ini pada mertuaku, entah apa jadinya jika beliau tahu? Yang kutahu, dulu Mas Hanif dan Lia memang tak disetujui hubungannya.

Kuambil ponsel dan mengirimkan pesan pada Anna. Kuharap ia sungguhan les-nya dan tak segera pulang. 

[Nak, jadi les, kan?]

Pesan terkirim, namun tak kunjung dibaca bahkan setelah sepuluh menit berlalu. 

“Van?” Mas Hanif masuk ke dalam kamar dengan wajah tak enak. Kenapa dia? Ingin memarahiku karena tak menyambut tamu tak diundang itu?

“Apa?” tanyaku.

“Kita harus bicara,” ucap Mas Hanif.

“JIka kamu ingin membicarakan hal yang sama seperti kemarin, maka aku minta maaf, Mas. Ber-angan lah jika kamu ingin menikah dengannya. Namun akan kupastikan hal itu takkan terjadi.”

“Kamu memang benar-benar egois, Van.”

“Aku? Egois? Otakmu masih bisa berpikir waras kan, Mas?”

Mas Hanif hanya melengos kemudian berlalu ke luar lagi. Aku jadi penasaran, apa yang telah dilakukan Lia hingga Mas Hanif berubah seperti ini? Kuputuskan untuk ke depan, sepertinya memang benar. Semua ini takkan berakhir kalau aku tak mengakhirinya. Tentu aku takkan memberikan izin itu.

“Bagaimana, Mas?” 

“Vania tak bersedia ke luar juga. Sepertinya kita salah moment.”

“Lagipula, bukankah kamu sama sekali tak mencintainya? Kamu terpaksa menikahinya karena aku, kan?”

Apa maksud ucapan Lia? Mas Hanif menikahiku karena terpaksa?

-

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ilham Maulana
menarik juga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 117

    BAB 117 | ENDING __"Masakanmu enak juga, Na!" celetuk Haikal. Anna mendengkus pelan, "heh, kamu pikir makanan yang kita makan di rumah Mama itu masakan Mama? Itu masakanku, bodoh!" Lelaki jangkung itu tergelak, "kamu kenapa suka banget sih ngomong kasar, padahal anak-anak di kelasku pada bilang kamu tuh positif vibes, lemah lembut." Mendengar ucapan mantannya itu membuat Anna memberengut kesal. "Yang tahu-tahu aja lah, lagian aku enggak peduli sama penilaian orang." "Iya juga sih, makanya kamu mau aja nerima aku yang brengsek ini. Padahal aku terkenal bad boy," sahut Haikal, mengenang saat pertama kali ia kenal dengan Anna. Gadis berambut panjang itu terkekeh, "jujur sih, aku cuma penasaran aja pacaran sama bad boy." Haikal mendelik, "jadi semua kata rindu dan cintamu itu dusta?" Mereka saling tatap, lagi jantung Anna berdebar ketika bersitatap dengan pemilik iris mata cokelat itu. "Iya, dusta." Anna memalingkan wajahnya. Haikal terkekeh, ia tahu gadis di hadapannya itu ha

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 116

    BAB 116___Anna bergeming mendengar kata rindu yang keluar dari bibir mantan kekasihnya, seandainya saat ini status mereka bukan saudara tiri, mungkin ia akan memeluk Haikal menumpahkan kerinduan yang menumpuk di hatinya. Tapi, ia harus mengubur rasa cinta dan rindu di hatinya. Rasanya tak etis, jika diantara mereka memiliki hubungan lebih dari saudara. "Waras kan, lu?" ketus Anna, seraya membuang wajah. Ia tak mau berlama-lama menatap wajah Haikal, pertahanannya bisa goyah. Haikal menyentak napas kasar, ia mengacak rambutnya frustasi. Ia benar-benar stres karena tak lagi bisa memiliki Anna, ia juga masih memiliki rasa pada mantan kekasihnya. Meskipun ia sudah berkali-kali mencari pengganti Anna, tapi tak ada yang bisa menggantikan wanita itu di hatinya. Hanya dengan Anna, ia merasakan ketulusan. "Lu mau balapan, ya?" tanya Anna to the point. "Tahu dari mana?" "Dari Tere." Haikal mendengkus pelan, "kalau iya kenapa?" "Kamu enggak kasihan sama Mama Papa?" tanya Anna. Lelaki

