Home / Romansa / Pelayan Cantik Tuan Arogan / Bab 6 - Anda Tersenyum Tuan

Share

Bab 6 - Anda Tersenyum Tuan

last update Last Updated: 2025-08-23 19:23:37

Siang itu, rumah Gian terasa terlalu sepi. Entah karena mataharinya malas menyapa, atau karena Afie akhirnya kehabisan bahan buat nyinyir.

Tapi bukan berarti dia diem aja.

Afie berdiri di dapur, bersandar ke meja sambil menatap ponselnya dengan ekspresi seperti mau ikut lomba masak dadakan.

Di layar YouTube, terlihat chef super semangat sedang menunjukkan cara bikin ayam kecap simpel.

“Masak itu mudah,” kata si chef dengan senyum palsu dan dapur rapi tanpa noda.

Afie mendengus. “Mudah di dunia kamu, Bang. Di dunia nyata, ngupas bawang aja bisa jadi tragedi.”

Tapi dia tetap mengambil posisi.

“Let's do this,” gumamnya. “Demi harga diri dan tugas yang diamankan dari Mama Tuan Gian. aku akan mencoba melakukan eksperimen.”

Dapur elegan ala majalah arsitektur itu mulai dipenuhi suara-suara aneh. suara tutup panci jatuh, pisau yang membentur talenan berkali-kali, dan sesekali desahan frustrasi dari Afie sendiri.

Potongan ayam? Lebih mirip korban sabetan ninja.

Bumbunya? Asal tuang, asal aduk, asal jadi.

Tapi entah mengapa... aromanya mulai menggoda.

Saat ayam hampir matang, dan kecapnya mulai karamelisasi, dan asap mulai menari di udara, Afie menyipitkan mata dengan bangga.

“Hmm...penampakannya agak .....mengecewakan sih ” katanya sambil menatap hasil karya pertamanya dengan ekspresi setengah lega, dan setengah syok.

Begitu ditata di piring.., hasilnya sungguh jauh dari ekspektasi, minus, tak estetik..

Masih berberes di dapur, akhirnya sekitar satu jam kemudian semua aktivitas selesai, dan terdengar, suara langkah kaki berat terdengar dari arah tangga.

Afie buru-buru membetulkan rambut yang sudah lepek karena dapur panas dan deg-degan.

Gian muncul dengan kemeja santai, tangan di saku, wajah yang teramat datar.

Matanya langsung tertuju pada meja makan. Lebih tepatnya... pada sesuatu di atas meja makan.

Afie langsung berdiri. “Makan siang tuan. Buat kita. Aku tadi belajar dari YouTube. Jadi... ya, jangan banyak nuntut ya, maklum edisi perdana masak beginian.”

Gian mendekat pelan, menatap piring dengan ekspresi seperti melihat eksperimen sains gagal.

“Ini ayam?” tanyanya singkat.

Afie mengangguk. “Ayam kecap ala ala ...Aku .”

“Warnanya...” Gian berhenti, berusaha sopan.

“Coklat, eh bukan lebih ke ...abu kehijauan.”

Afie pura-pura tersenyum lebar. “Warna bukan segalanya, Tuan Gian. Yang penting rasa. Penampilan bisa menipu.”

Gian menarik kursi, duduk, lalu menatap masakan itu dengan skeptis.

“Apa sudah mencoba masakanmu sendiri tadi?”

Afie gelagapan. “Belum . Aku... takut menghadapi kenyataan .”

Gian hanya menatap tajam. Tapi tak berkata apa-apa.

Ia mengambil satu, menyendok potongan ayam, mengangkatnya tinggi seolah menunggu keajaiban, lalu perlahan memasukkannya ke mulut.

Afie menahan napas.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Gian mengunyah. Diam.

Afie mencondongkan tubuh, penasaran. “Gimana tuan, enak nggak?”

Gian meletakkan sendok.

“Dari tampilan... saya sempat mikir mau pesan makanan dari luar.”

Afie memutar mata. “Nggak usah dibuka dengan hinaan, Tuan.”

“Tapi...” Gian melanjutkan dengan nada datar, “...dari rasa, surprisingly... boleh lah.”

Afie langsung berseru, “HAH? Serius?”

“Rasanya lumayan. Tekstur ayamnya... aneh. Tapi bumbunya masuk.”

Afie menatapnya tidak percaya. "Tuan baru saja memuji? Barusan? Itu pujian, kan?”

Gian meneguk air putih. “Anggap saja begitu.”

Afie menyeringai, lalu duduk sambil menyendok nasi. “Tumben nggak ketus. Jangan-jangan...Tuan Gian mulai tersentuh juga sama aku?”

Gian melirik. “Kepedeanmu siang ini belum habis ya?”

