Share

7. Mantan Pacar Zeva

Setelah satu bulan lamanya, Vianca sudah tak mendengar kabar laki-laki itu lagi. Terakhir mereka bertemu, Zeva membantu menyiapkan lamaran pekerjaan. Hal kecil itu membuat kesan tersendiri bagi seorang Vianca, yang sangat jarang berinteraksi dengan orang sekitar. Saat Zeva tidak hadir, maka hari-harinya kembali sepi dan membosankan.

Sebenarnya bukan karena jatuh hati pada pria itu. Dia hanya rindu suasana berisik yang Zeva ciptakan. Bahkan dia belum meminta maaf karena sudah menuduh Zeva adalah seorang buronan. 

Sehabis menandaskan sarapannya. Dia meraih ponsel. Mencoba memberanikan diri mengirim pesan pada pria itu.

"Hallo Mas Zeva apa kabar? Saat Mas tidak menghubungiku,aku tahu itu artinya aku sedang tidak dibutuhkan. Tapi saat ini sepertinya aku yang membutuhkan Mas Zeva. Apa bisa kita bertemu?"

Vianca masih memegang ponsel, menanti centang satu abu berubah menjadi centang dua biru. Namun, hal itu tidak terjadi meskipun sudah cukup lama dia menanti. Ada rasa yang dia tidak mengerti. Mengapa dirinya bisa gelisah seperti ini, hanya karena khawatir nomernya diblokir. 

Tak sadar dia meremas ponsel demi memenangkan batinnya sendiri. Tak lama, ada notifikasi masuk. Meskipun bukan Zeva, tapi cukup membuat dirinya bahagia. Salah seorang Staff HRD mengirim pesan bahwa dirinya akan ada panggilan tes kerja, besok.

Lamaran yang dia kirimkan dua bulan yang lalu baru ada hasilnya sekarang. Padahal, dia sudah menyerah duluan sejak kemarin. Dia tidak ingin mengulang kepolosan yang sama, disaat ada orang 'dalam' meminta sejumlah uang dia sudah menyiapkannya. Walau dia pribadi ingin mengikuti tes secara murni, nyatanya dia selalu kalah. Dengan terpaksa, dia mengikuti cara picik orang lain. 

Wanita kesepian ini masih saja mengirim pesan pada Zeva walaupun jelas masih centang satu. "Besok aku ada panggilan kerja. Semua berkat bantuan Mas Zeva juga, makasih. Semoga aku bisa masuk kerja dan nanti aku bisa traktir Mas untuk makan bersama."

***

Adam sebagai CEO di Perusahaan milik keluarga, tidak dengan mudah memberi posisi yang tinggi pada Zeva. Adiknya itu hanya menjadi staff biasa dan ditempatkan di divisi yang cukup merepotkan. Adam harus berhati-hati, khawatir adiknya kumat lagi dan bikin rusuh.

Kata Adam, hal itu demi kebaikan Zeva sendiri melatih ketelitian dirinya, tapi Zeva tidak percaya. Palingan, Adam sengaja membuat dirinya menjadi pesuruh hingga tidak betah.

Namun demi harga diri Zeva bertahan. Setidaknya, dia harus memperbaiki citra buruk yang dia tinggalkan di masa lalu. Berhenti jadi pemberontak yang sudah lama melekat di belakang namanya.

Zeva melangkah dengan tergesa-gesa menuju tempat parkir, lagi-lagi dia lembur, dia memburu waktu supaya tidak terjebak macet. Tadi sore, server eror pada aplikasi khusus pembuatan dokumen sehingga menyebabkan antrian dokumen pada sistem. Dan itu cukup membuat jengkel Zeva, karena dia orangnya tidak sabaran. 

Di perjalanan, dia melewati Restoran Italia. Saat melewati banner yang besar ada salah satu menu andalan yang tergambar, hal itu menggugah selera Zeva. Akhirnya dia memutuskan mengisi perut terlebih dahulu mumpung masih di luar. 

Zeva mengira makan malam kali ini adalah makan malam seperti biasanya. Namun, saat melihat ada mobil kakaknya terparkir di Restoran itu juga, membuat dirinya merasa tak nyaman. Zeva malas untuk menyapa Adam. Baginya, sudah cukup muak melihat pria so baik itu saat berada di kantor.