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 115

    BAB 115__Vania terkejut ketika melihat anak bungsunya tergeletak di depan pintu kamar mandi. "Mas tolong!" teriak Vania, seraya menghampiri putrinya. Aldi dan Ibra yang masih berada di rumah, bergegas menghampiri Vania. Darah mengalir dari hidung Sela, membuat mereka semakin panik. "Kita ke rumah sakit aja, Ma!" ucap Ibra.Ibra mengangkat tubuh putrinya, sementara Aldi bergegas menyiapkan mobil. Dengan terburu-buru mereka pergi ke rumah sakit, bahkan tak sempat mengunci pintu. Tubuh Sela sangat panas, ada ruam merah di bagian lengan dan betis Sela. Sepanjang jalan, Aldi berusaha fokus, terlebih jalanan ibu kota di pagi hari sangatlah padat.Setelah menempuh perjalanan duapuluh menit, mereka sampai di lobby Instalasi Gawat Darurat. Mereka disambut oleh perawat dan dokter yang berjaga di bagian IGD. Ibra benar-benar cemas dengan kondisi anaknya, ia merasa bersalah karena tak punya banyak waktu untuk sang anak. Terlebih Sela jarang menghubunginya, putrinya bahkan tak pernah mereng

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 114

    BAB 114Sela memeluk Anna, ia mencurahkan kesedihan dan juga kesepian yang ia alami. "Tapi, semenjak aku tinggal di sini, aku tak lagi merasakan kesepian seperti ketika aku tinggal di rumah mama. Meskipun Papa masih sering keluar kota, tapi ada mama Vania yang setia menemaniku.""Lah itu, kita hanya perlu mengambil Sisi baiknya dan membuang Sisi buruknya dari semua kejadian yang kita alami. Sekarang kamu tidak sendirian, ada aku dan Bang Aldi serta Mama."Sela mengangguk, ia sadar selama ini telah salah karena menganggap Kakak tirinya itu sebagai saingan. Padahal mereka telah bersikap baik kepada dirinya, tapi Sela terlalu serakah. Menginginkan hal yang lebih dari apa yang ia terima. --Rima membuatkan Abangnya kopi, semalam waktu hari sampai rumah, Ia sibuk dengan Mira yang tengah sakit. "Gimana, Bang? Ketemu?" "Ada, Rim. Tapi pas sampai sana aku kaget banget ngelihat dia sudah tergeletak.""Apa? Maksudnya dibunuh?" tanya Rima."Aku nggak tahu, tapi mungkin nanti pemilik rumah ak

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 113

    BAB 113Hanif dan orang-orang melihat Lia yang tergeletak di lantai. Darah merembes ke lantai hingga sampai ke bagian tubuh Lia."Astagfirullah!"Hanif bersama pemilik rumah mengangkat tubuh dia dan memindahkannya ke tempat yang lebih bersih. Pemilik rumah memeriksa denyut nadi wanita yang tengah Hamil 3 Bulan itu."Masih ada nadinya, sebaiknya kita segera bawa ke rumah sakit.""Iya, Pak."Pemilik rumah membawa mobilnya yang berupa angkot, lalu Hanif menyetirnya. Sementara Lia di belakang bersama istri pemilik rumah.Aldi, Anna, dan Teresa segera naik ke mobil Hanif. Mereka mengikuti dari belakang hingga akhirnya sampai di rumah sakit umum yang tak jauh dari kontrakan Lia."Aku takut banget, Bang. Kita kan ke sini cuma mau menemui tante Lia, kenapa malah jadi adegan trailer begini.""Sudah, Nggak papa, An. Kita mana tahu kalau kejadiannya bakal begini."Anna dan Teresa mengangguk, Mereka pun menunggu di kantin rumah sakit bersama dengan Aldi.Tak lama kemudian, Hanif datang dan mengab

  • Pelakor Yang Diundang Suamiku   BAB 112

    BAB 112Malam harinya, Anna pulang ke rumah Vania untuk izin besok menemani ayahnya ke luar kota. Aldi yang mendengarnya menentang keras keinginan Anna. "Kita nggak tahu, perempuan itu di luar sana dilindungi oleh siapa. Bagaimana kalau kalian datang ke sana dan banyak preman? Papa itu nggak jago kelahi, kalau nanti kamu dan Tere diapa-apain bagaimana?""Betul itu, Nak. Mama juga khawatir kalau kamu ikut pergi Papa keluar kota, Papa Ibra pun pasti tak akan mengizinkan. Kamu ini anak perempuan, Kenapa papamu tak mengajak abang sekalian?" Anna mengangguk, Ia pun menghubungi Hanif dan mengabarkan jika Vania tak mengizinkan apabila Aldi tak diajak serta. "Papa tak mau mengajak, tapi kamu tahu sendiri bagaimana keras kepalanya Abangmu."" Coba papa ngomong sendiri sama Abang, barangkali dia mau. Apalagi tadi yang paling menentang itu dia daripada Mama." Hanif merenungkan ucapan Anna sewaktu menelepon tadi, Ia pun mencari kontak Aldi dan menghubunginya. Sayangnya, telepon itu tak kunjun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status