Home / Romansa / Pelan-Pelan, Pak Dosen! / Bab 7. Jangan Buka!

Share

Bab 7. Jangan Buka!

Author: Anggun_sari
last update Huling Na-update: 2025-10-01 15:22:26

Suara ketukan pintu tak sabaran, membangunkan tidur Zoe pagi ini. Rencananya ia ingin bangun siang karena jadwal kuliahnya dimulai pukul sebelas. Matanya masih begitu berat setelah menemani Eros mengobrol hampir jam tiga dini hari tadi. 

Percakapan mereka berakhir ketika Eros mengusulkan mereka untuk bertemu hari ini. Ada banyak hal yang ingin Eros diskusikan sebelum mereka benar-benar melakukannya.

Dengan malas, ia turun dari ranjangnya. Menyeret kakinya menuju ke depan. Suara gedoran pintu itu semakin mengeras. Meninggalkan rasa tidak nyaman di telinga.

“Kamu pasti Zoe?”

Zoe mengernyitkan kening. Laki-laki plontos dengan lengan baju yang digulung hingga memperlihatkan tato naga di bagian lengan itu membuat Zoe bertanya-tanya siapa gerangan pria di depannya ini. Bukan pria tampan, paginya justru disambut oleh pria dengan wajah di bawah standar.

“Bayar hutang ayahmu!” seru si pria dengan nada tinggi, tanpa basa-basi.

“Hutang?” ulang Zoe. Bibirnya tertarik membentuk garis lengkung tipis. Apa lagi ini?! Dia benar-benar bisa gila jika terus mengalami hal seperti ini. Hari ini dia harus membayar hutang kepada dua rentenir yang kerap menagihnya. Belum lagi biaya ganti rugi yang diminta ayahnya. Kepalanya rasanya hampir meledak saat ini juga.

“Hutang ayahmu sudah menumpuk. Dia tidak bisa membayar dan menyuruhku kemarin! Jadi sebaiknya kamu bayar hutangnya sekarang juga!” perintah si pria terkesan memaksa.

Zoe memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Uang dari mana lagi dia?

“Bisa beri waktu? Aku benar-benar tidak memiliki uang saat ini. Tinggalkan nomor teleponmu, nanti aku akan menghubungimu saat uangnya terkumpul,” sahut Zoe mencoba bernegosiasi.

Pria itu tersenyum miring. Langkah kakinya maju satu langkah. Tangannya terjulur menyentuh kerah baju tidur yang dipakai Zoe, mencengkeramnya erat lalu menghempaskan dengan kasar hingga tubuh Zoe menyentuh ubin dingin.

“Waktu? Kamu pikir aku tidak memberi ayahmu waktu?! Aku sudah lelah dibohongi olehnya, jadi sebaiknya segera beri aku uangnya!” ucap si pria sarkas.

“Memaksa pun aku tidak punya!” Zoe berusaha kuat, meski hatinya berdebar takut. 

“Benarkah? Baiklah, mari kita lihat apakah kamu benar-benar memilikinya atau tidak!”

“Aku tidak mau ditipu oleh keluarga miskin seperti kalian!” omel si pria.

Mata Zoe membulat saat pria berkepala plontos itu masuk begitu saja ke dalam kontrakannya tanpa permisi. Tangannya yang mencoba menghentikan langkah pria itu berakhir percuma. Pria tetap melenggang masuk dan tanpa ampun mengobrak-abrik setiap sudut tempat tinggalnya tanpa terkecuali. 

Hati Zoe berdebar semakin kencang saat kaki pria itu melangkah menuju kamarnya. Di dalam lemari, di bawah bajunya, dia menyimpan uang tunai untuk membayar hutang ayahnya kepada dua orang rentenir yang akan menagihnya hari ini. Jika uang itu diambil, hidupnya benar-benar akan berakhir. 

“Jangan!” pekik Zoe saat tangan si pria plontos hampir menyentuh lemari pakaiannya.

Si pria plontos menoleh. Senyum miring tercetak di wajahnya seolah mengerti ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh Zoe di balik lemari pakaian di depannya ini. Bukan menurut, pria itu justru mengikuti kata hatinya, ia membuka lemari itu dan mengobrak-abrik baju-baju Zoe yang ada di dalamnya. 

Senyum sumringah tercetak di wajahnya saat menemukan amplop coklat di bawah tumpukan baju.