Afie mengangkat bahu. “Aku cuma mencatat sejarah. Tuan arogan yang biasanya menghina, hari ini memuji. Mungkin sebentar lagi mulai jatuh cinta.”

Gian menatap tajam. “Saya masih punya standar, Afie.”

Afie tertawa. “Ya ampun, Tuan.Aku bercanda juga kaleee..... Masak aja baru bisa hari ini, mana mungkin lah aku siap ngurus pria dengan kompleks dewa kayak tuan, sadar diri?”

Gian tidak menjawab. Tapi ada gerakan kecil di ujung bibirnya. Hampir seperti... senyum?

Afie menatapnya heran. “Barusan... tuan tersenyum ya?”

“Enggak.”

“Bohong. Tadi aku lihat.”

“Refleks otot wajah. Bukan senyum.”

Afie mengangguk-angguk dramatis. “Oke. Aku akan sebut itu tadi senyum pepsonya Tuan Gian. Langka, dingin, dan cuma muncul 0,01 detik.”

Gian hanya geleng kepala. Tapi dia tidak menyuruh Afie diam. Tidak juga melempar sindiran lagi. Itu sudah cukup membuat Afie merasa... berhasil.

Sedikit.

***

Sebelum mereka menghabiskan makan siang... Ponsel Gian bergetar. Ia melihat layar sebentar, lalu berdiri.

“Permisi sebentar,” katanya, lalu berjalan menjauh dari meja makan.

Afie menatap punggung pria itu dengan rasa penasaran.

Gian mengangkat telepon.

“Halo?”

Afie tak bermaksud menguping. Tapi ekspresi wajah Gian berubah seketik

Tegang.

“...kamu yakin?” suaranya pelan.

Ia menunduk. Mendengarkan.

Afie makin penasaran. Wajah Gian sekarang bukan lagi mode CEO arogan. Tapi... serius. Tegang. Hampir cemas.

“Apakah sudah ditemukan?” tanya Gian lagi.

Afie menggenggam sendok lebih erat.

Beberapa detik kemudian, Gian menutup telepon dengan pelan. Ia tidak langsung kembali ke meja.

“Tuan Gian?” Afie memanggil.

Gian menoleh. Tatapannya kosong. Tapi sorot matanya jelas tidak biasa.

Ada sesuatu. sesuatu yang serius.

Ia berjalan kembali ke arah meja makan, lalu duduk perlahan.

Afie memiringkan kepala. “Ada apa tuan?”

Gian menatap lurus ke depan. Lalu menggumam pelan, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri.

“Masalah di kantor....”

Sementara itu, di tempat lain, di balik kaca mobil yang parkir, Nadia masih duduk diam.

Tangannya menggenggam setir dengan erat.

Matanya tidak berkedip, fikirannya teringat pada sosok Gian yang menjaga jarak padanya.

“kamu pikir aku akan menyerah semudah itu, Gian...” bisiknya pelan, “hmmm, kamu salah..kamu belum kenal siapa aku sebenarnya”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Extra Part 3 – Happy Ending

    Pagi itu, cahaya matahari masuk lembut melalui jendela rumah mereka. Suara tawa anak-anak memenuhi ruang tamu, berbaur dengan aroma bubur hangat dan roti panggang yang sedang disiapkan Gian. Afie duduk di sofa, perutnya yang sudah membesar akibat kehamilan pertama menonjol lembut. Ia menatap pemandangan itu, hatinya terasa hangat seperti musim semi yang lembut. “Mas Gian… kau benar-benar hebat,” bisik Afie, matanya menatap suaminya penuh cinta. Gian sedang sibuk menyiapkan sarapan, mengenakan celemek bergambar karakter kartun favorit anak-anak mereka, tampak serius tapi lucu. “Hebat? Ah, aku lebih dari hebat! Aku adalah kepala keamanan keluarga sekaligus koki profesional rumah tangga!” Gian menjawab dengan nada bangga sambil menuang jus jeruk ke gelas.

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Extra Part 2– Pelangi Baru

    Pagi itu, sinar matahari masuk lembut melalui jendela kamar mereka. Afie bangun perlahan, tangan terletak di perutnya yang mulai membulat, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Ah… aku masih tidak percaya,” gumamnya sendiri. “Benar-benar… ada kehidupan kecil di sini.” Gian, yang sudah berada di dapur, menoleh begitu mendengar suara Afie. Matanya berbinar, senyum tak bisa disembunyikan. Segera ia melangkah cepat ke kamar, tangan mengambil piring sarapan yang baru selesai ia buat. “Kau bangun, sayang?” tanya Gian sambil meletakkan piring di meja samping tempat tidur. “Aku buatkan sarapan favoritmu, telur orak-arik, roti gandum, dan jus jeruk.” Afie terkekeh. “Gian… kau benar-benar protektif sejak aku bilang aku hamil, ya?” Gian mengangkat bahu dengan senyum polos, tapi tatapannya penuh arti. “Protektif? Tentu saja! K