Zeva tadinya mencari tempat duduk yang jauh dari Adam. Akan tetapi, hal itu tidak jadi dia lakukan, saat melihat Adam sedang bersulang dengan seorang wanita. Mereka tampak bahagia, dan Zeva benci situasi ini karena yang satu meja bersama Adam adalah Savana, mantan pacarnya.

Zeva duduk di antara mereka. "Gua boleh duduk di sini 'kan, Kak?"

Adam mengerutkan alis, keberatan dengan sikap Zeva. Namun Adam harus tetap jaga image di depan Savana. "Kamu sudah duduk duluan sebelum minta ijin."

Perasaan Zeva tak menentu saat bertemu Savana, tapi dia tidak bisa membiarkan wanita yang dia cintai duduk dengan pria lain. Terlebih, lima tahun lalu tidak ada ucapan putus karena Savana pergi begitu saja dan menggantungkan hubungan.

"Vana, kabar lo baik 'kan?" tanya Zeva, dia berusaha tersenyum.

"Ya, Baik, Kok." Savana menjawab tanpa menatap ke arah Zeva, malah terkesan risi dan berharap mantan napi ini menjauh dari hadapannya.

"Gua bukan kuman, lo gak perlu geser tempat duduk kaya gitu."

Savana mendengkus, dia melanjutkan memakan makanannya, walaupun wajahnya terlihat tak bersahabat.

"Savana sedang makan. Kamu harus punya sopan santun supaya tidak mengganggu orang yang sedang makan." Adam memberi komentar dengan nada yang tajam.

"Ckk ... Kakak, lo juga harus punya sopan santun supaya gak ngajak cewek gua makan berdua kaya gini."

Suara sendok yang beradu dengan piring makin terdengar. Sengaja Savana melakukan kegaduhan itu untuk menunjukan bahwa dirinya terganggu. "No, Zeva! Hubungan kita sudah berakhir. Aku bukan milikmu lagi. Dan kamu tahu? Aku kehilangan selera makanku sekarang gara-gara lihat kamu ada di sini!"

Savana meminum minumannya, lalu berdiri sambil menatap Adam. "Aku ingin pulang sekarang."

Adam yang tidak banyak bicara kecuali hal penting, kemudian berdiri juga sambil meraih tangan Savana untuk digenggam. "Aku minta maaf atas kelakuan Zeva."

Reaksi Adam sukses membuat Zeva menjadi murka. Zeva mengumpat sambil berdiri hendak mendahului mereka pergi dari tempat itu, dia kelepasan mendorong kursi dengan kencang hingga mengenai kaki Adam. Hal itu membuat orang yang berada di sana memusatkan perhatian pada mereka. 

"Hey, jangan gegabah. Selain kakakmu aku ini Bosmu!" bentak Adam 

Zeva ke luar, menuju mobilnya dia melupakan bahwa perutnya belum di isi sama sekali. Kemudian, dia melaju menuju apartemennya.

20 menit dia pun tiba, hal yang pertama kali dia lakukan adalah membersihkan badan. Kemudian, dia membuka lemari memilih T-shirt abu-abu dan celana pendek untuk dia pakai. Dia meraih ponsel untuk Delivery order karena rencana makannya tadi gagal.

Dia aktifkan nomer ponsel satunya yang ditinggal di rumah, ponsel yang dia gunakan bukan tujuan penting. Melainkan hanya untuk main games dan mencari wanita. Ada pesan masuk, itu dari Vianca.

Zeva membaca itu dengan wajah yang datar. Pertemuan dirinya dengan Savana tadi membuat chat dari Vianca seakan biasa-biasa saja. Tentu saja karena, tujuan dia sebenarnya hanyalah Savana.

Zeva membalas pesan dari Vianca. "Wah, selamat, ya! Semoga kali ini lo keterima kerja. But, sorry banget gua gak bisa ketemu dulu sama lo."

"Makasih, Mas Zeva. Gak apa-apa. Sekarang sibuk, ya?"

"Iya sibuk, biar gak disangka jualan organ tubuh atau begal lagi sama lo. Gua kerja halal, ya. Hahaha."

"Alhamdulillah, cepat sekali, ya, dapat kerjanya."

Zeva tidak membalas lagi. Walaupun hingga kini background ponsel Zeva adalah wajah Vianca, tapi bagi Zeva keindahan Vianca itu cukup dilihat saja tanpa harus dimiliki. Dia malah harus menutupi hal ini dari semua orang. Karena sejarah keluarga Zeva, tidak pernah ada satu pun yang berhubungan dengan wanita dari kalangan bawah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status