“Ingin berbohong?” ucap si pria sambil membuka amplop coklat yang berisi uang dalam jumlah lumayan banyak.

“Jangan! Aku mohon jangan ambil uang itu.” Zoe menggelengkan kepalanya. Dia bersujud memohon agar pria itu tidak mengambil uang miliknya. Di dalam amplop itu ada uang sebesar dua puluh juta yang akan dia gunakan untuk membayar hutang pada rentenir lainnya.

“Lain kali jangan mencoba untuk membohongiku. Aku selalu punya cara untuk mendapatkan uang ku kembali.” Ancam si pria dengan senyum miring di wajahnya. 

“Aku pergi,” pamit si pria. Wajahnya terlihat begitu senang, berbeda dengan Zoe yang tampak sedih.

“Akkhh…!”

Zoe berteriak keras. Matanya menatap nanar pada jam weker yang tergeletak di lantai. Satu jam lagi rentenir yang akan mengambil uang mereka akan datang, dan dia tidak memiliki uang sepeserpun.

“Tuhan, aku lelah….”

***

Zoe menggigit kukunya gelisah, mata kuliahnya sudah berakhir sepuluh menit yang lalu, tapi Zoe tidak juga keluar dari kelasnya. Panggilan dari nomor asing dan juga pesan, membuat nyalinya menciut. Bukan dia yang berhutang, tapi dia yang merasakan susahnya.

“Apa yang harus aku lakukan. Aku tidak mau jika harus berakhir mengenaskan di tangan mereka!” gumam Zoe sambil membentur-benturkan kepalanya di meja.

“Zoe….”

Zoe membulatkan matanya. Sentuhan pada pundaknya membuat sensasi berdebar pada jantungnya. Tidak mungkin para rentenir itu bisa masuk ke kelasnya, tapi tetap saja otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih. Ketakutan itu terlalu menguasai hatinya. Kepalanya dia paksa menoleh, melihat siapa orang yang telah mengemukakannya. Sebuah napas penuh kelegaan dia hembusan saat mendapati teman pria sekelasnya berdiri dengan tatapan tak bisa diartikan.

“Tidak pulang?” tanya teman pria Zoe bernama Adam.

Zoe melebarkan senyumnya, meski terlihat kaku. “Nanti. Masih ada beberapa hal yang harus aku kerjakan, ” jawabnya berdalih. 

Adam tersenyum lembut. “Oh… kalau begitu aku duluan.” Pamit Adam yang kemudian pergi setelah Zoe menganggukkan kepalanya.

Zoe masih bertahan di dalam kelasnya. Ia berjalan mondar-mandir sambil sesekali melirik jam di pergelangan tangannya. Senja hampir menunjukkan wajahnya, tidak mungkin rentenir itu masih bertahan di rumahnya. Mereka pasti lelah dan memilih untuk pergi.

Memberanikan diri, ia mencoba untuk keluar dari kelas. Langkahnya bergerak cepat menyusuri koridor, seakan berpacu dengan waktu. Hari ini ia harus sebisa mungkin menghindar dari para rentenir itu. Namun, sesuatu memang tidak bisa diprediksi dengan mudah. Alih-alih menunggu di rumahnya, para rentenir itu justru terlihat berjaga di depan gerbang kampusnya. 

“Haisstt… sial!” umpat Zoe.

Zoe bersembunyi di balik pilar sambil mengedarkan matanya, melihat apakah ada seseorang yang mungkin bisa dimintai bantuan. Zoe berhenti menggigit jari-jarinya ketika matanya menatap seseorang yang mungkin bisa membantunya, meski tidak terlalu yakin. Xavier—si dosen killer tengah berjalan menuju ke mobilnya.

“Zoe…?”

Mata Xavier membulat ketika mendapati Zoe tiba-tiba menerobos masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingnya.

“Bantu saya. Saya mohon, Pak!” mohon Zoe dengan mata memelas. 

Xavier tersenyum miring. Matanya menatap tajam dan dalam pada sosok Zoe yang terlihat ketakutan. “Kenapa saya harus membantu kamu? ” tanya Xavier penuh penekanan. 

Bola mata Zoe bergerak gelisah, mengamati dua orang yang sedang menunggunya di depan gerbang. Jika bukan karena mereka, tentu dia tidak akan masuk ke dalam kandang macan. 