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Extra Part 1 – Akhirnya Setelah Badai

    Pagi itu, udara di sekitar rumah keluarga Afie terasa hangat dan damai.Matahari memantul lembut di kaca jendela, menembus tirai tipis yang sedikit bergoyang karena angin pagi. Aroma bunga segar memenuhi ruang tamu, berpadu dengan wangi kue dan kopi yang baru diseduh. Semua terasa biasa, tapi bagi Afie, hari itu istimewa.Ia berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun putih sederhana dengan hiasan renda halus di lengan dan leher. Rambutnya disanggul rapi, dihiasi sedikit bunga lily putih. Setiap kali ia menatap bayangannya sendiri, ada rasa hangat yang mengalir di dada campuran antara gugup, bahagia, dan lega.Badai panjang itu sudah berlalu, batinnya. Semua luka masa lalu, semua kesalahan yang membuatnya rapuh, semua ketidakpastian yang menahan hatinya selama ini, kini terasa jauh.Di ruangan lain, Gian juga bersiap dengan jas hitam rapi. Tangan kanannya menggenggam kaku buket bunga lily putih,

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 154 - Siapa Yang Kau Tangisi Mas

    Bandara sore itu ramai luar biasa. Orang-orang berlalu-lalang dengan langkah tergesa, koper berderak di lantai, dan pengumuman penerbangan bergema dari pengeras suara.Namun bagi Gian, semua itu terasa jauh, seolah-olah ia hidup di dunia yang berhenti berputar.Suara tawa, dering ponsel, bahkan aroma kopi dari kedai di sudut terminal tak mampu menembus dinding kehampaan yang menyelubungi hatinya.Dunia di sekelilingnya penuh warna, tetapi dalam dirinya hanya ada satu nama yang bergema tanpa henti Afie.Ia duduk di ruang tunggu, di kursi panjang yang menghadap ke landasan pacu. Sinar matahari sore memantul di kaca besar di depannya, menyorot wajah yang lelah dan mata yang sembab.Tubuhnya sedikit menggigil, bukan karena udara dingin dari pendingin ruangan, melainkan karena guncangan emosi yang menumpuk terlalu lama.Setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan. Setiap suara pengumuman keberangkatan yang menyebut kota tujuan membuat jantun

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 153 - Melepas Di Bandara

    Beberapa hari terakhir, hati Afie tak pernah benar-benar tenang. Malam-malamnya selalu diisi dengan kecemasan yang tidak bisa dijelaskan.Kabar tentang Gian yang mulai lelah menunggu, bahkan sempat menangis, terus terngiang di telinganya seperti gema yang enggan menghilang.Ia duduk di balkon apartemennya, menatap langit malam yang bertabur bintang.Di tangannya, secangkir teh melati yang sejak setengah jam lalu tak disentuh. Uapnya sudah menipis, namun pikirannya justru semakin pekat.Afie menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia meyakinkan diri bahwa keputusannya untuk menjaga jarak adalah yang terbaik.Ia pikir, dengan menjauh, waktu akan mengajarkan Gian untuk memahami batasan, untuk melepaskan.Tapi ternyata, semakin jauh ia mencoba pergi, semakin kuat bayangan tatapan sendu Gian menghantui setiap langkahnya.Ada hal yang tak bisa ia pungkiri, setiap kali mendengar namanya disebut, dadanya terasa hangat sekaligus nyeri

  • Pelayan Cantik Tuan Arogan   Bab 152 - Gelisah

    Hari-hari setelah pertemuan di taman terasa berjalan begitu lambat bagi Gian.Setiap menit yang berlalu seolah menuntut kesabaran yang tak pernah ia miliki.Ia sudah berjanji pada Afie untuk menunggu, tapi ternyata menunggu jauh lebih melelahkan daripada apa pun yang pernah ia alami.Setiap pagi, begitu membuka mata, bayangan Afie langsung hadir dalam benaknya.Wanita itu bukan hanya seseorang yang ia cintai, Afie sudah menjadi bagian dari napas, dari hidup yang tak bisa ia lepaskan begitu saja.Setiap kali Gian mencoba mendekat, jarak itu seperti dinding tak kasat mata, ada, namun tak bisa ditembus.Ketika datang ke kantor atau sekadar mengintip dari jauh, pemandangan yang ia lihat selalu sama.Afie duduk di balik meja kerja dengan ekspresi serius, tenggelam dalam tumpukan dokumen.Kadang ia berdiskusi dengan Ryan, kakaknya, kadang berbicara dengan para paman tentang strategi perusahaan.Afie terlihat begitu fokus, begi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status