“Saya akan melakukan apapun yang Bapak perintahkan asal Bapak, membantu saya.” Zoe kembali memohon ketika dua orang itu mulai masuk ke halaman kampus. Jantungnya sudah berdebar tak karuan. Bibir Xavier yang tidak juga mengatakan iya, membuat semuanya terasa semakin parah. 

“Saya mohon…” 

Tok…tok…tok….

Suara ketukan pada pintu mobil Xavier membuat punggung Zoe memegang. Matanya yang masih menatap mata Xavier, membulat. Tubuhnya terasa lemas tak bernyawa.

“Jangan!” Cegah Zoe. 

Zoe memegang tangan Xavier saat tangan pria itu hendak membuka jendela kaca di belakangnya. Kepalanya menggeleng lemah, memohon penuh harap.

“Jangan dibuka, aku mohon….”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 53. Kamu adalah milikku

    Zoe melangkah masuk ke dalam lift, tubuhnya sedikit membungkuk ketika melewati Aluna. Zoe keluar dari apartemen Xavier karena mengira pria itu memilih menunggu di luar karena adanya Aluna tadi. Namun, siapa yang menyangka bahwa percakapan mereka masih terus berlanjut hingga di depan lift. Dan sialnya dia harus mendengar apa yang tak ingin didengarnya.Xavier–pria itu mengatakan dengan sangat jelas bahwa dia sama sekali tidak menganggapnya sebagai sosok yang spesial.“Maaf, mengganggu pembicaraan kalian,” ucap Zoe memecah kesunyian di dalam lift. Saat ini di dalam lift hanya ada Xavier dan dirinya, sementara Aluna–wanita itu memilih untuk tidak ikut masuk entah karena apa.Xavier menyeringai. Kakinya melangkah dua langkah, mendekat tepat di belakang Zoe.Kepala Xavier sedikit menunduk, maju ke depan. Bibirnya sejajar dengan telinga Zoe. Dari dinding lift, Xavier bisa melihat wajah wanitanya yang ditekuk.“Cemburu…?”Zoe mensengus. Tangan Xavier yang hendak merengkuh pinggangnya, ia he

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 52. Tertampar kenyataan

    “Xavier….”Aluna tersenyum manis menyapa Xavier yang kebetulan membuka pintu apartemennya bahkan sebelum dia menekan bel. Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Tanpa dipanggil mereka sudah datang sendiri.Membayangkannya hal itu, pipi Aluna memerah. Rasa tertariknya pada Xavier memang begitu besar, jadi wajar saja jika dia mudah tersipu bahkan hanya karena sebuah khayalannya yang belum tentu terwujudnya.“Apa aku mengganggu?” tanya Aluna dengan suara lemah lembut. Tangannya menenteng lunch box yang dibawanya dari rumah mamah Xavier.Xavier mendesah malas. Matanya terlihat enggan menatap wajah Aluna. Wanita di depannya ini sudah seperti hama yang terus berkeliaran di sekitarnya. “Tante Nora yang memintaku kemari untuk mengantarkan ini.” Aluna menyerahkan lunch box yang dibawanya, tapi saya Xavier sama sekali tidak memperdulikannya. Tangan pria itu bahkan tidak bergerak sedikitpun dari posisinya yang sedang bersedekap dada.Aluna menggigit bibir bawahnya. Rasa tidak percaya diri itu mul

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 51. Tamu tak diundang

    “Surprise….”Xavier mendengus kesal, matanya menatap malas pada sosok Reyhan dengan senyum sejuta pesona di wajahnya. Dari sekian banyak hari dan waktu, kenapa sahabatnya itu harus datang di waktu yang tidak tepat.Xavier menolehkan kepalanya ke belakang, memastikan bahwa Zoe tidak atau belum keluar dari kamar, sementara tangannya menahan pintu agar Reyhan tidak masuk ke dalam.“Buka dong, aku bawa kabar bagus nih!” ucap Reyhan berusaha untuk masuk ke dalam.“Aku sibuk! Datang saja lain waktu,” sahut Xavier menolak kedatangan Reyhan mentah-mentah.Reyhan menghela napas panjangnya. Kakinya ia gunakan untuk menahan daun pintu ketika Xavier akan menutup pintu apartemennya. Matanya memelas memohon agar diperbolehkan masuk.“Aku benar-benar sibuk, Rey!” ujar Xavier menekankan setiap kalimat yang meluncur dari mulutnya. “Kembalilah dua jam lagi, oke?”Reyhan mengernyitkan keningnya. Xavier memang tidak terlalu suka menerima tamu, tapi kelakuan sahabatnya ini membuat sisi hatinya bertanya-t

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 50. Tamu tak diundang

    “Bawa ini bersamamu. Xavier sangat menyukainya.” Nora menyerahkan lunch box berisi bubur kacang marah kepada Aluna.“Tapi….” Aluna meremas lunch box yang sudah ada di tangannya. Kata-kata Xavier masih terngiang-ngiang di otaknya. Laki-laki itu seakan tak pernah menyisakan tempat untuknya. Kata-katanya terlalu menohok dan menyakitkan.Nora tersenyum manis. Ia mengambil lunch box yang tadi diserahkannya pada Aluna, meletakkannya di atas meja lalu menggengam tangan wanita pilihannya itu. “Percayalah pada Tante, kamu adalah satu-satunya wanita yang tepat untuk mendampingi Xavier.”Aluna menggigit bibirnya. “Tapi Xavier tidak menyukaiku, Tante.” Rengek Aluna seakan tak memiliki kepercayaan diri.Nora menepuk pelan pundak Aluna. Senyum di wajahnya tidak memudar sama sekali. “Tidak menyukai bukan berarti hatinya tidak akan pernah berubah, Luna. Kamu lihat Tante dan om, kami berdua menikah tanpa cinta. Tapi sekarang kami bisa hidup bahagia.”“Kamu menyukai Xavier kan?”Aluna tersenyum malu. W

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 49. Aku menginginkanmu lagi (21+)

    Tangan Xavier sudah menyusup masuk mengusap perut Zoe, sementara bibirnya mulai mengecup basah setiap jengkal leher wanita itu tanpa jeda. “Eugghh…Eros….” Satu desahan lolos begitu saja dari bibir Zoe. Tubuhnya memang tak akan pernah bisa menolak sentuhan Xavier. “Iya, Angel? Katakan bahwa kamu juga menginginkanku,” balas Xavier. Zoe menggenggam tangan Xavier yang semakin merambat ke atas. Kepalanya menoleh ke belakang, menggeleng meminta Xavier menghentikan sentuhannya. Namun, permintaan kecil itu bagaikan angin lalu bagi Xavier yang sudah dipenuhi oleh kabut gairah. Tangan Zoe yang tadi mencoba menghentikan gerakan tangan Xavier dihempaskan begitu saja, membuat tangan yang tadinya berhenti mengusap, kini mulai merambat naik mengusap dan meremas dua bongkahan padat milik Zoe.“Ahh…Eros….” Mata Zoe terpejam, menikmati sensasi nyeri sekaligus nikmat yang diciptakan oleh Xavier. “Mendesahlah dan panggil namaku, Angel. Aku menyukai saat kamu menikmati semuanya,” sahut Xavier dengan

  • Pelan-Pelan, Pak Dosen!    Bab 48. Aku menginginkanmu sebagai kadoku

    Zoe melirik wajah Xaver beberapa kali. Kalimat yang diucapkan Xavier saat di ruang dokter obgyn tadi membuatnya berpikir berulang kali kenapa Xavier mengatakan hal itu. Hubungan mereka tertutup dan tidak diketahui oleh siapapun. Namun, sekarang Xavier seolah ingin mempertontonkan hubungan mereka di depan khalayak ramai.Seperti saat ini, setelah berkonsultasi dengan dokter obgyn, Xavier mengajaknya pergi ke mall untuk membeli kebutuhan dapur. Meski berjalan tanpa bergandengan tangan. Namun, kebersamaan mereka bukan tidak mungkin bisa dikenali oleh orang yang mereka kenal. Biasanya selama ini mereka selalu bertemu di apartemen atau hotel.“Apa kamu pembantuku?” celetuk Xavier yang sibuk memilih beberapa jenis daging.“Huh…?” sahut Zoe. Ia mengusap belakang lehernya sambil melemparkan senyum dua belas jari.Xavier mendengus kesal. Tangannya memasukkan beberapa potong daging ke dalam troli yang dibawanya. Bukan tanpa alasan Xavier berkata seperti tadi, Zoe yang sejak tadi turun dari mobi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status